Setelah latihan bertarung dengan Revan, Maya memutuskan untuk ke toilet. Berlari karena tak tahan tuk memenuhi panggilan alamnya.
Banyak hal yang terjadi, yang membuat Maya perlu waktu berfikir mengolah semua kejadian menjadi satu secara kronologis. Maya merasa, sekarang Ia seperti tak punya apa-apa. Tidak, maksudnya dalam keluarga Maya. Maya hanya punya adiknya yang masih bayi.
Mengingat teman-temannya sering menolongnya, Maya tak tahu harus membalas dengan apa kebaikan mereka. Walau Ia tak sempat berpamitan dengan Ibunya, setidaknya Ia mengetahui bahwa sebelumnya Ibunya baik-baik saja.
Ya, sebelum Ibunya tergigit oleh makhluk sialan bernama zombie itu. Beruntungnya, adiknya dapat selamat. Tidak dengan Ibunya, Maya tak tahu apakah Ibunya mati atau berubah menjadi zombie.
"Huh, cape. Lumayan nguras tenaga," gumam Maya sambil meminum air putih dalam kemasan berupa botol besi. Kemudian duduk di tanah, menaruh botol besi itu disampingnya
Menatap yang lain sedang bertarung, lalu bercanda dan bercerita. Maya ingin bergabung, tetapi sepertinya tidak bisa untuk sementara waktu. Sebab kakinya keram.
Maya menunduk, lalu mendongak. Menatap langit yang biru, sembari mengeluh keringat di dahinya dengan lengannya. Saat menatap teman-temannya, terhenti pada Juna yang sepertinya izin pergi sebentar.
Maya menyipitkan matanya, netra matanya setia memandangi pergerakan aneh Juna. Mengapa dikatakan aneh? Karena Juna berbalik dan pergi ke rumah kecil di sebelah tenggara villa tersebut.
Maya mengindikan bahu tak perduli dan berucap, "Terserahlah dia mau ke mana."
Maya teringat sesuatu, sepertinya perlu mengecek keadaan adiknya. Walau Ia mengetahui adiknya dengan Tiya, tetap saja naluri seorang kakak khawatir terhadap adiknya tetap ada.
Beruntung, kaki Maya sudah tidak kram lagi. Maya berusaha berdiri, dan berjalan ke villa. Masuk ke dalam villa, sembari melihat keadaan dalam villa.
"Villa yang cukup besar," gumam Maya kagum dengan pemandangan di dalam Villa nya.
Tetapi terhenti, kala Maya melihat Mama Azka berjalan ke kamar Maya. Ralat, kamar Maya beserta teman-temannya. Maya mengikutinya dengan hati-hati, Ia mengintip dari pintu yang sedikit terbuka. Lalu bersembunyi dibalik lemari, sambil berjongkok. Karena melihat Tiya keluar dari sana setelah Mama Tiya masuk.
"Lucunya, sayang sekali ini bukan anak aku," lirih Mama Azka.
Maya merasa seseorang akan datang, dengan cepat Ia mencari tempat persembunyian. Lemari di depan kamarnya, Maya segera membuka pintu lemari dan masuk ke dalam. Sebab tak ada apa-apa di lemari itu, jadi Ia dapat ruang sembunyi yang cukup luas.
Maya membiarkan pintu lemari sedikit terbuka dan melihat siapa yang berlari ke sana kemari hingga terhenti di depan kamarnya, Azka.
Azka terdiam sebentar, Maya kira Azka akan curiga dengan lemarinya. Tetapi dugaannya salah, Azka tidak curiga dan masuk ke dalam kamar.
Maya tak tahu sedang apa mereka di dalam kamarnya, Ia hanya berdoa semoga adiknya dilindungi oleh Tuhan. Tak lama, Azka keluar dari sana. Maya tak tahu, sebab Ia masih kekeuh bersembunyi di dalam lemari.
Maya tak tahu, apakah keadaan aman atau tidak. Ia terduduk di lemari, dan menahan rasa pengap. Karena sedikit udara di sana.
Beberapa menit kemudian, Ia memutuskan keluar. Dan mencoba mengintip sekali lagi, dan ternyata sudah tidak ada Mama Azka di sana.
Maya segera menggendong adiknya, sambil bernafas lega. Ternyata adiknya tidak apa-apa, Ia tidak tahu mengapa saat melihat keluarga Azka selalu muncul firasat tak enak.
Tapi kemana Tiya? Ia merasa cemas dengan anak kecil yang satu itu. Terakhir kali, Ia melihat Tiya berjalan ke arah toilet. Maya berusaha berpikiran positif saja.
__________________
Maya merasa sangat lapar, Ia berulang kali mengucap, "Maafkan saya, ya Tuhan. Saya sangat lapar."
Sebab Ia membuka kulkas, dan mengambilnya snack dan botol minum. Lalu memakannya.
Merasa ada yang ingin datang, Maya segera lari dan bersembunyi di bawah meja. Bukan di meja makan.
Pembicaraan antara Azka dan Revan, Maya dengar semuanya dengan sangat jelas. Tentang Tiya yang menyusup ke laboratorium milik ayah mereka, dan Juna yang dicurigai sebagai pelaku yang masuk ke rumah kecil itu serta mengetahui ruangan rahasia didalamnya.
Tetapi terhenti kala Maya tak sengaja terjedak kepalanya dengan bawah meja. Dan suara Mama Azka yang mengagetkannya.
"Loh Maya? Ngapain disini, hm?" tanya Mama Azka menatap tajam Maya.
"A-aku...."
Azka memotong ucapan Maya, berdiri di hadapannya. "Wah, udah dengar semuanya ya?"
Maya menunduk, benar-benar merasa takut walau sekedar menatap mereka sedetik saja. Rahasia mereka, Ia benar-benar sudah mengetahuinya.
"Tau 'kan ,dek? Kakak gak suka ada yang jadi mata-mata? Apalagi yang menyusup," tutur Revan menatap Maya dengan menyeringai.
Azka mengangguk, "Iya tau, gak ada kata ampun buat mereka."
"Walau kamu teman dekatnya Viona," lanjut Azka berbisik di telinganya.
'Siapa kamu sebenarnya?' gumam Maya ketakutan menatap Azka. Seketika terbesit firasat buruk pada pikiran Maya, dan saat itu juga. Maya hilang entah ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foreign Virus (LENGKAP)
Science FictionKeadaan Indonesia yang semula baik-baik saja menjadi hancur berantakan karena sebuah virus asing beruntun menimpa negara agraris dan kepulauan tersebut. Sekelompok remaja berusaha bertahan hidup dari segala bahaya yang ditimbulkan saat datangnya vir...