Mereka bertemu dengan seorang Ibu, yang bernama Bu Diah. Ibu itu meminta pertolongan pada mereka. Setelah diberi bantuan, Bu Diah memberi hadiah berupa sedikit senjata untuk mereka di gudang.
Dan disinilah mereka, gudang tempat hasil pertanian ditaruh. Sejujurnya sebagian dari mereka curiga pada sikap Bu Diah, namun apa daya. Tak baik menolak pemberian orang, apalagi terkait senjata. Cukup saling menguntungkan.
Saat sampai, Bu Diah tiba-tiba bersikap aneh. "Sebentar ya, saya ambilkan dulu senjatanya."
DRAAK...
Setelah Bu Diah masuk ke dalam, mencari senjata. Pintu tiba-tiba tertutup, Levi dan Grace segera pergi menuju pintu yang telah ditutup.
"Sialan, emang bener ya. Ada apa-apanya sama Bu Diah," kesal Levi.
Ia terus mengomel, tak lupa mendobrak pintu dengan Grace sebisa mungkin. Sedangkan yang lain bersiap dengan senjata mereka.
"Rei, jaga mereka bentar. Aku mau bantu dobrak pintunya." Reihan mengangguk, Juna segera pergi ke pintu dan membantu mendobrak pintu dengan Levi dan Grace.
Tiya menarik baju Viona pelan, menatapnya gelisah. "Kakak, Tiya takut."
Viona berjongkok dan memeluk Tiya, "Kan ada Kak Vivi disini. Ada yang lain juga."
"Huft, iya deh." Tiya mengerucutkan bibirnya, tak lama tersenyum.
Tiba-tiba datang sekelompok orang yang berpakaian kasual namun terdapat bercak darah, 2 remaja perempua dan 2 laki-laki dewasa.
Cara berjalan mereka seakan menantang, berisyarat siapapun yang masuk ke wilayah mereka maka harus berhadapan langsung.
Setelah mereka berhenti, datang Bu Diah dengan wajah menunduk. Bu Diah memainkan ujung bajunya, dengan raut wajah takut.
"Kerja bagus, Diah. Gak sia-sia aku merekomendasikanmu untuk bergabung di kelompok ini," ucap lelaki yang bername tag 'Dono' tersenyum pada Bu Diah.
Remaja perempuan dengan rambut model kuncir kuda, tersenyum menepuk bahu Bu Diah. "Oke, tunggu disini ya Diah. Kita kedatangan tamu nih, hehe."
Bu Diah mengangguk, Ia berbalik dan beringsut maju dengan tatapan mengarah ke tanah. Dono maju selangkah.
"Halo adik-adik, kenalin saya Dono. Berani panggil saya Pino, siap tubuhmu akan saya berikan ke zombie diluar sana." Dono menyeringai, sambil melambaikan tangan.
"Yang sedang merokok, namanya Dion. Lalu yang rambutnya kuncir kuda, Tina. Dan yang rambut pendek itu, Vira. Hormat dong kalian, sama sumber perlengkapan kita." Seusai Dono berucap, yang anggota kelompok yang lain segera melambaikan tangan.
Viona dan yang lainnya tersenyum, berusaha sesopan mungkin. Salah bertindak sedikit saja, mereka akan dikorbankan secara sukarela ke kawanan zombie.
"Oke, karena kalian adalah ... Tamu kami yang paaaling spesial," ujar Vira tersenyum.
"Dengan senang hati, kami mempersilahkan kalian tuk ikut makan malam dengan kami. Bagaimana?" tambah Tina.
Tiya menelan ludahnya, mendengar kata 'makan malam' membuatnya lapar. Tiya menatap Viona dengan tatapan memohon.
Tak lama, adik Maya yang masih bayi menangis. Caca yang menggendongnya, berusaha menenangkan dengan mengayunkan tangannya pelan.
"Wah ada bayi, ya. Hmm, apa jangan-jangan kamu...."
Caca menatap Tina tak senang, Ia benar-benar tak suka orang asing tiba-tiba berkata seenaknya. Ya, Caca tahu apa yang ingin dikatakan Tina.
"Kamu Ibu dari anak itu?" lanjut Tina pura-pura terkejut.
Viona ikutan terkejut, Ia segera menyanggah ucapan Tina. "Bukan Kak, Itu adik dari...."
"Hust, gak ada gunanya kamu memberitahu dia. Diam aja," potong Caca berbisik pada Viona.
Tina yang memiliki pendengaran tajam segera tertawa. "Wah aku tahu apa yang kamu ucapkan loh, dek. Lupakan aja, nanti ikut makan malam ya. Gak baik nolak rezeki."
"Sip, kami pergi dulu," ucap Dion menambahkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Foreign Virus (LENGKAP)
Science FictionKeadaan Indonesia yang semula baik-baik saja menjadi hancur berantakan karena sebuah virus asing beruntun menimpa negara agraris dan kepulauan tersebut. Sekelompok remaja berusaha bertahan hidup dari segala bahaya yang ditimbulkan saat datangnya vir...