Yang Viona yakini saat ini ialah, ternyata villanya berpenghuni. Setelah melihat perempuan berumur 30-an tersenyum mengerikan menyambut kedatangan mereka.
"Wah wah, sepertinya kita kedatangan tamu."
"Maafkan kami, kami berniat menetap disini sementara. Jika diperbolehkan, kami akan membayar berapapun yang kalian mau." Lelaki dengan suara bassnya berbicara, menunduk kebawah. Dia supir mereka, dengan gampangnya mengatakan hal itu.
"Wanna play with me, babe?"
Viona terkesiap, berbalik dan melihat seseorang yang tak asing. Benar-benar tidak dipercaya.
"Kau masih kelihatan cantik ya, sejak awal aku mengenalmu." Dia tersenyum ramah menatap Viona.
Dia, orang yang pernah memasuki kehidupan Viona. Orang paling berharga sebelum mengalami kecelakaan yang membuat Viona merasa bersalah setiap harinya.
"Maafkan kesalahanku karena telah tidak mengabarimu, Viona." Dia memeluk Viona, mengelus surai rambutnya pelan.
Viona terdiam sesaat menahan tangis yang keluar dan berbicara dengan suara yang parau.
"Bukankah kau dinyatakan meninggal, Azka?"
Saat Azka ingin menjawab pertanyaan Viona, suara berat dan tegas muncul dari arah luar. Lelaki berumur 24 tahun dengan rahangnya yang tegas bertanya dengan dingin.
"Heii, jangan membuat dunia ini seperti milik kalian berdua saja. Apa yang kalian ingin kan disini?"
Azka melepaskan pelukannya dari Viona, lalu menatap melas kakaknya itu.
"Kakak, berbaik hatilah pada mereka. Mereka mengenal Vi...."
"Huft, baiklah. Apa kalian mau menetap disini?" tanya Kakak Azka, memastikan jawaban yang sebenarnya.
"Kau tahu, Revan. Mereka orang asing, hanya Viona yang kukenal. Jadi itu sangat ber___"
"Tenanglah oma, kulihat mereka juga tidak terinfeksi kok. Kalian bisa menetap disini selama 4 hari 4 malam, deal?" tawar Revan, kakaknya Azka.
"Deal! Kami ada beberapa senjata, ammo, pasokan makanan, dan lainnya. Kalian boleh menggunakannya." Juna tersenyum. dibalas kekehan oleh Revan.
"Tenang saja, kami juga ada kok. Sebaiknya kamu simpan saja perlengkapan kalian itu, untuk berjaga jaga. Mari kuantar kalian ke kamar tamu diatas." Revan tersenyum, menunggu tanggapan.
"Terima kasih." Mereka tersenyum lalu diantar ke kamar tamu dengan terpisah. Kamar ruang tamu khusus laki-laki dan kamar ruang tamu khusus perempuan, ruangannya pun lumayan besar untuk ditempati maximal 7 orang.
Saat memasuki kamar, Viona langsung merebahkan tubuhnya. Sejujurnya itu sangat nyaman, apalagi karena kebanyakan duduk di dalam truk.
"Viona, yang duduk di sofa tadi siapa?" tanya Maya penasaran, kedua tangannya sibuk membereskan pakaiannya ke dalam lemari. Walau tak menatap Viona, ia dengan setia mendengarkan jawaban temannya yang satu itu.
"Sepertinya kalian dulunya dekat ya." Ucapan Caca tepat sasaran, Viona mengangguk.
"Apa kalian lupa dengan Azka yang pernah kuceritakan pada kalian dulu? yang dulunya sering maen game bareng kita?"
"Azka Zulkarnaen? Wahh, itu beneran dia? Bukannya dia sempat kecelakaan pas dulu ya?" tanya Caca. Viona mengangkat bahu, tanda tak tahu.
"Entahlah, aku gak tahu." Viona mulai memejamkan mata nya. Disaat ingin terlelap, suara bayi membangunkannya.
"Eh ada bayi?"
Viona mengedarkan pandangannya, terhenti pada bayi digendongan Maya. Viona baru ingat hal itu.
"Ada, adikku. Apa kau amnesia, Viona?"
"Dia mah bukan amnesia, lebih tepatnya pikun." Caca tertawa terbahak, Viona langsung melemparnya dengan bantal.
BAAMM !
Tepat pada wajahnya yang sedang tertawa. Saat dia ingin membalas, Viona langsung bangun mengambil pakaiannya dan bergegas ke kamar mandi.
"Hei diamlah, ada anak kecil lagi tidur noh. Kalian bisa gak sih, jadi anak pendiem gitu sehari aja?" tegas Maya, ia menghela nafas pelan.
"MAAF MAMA MAYA." Caca dan Viona serentak berbicara, lalu tertawa. Sepertinya Maya harus bersabar menghadapi kedua bocah itu.
______________________
Viona beserta teman-temannya sedang makan di ruang makan yang dekat dengan dapur, bersama dengan Revan, Azka, dan mamanya.
Mereka makan dengan tenang tanpa berbicara sekalipun, hening hanya ada dentingan sendok dan piring.
"Pokoknya, besok Azka mau nyoba make pedang katana punya Abang. Kalau gak mau, lihat aja nanti," seru Azka.
"Iya dek, iya. Ajak juga teman-temanmu itu," ujar Kak Revan, yang sedang mengelap mulutnya dengan tisu.
"Apa kalian mau, latihan bertarung denganku?" tawar Azka. Ditanggapi anggukan cepat oleh Juna.
"Pasti! Kami mau kok. Ya kan?" seru Juna. Mereka ikut mengangguk.
"Wahh wahh, antusias sekali ya. Oh iya, Nana," panggil Revan.
Viona menoleh ke arahnya, "Nani?"
"Plis Na, disini pake bahasa Indonesia. Tolong dipahami," bisik Caca. Viona menatap sengit, tapi ada benarnya juga.
"Ya maaf, om." Viona menanggapi tersenyum menyebalkan padanya. Dan tiba tiba Viona meringis kesakitan.
Ternyata diinjak olehnya, mau tak mau Viona tetap senyum ke arahnya, hingga tak lagi diinjak.
"Kau gak penasaran gitu, kenapa Azka masih hidup saat ini? Aku yakin kau tau yang sebenarnya terjadi." Kak Revan menoleh ke Azka, lalu berpindah ke Viona.
"Anti Virus," jelas Revan.
"Ada kenalan kakak, beliau membuat Anti Virus dengan kode panggilan AX400. Dia sudah mempersiapkan segala hal, seakan akan dia tahu virus ini akan menular ke seluruh Indonesia."
'Anti Virus AX400?' batin Viona berpikir.
"Dan kamipun sangat membutuhkan AX400, tentu nya kalian juga kan?" tanya Revan memastikan. Mereka mengangguk singkat.
"Maaf kak, boleh tanya sesuatu?"
"Silahkan." Revan menyetujui permintaan Jovan.
"Yang dimaksud kenalan kakak, itu siapa?"
"Dia ilmuwan sekaligus doktor, nama nya 'Doktor Gilang Devano'
Deg !
Sedikit info mengenai Ayah Viona, dia itu orangnya tertutup. Tak banyak orang mengenalnya, kecuali kenalan terdekatnya.
Eksperimen yang ia buat di laboratorium pribadinya, selalu berhasil. Beliau sering menceritakan kepada Viona mengenai eksperimennya.
Tapi semenjak masalah yang tidak Viona ketahui menimpa ayahnya, ia sering berdiam diri di Lab. Maka dari itu, saat Revan mengatakan bahwa kenalan Revan yang ternyata ayahnya sendiri, orang yang membuat AX400. Viona terkejut bukan main.
Apakah Viona harus mengatakan bahwa ayahnyalah orang yang dimaksud Revan itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Foreign Virus (LENGKAP)
خيال علميKeadaan Indonesia yang semula baik-baik saja menjadi hancur berantakan karena sebuah virus asing beruntun menimpa negara agraris dan kepulauan tersebut. Sekelompok remaja berusaha bertahan hidup dari segala bahaya yang ditimbulkan saat datangnya vir...