alun - alun kota

175 13 4
                                    

Surabaya...

Di kota inilah aku pertama kali mengenal "cinta". Entahlah, cinta itu rumit. Terkadang warnanya merah jambu, terkadang juga abu. Menurut ku cinta itu adalah dua orang yang sama sama mau berjuang, kalau hanya satu yang berjuang menurut ku itu bukan cinta, itu luka.

***

Sore ini seperti biasa aku menghabiskan waktu di alun alun kota. Menikmati setiap hembusan angin yang mengenai kulitku, menikmati indahnya cakrawala yang dihiasi matahari terbenam, sambil sesekali ku menulis puisi puisi di buku yang sengaja ku bawa.

"permisi, boleh numpang duduk? soalnya tidak ada tempat yang tersisa" ujar seorang lelaki yang ku tebak usianya lebih tua denganku.

Yap. Memang keadaan saat ini sedang ramai. Alun alun kota sedang dipenuhi para muda-mudi yang tengah menjalin asmara.

"oh, tentu" ku jawab disertai senyum.

"matur nuwun mbak"

Hening.

Ku lanjutkan kegiatan ku yang tertunda, ya, menulis puisi.

"kamu suka puisi?"

"ya begitulah" jawab ku seadanya.

"oh ya kenalin, aku Jingga Syahdan Al-Kayisyi, panggil jingga boleh, panggil syahdan boleh, panggil al boleh, panggil kayisyi boleh, kalau ribet panggil sayang pun boleh" ucap lelaki itu sambil menampilkan gigi nya yang terlihat rapi.

"senja almayda" jawabku, aku memang tak begitu tertarik untuk mengenalnya lebih jauh.

"wow! nama kita cocok yak, senja dan jingga. jodoh takkan kemana" ucapnya sumringah.

"oh ya Jingga, aku pamit duluan yak, sudah hampir gelap, see u next time"

Belum sempat jingga menjawab ku, aku sudah meninggalkannya. Jujur aku masih ingin tetap berada di alun alun kota, tapi rasanya sangat menyebalkan jika ada seseorang yang menggangguku menulis puisi. Terlebih jika orang asing.

***

Ku langkahkan kakiku yang terbungkus sepatu kets hitam dengan santai di lorong sekolah. Yap. Aku adalah murid kelas 10 di SMA ini.

"Nja!"

Panggil seorang wanita yang suaranya tak asing ku dengar. Dia adalah Almanda Meira, sahabat ku sejak SMP.

"ada apa nda?" tanyaku.

"kemarin aku gak sengaja ketemu ibunya Fajar di rumah sakit, sepertinya Fajar sakit."

"aku sudah tau, dia kecelakaan akibat balap liar kemarin" jawabku santai.

"apa?! terus kamu gak jenguk dia nja?"

"ndaaa... Fajar itu udah punya pacar, aku emang suka sama Fajar, tapi aku sadar" jawabku dengan malas.

"kamu kan tau nja kalau Fajar lebih suka sama kamu daripada Tari."

Aku menatap Almanda sejenak, lalu kembali berjalan menuju kelas.

"Nja tunggu!" teriak Almanda.

***

Senja duduk di balkon kamarnya, menikmati setiap rintik hujan yang jatuh membasahi bumi. Kenangan itu kerap muncul setiap kali hujan datang. Kenangan indah yang ia alami bersama lelaki pujaannya. Kenangan yang mampu membuat hatinya berdebar setiap kali mengingatnya. Kini, ia sadar bahwa takkan mungkin ia bisa mengulang kenangan indah nya. Cukup mengagumi mu dalam diam dan menyelipkan nama mu di setiap doa, cukup menjadi obat rindu untukku. Ucapnya dalam hati.

Semenjak Senja mengetahui bahwa Fajar telah memiliki kekasih, ia tak pernah lagi ingin bertemu dengannya atau bahkan hanya sekadar membalas pesannya. Sudah lebih dari satu bulan Senja mencoba merelakan Fajar, tapi hasilnya nihil. Terlalu banyak kenangan indah yang dilalui bersama lelaki itu. Kenangan dimana ia menikmati hujan hujan di atas sepeda motor, menikmati senja di alun alun kota dengan secangkir kopi, menikmati fajar, bertukar novel, bernyanyi bersama, dan masih banyak lagi. Walau senja tahu bahwa Fajar lebih menyukai dirinya, tapi senja tidak ingin merusak hubungan orang lain. Senja tahu bagaimana sakitnya.

Entah bagaimana, tiba tiba senja teringat dengan Jingga. Lelaki yang ia temui kemarin sore di alun alun kota. Ada rasa ingin bertemu dengan Jingga di diri Senja. Cepat cepat senja menghapus pikiran tentang Jingga.

"senja? makan yuk nak, ibu tunggu di meja makan" ajak ibu.

Cepat-cepat senja pergi menyusul ibunya, senja tak mau ayah dan ibunya menunggu terlalu lama.

"piye sekolah mu rek?" tanya ayah.

"baik baik saja yah, ra ono masalah" jawabku.

"ayah mau ke Yogyakarta selama satu bulan, urusan pekerjaan" ujar ayah.

"senja pasti rindu ayah" ucapku dengan wajah sedih.

"belajar yang rajin yak, buat bangga ayah dan ibu"

"siap kapten!" jawabku semangat.

***

Matur nuwun wes woco, sepurane yen ono sing salah ketik :)
tqu all :*

R U M I TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang