kembali pulang atau terus berjalan?

8 4 0
                                    

Perjalanan menuju puncak adalah yang paling berat. Medan yang dilalui pun sudah bukan tanah, melainkan pasir yang sangat licin, salah langkah sedikit saja bisa berakibat fatal. Summit attack harus dilakukan pada malam hari. Hal ini dikarenakan puncak Semeru akan sangat berbahaya pada siang hari. Perjalanannya sendiri membutuhkan waktu 6 jam.

Dengan berbekal daypack bersisi air putih, snack, obat-obatan, dan head lamp, Bumi dan teman-temannya memulai perjalanan dengan diawali doa bersama. Suasana mencekam ditambah hawa dingin yang menusuk tulang. Rasanya ingin kembali masuk dan menunggu saja dalam tenda. Tapi, masa sudah jauh-jauh kesini tidak melanjutkan perjalanan.

Sepanjang perjalanan langit masih gelap, kami hanya bergantung pada head lamp yang terpasang di kepala. Medan yang dilalui sangat rentan, kita harus konsentrasi jangan sampai menginjak batu hal itu bisa berakibat fatal bagi pendaki yang ada di belakang.

Dalam perjuangannya mencapai puncak, Bumi merasa tubuhnya sangat kedinginan. Bumi merasa lemas, menggigil terus-menerus dan sulit bergerak. Teman temannya tidak menyadari bahwa Bumi tertinggal. Sampai akhirnya, Michael yang berjalan paling depan melihat ke arah belakang dan menyadari salah satu temannya tidak ada. Sontak Michael panik.

"eh, Bumi mana?!" tanya Michael sedikit berteriak.

Teman-temannya bingung.

"jangan-jangan ketinggalan." ucap Bintang.

Buru-buru mereka turun dan mencari Bumi.

Michael dan yang lainnya mengamati dengan head lamp mencari dimana Bumi berada. Akhirnya terlihat head lamp. Michael menyuruh teman-temannya mematikan senter.

Posisi Bumi bisa dilihat dari head lamp yang ia pakai berkedip-kedip. Suasana pagi itu sangat tegang dan riuh, jam saat itu kira-kira masih pukul 02:00 WIB.

"Bumi!!!" teriak Fikri.

Tanpa berlama-lama Michael dan yang lainnya menghampiri Bumi.

"Bumi kenapa?" tanya Putra.

"kayaknya kena hipotermia." jawab Eric.

"Bumi masih sadar enggak?" tanya Bintang.

"Bumi, kamu enggak apa-apa?" Teguh menambahkan.

"yeee... orang lagi kena hipotermia ditanya enggak apa-apa, gimana, sih." celetuk Eric.

"kan kita harus ajak ngobrol biar dia sadar."

"sudah, deh, Guh, Ric. kalian jangan malah berantem. kita harus bawa Bumi balik ke tenda." omel Michael.

"mendingan kasih selimut dulu. Michael, kamu bawa kain kan?"

Michael menyerahkan kain yang dibawanya pada Bintang, "iya, nih."

Bintang langsung menyelimuti tubuh Bumi.

"kita evakuasi sekarang, kalau terlalu lama disini takut makin buruk." ucap Eric.

"tumben pinter." Teguh menjawab.

"makannya sayur jangan mie instan terus."

"yee... siapa yang makan mie instan."

"mas tono."

"ye, asu jangan bawa bawa bapak aku, dong."

"kalian kalau mau berantem jangan di sini, deh." ucap Michael yang sudah pusing mendengar Eric dan Teguh.

Michael dan bintang lalu memapah Bumi menuju tenda, untungnya jarak mereka dengan tenda tidak terlalu jauh.

Setelah sampai di tenda Michael langsung menyarankan agar Bumi masuk ke dalam sleeping bag untuk menjaga panas tubuh yang tersisa tidak mudah lepas begitu saja.

Fikri bergegas membuatkan Bumi segelas teh hangat.

"Mi, kamu masih sadar, kan?" tanya Bintang sambil memegang tangan Bumi.

Bumi terdiam.

Teman-temannya panik.

"minta bantuan aja." ucap Teguh.

"di tengah hutan gini minta bantuan ke siapa, Teguh? gak mikir, ya, kamu, emang bener bener kebanyakan makan mie instan." sahut Eric.

"sekali lagi bacot, aku pukul kepala kau."

"sudah? sudah berantemnya?" tanya Michael.

Eric dan Teguh hanya diam.

"kalian jangan nambah masalah, kita lagi di situasi kayak gini kalian masih sempat-sempatnya becanda." tambah Michael.

"aku khawatir kalau kondisi Bumi makin parah." Fikri angkat bicara.

"ada ide, Tang?" tanya Yoga.

"aku ada!" Bagas mengangkat tangannya.

Semuanya melihat ke arah Bagas, mengisyaratkan 'apa idenya'

"aw! jadi malu dilihat sama cogan begini. aku ganteng, aku diam."

"Gas, please! don't kidding!" Michael geram.

"iya, maaf. jadi mendingan kita bawa Bumi turun ke bawah sambil cari bantuan. daripada di sini terus, enggak ada kemajuan."

"ya sudah, aku saja yang gendong Bumi." ucap Donny.

Syukurlah, belum lama rombongan menuruni gunung. Bantuan sudah ada. Bumi lalu di evakuasi. Karena melihat kondisi Bumi yang sudah sangat parah akhirnya tim evakuasi menyarankam Bumi untuk di bawa ke rumah sakit dan saran itu di-iyakan oleh semua teman Bumi.

***
06:00 WIB

"happy brithday, Senja Almayda!"

Senja membuka matanya dan melihat Sabrina membawa 5 buah donat di atas piring lengkap dengan lilin ulang tahun angka '18'

"tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga." Sabrina menyanyi.

Senja duduk di atas kasurnya lalu meniup lilin.

"terimakasih, ya." Senja memeluk Sabrina.

"eh, tadi tiup lilinnya pakai wish enggak?"

"pakai, dong."

"apa?"

"semoga hal-hal baik selalu berpihak pada kita."

"aamiin." Sabrina tersenyum.

"aamiin."

"eh, makan, dong, donatnya."

Senja mengambil satu buah donat yang dibawa Sabrina, "kamu beli dimana?"

"enggak beli, tapi buat sendiri."

"ha? serius?" Senja hampir saja tersedak.

"hahahaha, iya, Senja."

"seenak ini? rasanya tuh kek, kek, kek mau meninggal."

"apaan, sih, Nja."

Mereka berdua tertawa sambil menikmati donat buatan Sabrina.

Di tengah kegembiraan mereka, tiba-tiba ponsel Senja berbunyi. Seketika Senja langsung membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Ada ucapan 'selamat ulang tahun' beserta doa yang dikirim dari orang orang terdekat senja. Tapi, Senja merasa ada yang kurang, siapa lagi kalau bukan Bumi. Sedang apa ia sekarang? apa ia sudah mencapai puncak?

***

heppibidi ya senja<3

R U M I TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang