hiking?

17 7 0
                                    

Hari ini bumi mengajak Senja ke sebuah warung makan yang berada tidak terlalu jauh dari Gunung Merapi, tentunya pemandangan nya juga sangat cantik karena menghadap ke arah Gunung Merapi.

Bumi dan Senja berjalan kaki menyusuri jalanan Yogyakarta untuk mencapai ke tempat yang dituju.

"kamu capek, Al?" tanya Bumi.

"lumayan, kenapa enggak pakai kendaraan saja, sih? Sepeda motor misalnya."

"sekalian olahraga, Alma. Kamu jarang olahraga kan?" Bumi tersenyum.

"bilang saja enggak pakai kendaraan karena enggak punya." Senja menjulurkan lidahnya.

"aku emang enggak punya kendaraan, Al. Aku belum mampu. Nanti kalau aku udah punya, kamu adalah orang kedua yang aku ajak."

"orang pertamanya?" Senja heran.

"ibu ku lah."

Senja menatap Bumi.

"bagiku, bisa kuliah di UGM adalah hadiah terindah dari Tuhan." ujar Bumi.

"Jelas lah, Bumi."

"enggak mudah bagiku yang hidupnya serba pas-pasan." Bumi tetap berjalan.

"ha?"

"aku kerja keras ngumpulin uang buat biaya masuk sini. Aku sampai harus mengorbankan waktuku untuk belajar."

"orang tuamu?" tanya Senja.

"bapak sudah meninggal saat aku kelas 3 SMA dan ibu hanya bekerja sebagai guru honorer di sebuah sekolah dasar. Kamu tahu kan gaji guru honorer? Ada biaya untuk kelulusan saja rasanya sudah beruntung bagiku."

Senja menunggu ucapan bumi selanjutnya.

"setiap uang yang ibu kasih setiap bulannya, aku tabung. takut ada keperluan yang lebih penting."

"biaya sehari harimu?" tanya Senja.

"kalau soal itu, kamu enggak perlu tahu." bumi menjulurkan lidahnya.

"ihh, Bumi"

Beberapa menit berjalan, akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Bumi dan Senja duduk di bangku yang kosong dan langsung memesan makanan. Mereka memesan mie rebus dan teh hangat.

Langit sore ini sedang cerah, mungkin waktu sedang memihak.

"maaf yak, aku hanya bisa mengajakmu ke tempat yang sederhana." ucap Bumi.

"aku malah senang." Senja tersenyum.

"alasannya?"

"karena bahagia enggak ditentukan dimana kita berada, tapi bahagia ditentukan dengan siapa kita menikmatinya."

"eh, kamu bahagia bersamaku?" tanya Bumi.

"eh, eng.. enggak. itu makan saja mie nya sudah datang."

Senja salah tingkah dan langsung memalingkan percakapannya.

"Bumi, itu gunung apa?" tanya Senja sambil menunjuk ke arah gunung yang ada di hadapan mereka.

"ohh, itu gunung Merapi." Bumi tersenyum.

"indah, yak."

"mau dilihat dari sudut manapun, Merapi tetap indah."

Senja tersenyum.

"mau mencoba naik gunung?" tanya Bumi.

"ah, enggak."

"kenapa?"

"aku lebih suka pantai." Senja tersenyum.

"alasannya adalah?"

"karena masih banyak hal yang belum diketahui di bawah air dan kedalaman laut pun tidak semuanya telah diketahui. Sedangkan gunung? Ketinggian gunung sudah diketahui. lagian, lelah juga jika harus berjalan kaki menyusuri hutan, gelap, sunyi."

"tapi kamu enggak akan menyesal ketika sampai puncak."

"memangnya di puncak ada apa?"

"banyak."

"salah satunya?" Senja heran.

"negeri di atas awan."

"ha?!" Senja bingung.

"iya, di puncak kamu bisa lihat lautan awan yang sangat cantik, kamu juga bisa menikmati sunrise juga sunset yang cantik dari ketinggian." Bumi tersenyum.

"tetap saja aku lebih suka pantai. Di pantai sunset nya tidak kalah cantik seperti di gunung." senja menjulurkan lidahnya.

"di gunung lebih sejuk."

"anak gunung jarang mandi."

"tapi anak gunung rata rata wajahnya manis, seperti ku."

"anak pantai lebih menarik."

Bumi sudah lelah berdebat dengan Senja, gadis itu benar benar tidak mau kalah.

"Alma, Indonesia itu bukan hanya tanah, bukan hanya air. Indonesia itu tanah air." ucap Bumi.

"ini yang aku suka dari mu, Bumi."

"apa?"

"cara berpikir mu."

***

Sepurane yo baru upload lagi, ra ndue paket huhu :(

R U M I TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang