akan kemana arah hidup membawa kita?

74 7 0
                                    

Fajar duduk di depan teras rumahnya, menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya. Fajar tak tahu mengapa pikirannya selalu diisi oleh Senja. Fajar pernah bilang pada Senja bahwa Fajar menyukainya. Tapi, Fajar tidak menjelaskan kalau Fajar menyukainya hanya sebatas teman, dan sepertinya saat itu Senja salah faham. Bodohnya Fajar, ia tidak menjelaskan. Akhirnya Senja menaruh harapan pada Fajar. Hingga harapan itu hancur ketika Senja mengetahui Fajar memilih Mentari.

Kau pantas memiliki lelaki yang lebih baik dariku, senja...

- Fajar Al Aswani -

***

Fajar berjalan menuju meja makan. Ya, Fajar sudah bisa berjalan walaupun harus hati hati. Kecelakaan itu membuat kaki kanannya mengalami patah tulang dan Fajar harus rawat inap di rumah sakit serta membuatnya memakai kursi roda selama satu minggu.

"mas Fajar sudah mau pergi ke sekolah?" tanya Mega.

"iyak Ga. Mas Fajar bosan kalau harus di rumah terus."

"bilang aja mau ketemu mbak Tari." goda Mega.

"tahu saja." Fajar tersenyum.

"Fajar, kali ini kamu berangkat sekolah sama Ayah dan Mega, kamu belum Ayah izinkan bawa motor." ucap Rahman, ayah Fajar.

Fajar hanya mengangguk pasrah.

***

"Jar!"

Fajar menoleh.

"kenapa?" tanya Fajar.

"masuk sekolah juga akhirnya bro!"

"kita rindu kamu jar!"

"tapi bohong, yhaaaaaaa!"

"resek kalian semua!" jawab Fajar.

Ya. Mereka adalah Arif, Yoga dan Martin. Teman teman Fajar yang juga terkenal nakal di sekolah.

Fajar dan teman temannya memasuki kelas. Saat Fajar masuk, Tari menyambutnya hangat.

"Fajar? aku rindu banget sama kamu, maaf yak aku belum sempat jenguk." ucap Tari.

"oh ndak masalah, aku tau minggu ini lagi banyak tugas, kita kan mau lulus. Oh ya Tari, aku mau ajak kamu ke Taman kota hari ini. kamu mau?"

"tapi kan kamu belum sembuh total Jar." Tari cemas.

"aku tidak menerima penolakan."

Fajar duduk di bangkunya. Mentari hanya mengangguk dan tersenyum.

***

Taman kota tidak terlalu ramai hari ini, mungkin karena ini masih terlalu siang untuk para muda-mudi menjalin asmara. Tapi tidak dengan Fajar dan Mentari, mereka datang ke taman kota kapan pun mereka mau, tidak menentu. Fajar dan Mentari duduk di kursi yang telah tersedia di taman.

"Tari?" sapa Fajar.

"hmmm?"

"aku akan kuliah di pulau Sumatera."

Mentari menatap Fajar, ada rasa cemas ketika Fajar mengutarakan rencananya.

"kamu akan ninggalin aku Jar?" tanya Mentari.

"tapi hatiku tetap di sebelahmu."

Mentari menangis dalam pelukan Fajar.

"Tari... Jarak hanyalah angka. Dan cinta, biarkanlah tetap tumbuh dihatimu juga dihatiku. Agar kelak jika kita bertemu kembali ada rindu yang akan dituju." ucap Fajar.

"Fajar... Aku menyayangimu."

"aku pun juga sama."

***

Setelah pulang sekolah, Senja bersiap-siap mengantar ibunya. Sebenarnya Senja sangat malas, tapi Senja tak ingin ibunya kecewa. Mana tega Senja melihat wanita yang membesarkannya dari kecil itu bersedih.

"Senja, ayok berangkat." ajak Katrin.

"ah iya bu."

Senja mengendarai sepeda motor nya dengan tenang. Untungnya jalanan Surabaya kali ini tidak begitu ramai. Senja sangat malas jika ia harus terjebak macet. 15 menit berlalu, Senja dan Katrin sampai di tujuan.

"Senja, mari ibu kenalkan sama teman ibu." ajak Katrin.

Senja mengangguk. Lalu mengikuti ibunya berjalan.

"assalamualaikum, nit..."

"waalaikumsalam, eh yaampun Katrin. Aduh Katrin, kamu masih seperti dulu yak, cantik. Ini anakmu?" Nita menunjuk Senja.

"aduh makasih Nit, kamu juga masih cantik. Ah iya Nita, perkenalkan ini Senja. Dan Senja, perkenalkan ini tante Nita."

"assalamualaikum, tante saya Senja." ucap senja memperkenalkan diri.

"waalaikumsalam senja, yaampun cantiknya anak mu Katrin."

"terima kasih, tante Nita juga cantik." balas Senja.

"oh ya senja, perkenalkan ini anak tante yang kedua, namanya Jingga."

Deg!

"Jingga?"

"Senja?"

Senja ataupun Jingga tak menyangka bahwa mereka akan bertemu kembali. Entah mengapa hati Senja berdegup lebih cepat dari biasanya. Mungkin karena efek canggung, pikir senja.

***

Senja dan Katrin pulang pukul 19:00 WIB. Setelah sampai rumah, senja langsung membersihkan diri. Makan malam? Tidak. Senja sudah kenyang saat makan di rumah teman ibunya tadi.

Senja merebahkan dirinya di atas kasur, menatap langit-langit kamar dan memikirkan Jingga. Ah Jingga, kenapa dia selalu ada dalam pikiran Senja? Padahal Senja baru bertemu dua kali dengan lelaki itu. Ini hanya perasaan biasa, tidak mungkin aku menyukai Jingga, ucapnya dalam hati.

"Senja, kenapa melamun?" tanya Katrin.

Senja terkejut. Bagaimana tidak, Katrin datang secara tiba-tiba.

"astaga bu, aku terkejut. Aku tidak melamun bu, hanya mencari inspirasi untuk menulis puisi ku."

"jangan bohong Nja. Ibu tau kok kalau kamu sedang melamun. Mau cerita?"

Ibu. Selalu bisa menjadi sosok apa yang dibutuhkan Senja, Senja tak tahu bagaimana ibu bisa menjadi tempat berbagi cerita paling nyaman.

"ibu, apa Senja salah jika menyukai seseorang yang sudah memiliki kekasih?" tanya Senja.

"Senja, perasaan itu tidak bisa ditahan. Kamu tidak salah karena menyukainya, yang salah adalah ketika kamu merusak hubungannya."

Senja terdiam.

"apa Senja salah jika memberikan perhatian lebih padanya?" tanya Senja kembali.

"tentu salah."

"kenapa? Yang terpenting kan Senja tidak merusak hubungannya."

"Senja kan tau kalau dia sudah memiliki kekasih, Senja harus menghargai kekasihnya. Apa Senja mau jika nanti Senja memiliki kekasih, tapi kekasih Senja mendapat perhatian lebih dari wanita lain?"

Senja menggeleng.

"Senja... Masih banyak lelaki yang lebih baik darinya sedang menunggumu, Jingga contohnya." goda Katrin.

"ah ibu apaan sih? Nyebelin deh. Senja belum terlalu kenal dengan Jingga."

"biasa aja kali mukanya." Katrin tertawa.

Senja senang bisa melihat ibunya tertawa.

"yasudah nja, tidur yak, sudah larut." ucap Katrin.

Senja mengangguk lalu Katrin pergi dan menutup pintu kamar Senja.

***

I hope do u guys enjoy the story. Sorry if a there wrong. Sewu nuwun rek! Sun jauh :*

R U M I TTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang