Benda mirip buku tebal berwarna hitam itu terbuka di hadapan mereka.
Di sampulnya, terdapat 2 kata berbahasa Inggris yang ditulis dalam font yang mirip goresan pisau; Death Note. Adalah sesuatu yang tidak dilihat Irene, luput dari perhatiannya saat ia mendekapnya kemarin dan tidak ingat mengembalikannya pada Jisung.
Hari berganti.
Di luar, matahari terbit dan memberi sedikit keceriaan di pagi yang muram bulan desember. Ini musim dingin yang buruk. Tidak hanya mematikan napas bunga-bunga, menutup jalan di beberapa daerah hingga pemerintah terpaksa mengerahkan mesin pengeruk, salju yang turun tanpa henti juga membuat Taeyong tidur dalam balutan selimut tebal di sofa rumahnya setelah ia terpaksa menyingkir berkat keberadaan Jisung.
Masalahnya dengan Irene adalah, dia tidak mau dibantah.
Taeyong ingat saat dia kecil, dia dilarang bermain sebelum melahap habis sayuran di piringnya. Kalau ia menyelinap pergi, Irene akan menjemputnya dengan cara yang menyebabkan teman-temannya ngeri dan tidak mau ke rumahnya lagi.
Mau bermain? Habiskan sayuranmu.
Mau memelihara anjing? Tabung dulu uang untuk makanan dan perawatannya.
Mau tidur? Sana ke sofa saja, "kamarmu buat Jisung!!"
Taeyong terusir dari kamarnya sendiri一bayangkan.
Dasar Jisung Park si tikus cungkring itu! Dia belum lama mengenal Irene, tapi terbukti sudah merebut simpatinya sampai ke tingkat Irene sanggup melakukan gerakan shoo shoo pada adik kandungnya sendiri.
Jadi sementara Jisung tidur di kamar yang hangat, nyaman, serta empuk, dan Irene meringkuk di kamar sebelah yang memang selalu jadi tempatnya, Taeyong mengoceh tentang ketidakadilan dunia di ruang duduk, sembari mencari tempat ternyaman di sofa.
Dia tidak paham lagi siapa yang adik siapa.
Pagi buta, Taeyong terbangun. Kakinya yang panjang, yang menjulur keluar dari batas sofa terasa agak pegal. Dan perutnya minta makan lagi karena semalam hanya melahap sereal ditambah susu yang mendekati tanggal kadaluarsa.
Sambil mengalungkan selimut di seluruh tubuh seperti jubah Dr. Strange, Taeyong berjalan ke dapur. Ujung selimut itu menyapu lantai tapi dia tidak peduli. Dia tahu Irene akan mencucinya nanti, meski tak urung, selalu diawali dengan omelan.
"Taeyong!"
Ini adalah tradisi di rumah masa kecil mereka. Suatu rutinitas yang bahkan, hampir Taeyong hafal kata-katanya. Demi menghindari ceramah panjang lebar yang beresiko menyiksa telinganya, Taeyong melirik kesana-kemari dan faktor asal-asalan, meraih sebuah buku, atau apa yang menyerupai seperti buku, di meja makan untuk tujuan pengalih perhatian. "Apaan nih? Bukunya Jisung?"
Berhasil dengan mulus, Irene mengelap tangan di celemek yang ia pakai一dan Taeyong tidak tahu masih ia miliki一lalu bergeser menghampirinya. "Iya, aku lupa balikin ke dia. Mungkin diary?"
"Cowok jarang nulis diary." Taeyong berasumsi, berbekal pengetahuan dari dirinya sendiri dan teman-temannya yang jarang membuka buku kecuali buku itu punya gambar yang "menarik", apalagi melakukan kegiatan sentimental semacam menulis diary.
Irene tidak kontan percaya. "Masa sih?" Jari-jari lentiknya mengelus tulisan timbul di sampul buku itu, menyusurinya satu persatu. "Bisa aja ini Death Note beneran dan dia nulis nama Shin."
Tawanya disambut tawa pula oleh sang adik. "Kenapa dia nggak mati kalau gitu?"
"Nereka nggak mau nerima." Irene berkata dengan riang, membalik halaman pertama. "Hmm..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Determination ✔️
Fiksi Penggemar[TRIGGER WARNING : Buku ini mengandung konten kekerasan pada anak] Ketika pindah ke apartemen barunya karena pekerjaan, Lee Taeyong tidak mengharapkan apapun selain hidup tenang dan damai. Namun sejak bertemu Park Jisung, remaja yang punya keluarga...