Gadis berambut panjang itu menatap Jinwoo dengan kemarahan yang menyala-nyala di matanya.
Datang-datang mengaku sebagai pengacara, dia menunjukkan foto-foto yang membuat Jinwoo tercengang. Pipinya merona merah, matanya berkilat-kilat. Gadis itu tampaknya menahan kata-kata yang tidak ingin ia ucapkan tapi upayanya tidak berjalan lancar. Semburan kemarahannya tidak terkendali dan jika saja semua itu tidak diarahkan padanya, Jinwoo pasti akan kagum karena ada seseorang yang melindungi Jisung seperti itu.
Apa yang terjadi?
Dasar orang-orang Ahyeon tolol. Dia baru pergi sebentar dan sudah ada masalah yang melibatkan pengacara. Jinwoo benar-benar kesal karena setelah ia menyingkir jauh-jauh pun, tangan-tangan kerumitan rupanya masih bisa meraih dan mencengkeram kakinya, mengancam menenggelamkannya dalam kubangan urusan keluarga yang membosankan.
Waktunya benar-benar tidak tepat, sial baginya. Publisitas memang bagus, tapi publisitas negatif bisa menjadi layaknya bola yang di lempar ke dinding dan memantul ke kepalanya. Akibatnya seperti kebakaran beruntun; mitra kerja tidak senang, pekerjaan akan terhambat dan uang sulit masuk ke kantongnya.
Dengan enggan, Jinwoo turun dari mobilnya dan untuk pertama kalinya sejak berbulan-bulan yang lalu, dia kembali ke apartemen Ahyeon.
Jinwoo menengadah. Tidak banyak perubahan di sini. Bekas rumah lamanya masih kumuh dan penuh dengan penghuni rendahan. Sejauh ia memandang, tidak ada wajah baru, hanya tetangga lama yang memelototinya seolah ia turun dari tank tentara.
Melewati mereka tanpa niat menyapa一sungguh, apakah itu ada gunanya?一Jinwoo hanya mengangguk singkat pada Hyuk. Dia bergegas ke lantai 9, menuju unit 92 yang tak ingin ia datangi lagi.
Setelah mengetikkan password ulang tahun putranya, pintu terbuka.
Bau alkohol menghantam Jinwoo seperti gelombang musim panas, memenuhi paru-parunya dengan aroma yang biasanya ia temui di bar dan tempat lain yang ia hindari. Botol-botol kosong berbaris tak beraturan di lantai, sebagian menggelinding dalam posisi yang berbahaya, di tempat-tempat yang dulunya bersih dan tertata rapi.
Mata Jinwoo menyipit. Dia tidak suka ini.
"Asa?"
Memanggil si mantan istri, Jinwoo berjalan hati-hati di karpet usang yang butuh segera di cuci. Sepatu yang tidak ia lepas meninggalkan jejak kotor di sana tapi ia tidak peduli. Ia tidak akan membiarkan kulitnya menyentuh apapun. Tempat ini kotor dan menjijikkan.
"Asa一" Jinwoo memanggil untuk kedua kalinya tapi seketika berhenti.
Duduk di dapur dalam naungan cahaya remang-remang dengan sebotol alkohol di genggaman tangan kurusnya, Asa berkedip menatap Jinwoo. Dan sudah, hanya itu saja. Kalau dia terkejut karena kehadirannya, dia tidak terlalu menampakkan itu.
Jinwoo menarik sebuah kursi lalu mengurungkannya. Dia tidak mau kursi itu mengotori jas kerjanya mengingat ia masih harus ke ke kantor.
"Mana Jisung?"
Asa menuangkan alkohol ke gelas, meneguknya dengan suara keras. Jawaban darinya tak lebih dari acungan jari ke kamar Jisung dan pandangan yang tidak fokus.
Bersyukur kali ini wanita itu tidak menangis, Jinwoo melangkah ke arah yang ditunjuk dan membuka pintu.
Kamar Jisung kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
Determination ✔️
Fiksi Penggemar[TRIGGER WARNING : Buku ini mengandung konten kekerasan pada anak] Ketika pindah ke apartemen barunya karena pekerjaan, Lee Taeyong tidak mengharapkan apapun selain hidup tenang dan damai. Namun sejak bertemu Park Jisung, remaja yang punya keluarga...