Chapter 9 | Just For You

334 29 0
                                    

Budayakan vote sebelum membaca ya🐢

***

Sedari tadi Alan berjalan mondar – mandir di ruang tamunya. Ia menggerutu mengetahui ponsel Alana tidak aktif ketika ia coba menelponnya.

Perasaan bersalah pun mulai menghinggapinya. Jika saja ia bisa menjaga dirinya sendiri pasti kejadian ini tidak akan terjadi. Sintha yang berada disampingnya pun menangis dambil terus meminta maaf atas kecerobohannya.

“Alan , aku bener – bener minta maaf. Seharusnya aku gak pergu gitu aja ninggalin Alana.” Ujar Sintha dengan menyesal. Sesekali ia menyeka air matanya yang terus turun tanpa henti.

“Ini bukan salah kamu sintha, aku yang salah. Seharusnya aku gak ngeliatin kamu tadi” Alan membawa Sintha kedalam dekapannya. Sungguh ia tak bisa melihat wanita menangis didepannya. Apalagi itu orang yang berarti baginya, termasuk Sintha.

“Terus sekarang kita harus gimana?” Tanya Sintha.

“Aku udah nyuruh beberapa orang buat nyari Ana termasuk pa bimo. Sekarang aku mau nyusul mereka buat nyari disekitaran tempat konser.” Alan akan mencari dulu disekitaran sana. Jika ia tak menemukannya juga ia akan melapor kepada polisi dan memberitahu papih Alana.

“Aku ikut ya” pinta Sintha menawarkan diri.

Alan pun menggelengkan kepalanya tanda tak setuju. “Kamu pulang aja ya. Gak usah ikut nyari nanti kecapean.” Ujar Alan. “Nanti kalau Alana udah ketemu aku pasti kabarin kamu.”

“Yaudah, kalau gitu aku pulang sekarang”

"Aku anter. Gak ada penolakan." Tegas Alan.Alan pun
mengantarkan Sintha pulang. Setelah itu ia akan melanjutkan pencariannya.

***

Seorang gadis tengah duduk dihalte dekat tempat ia menonton konser. Sesekali gadis itu menoleh ke kanan dan ke kiri menunggu orang yang ia tunggu. Dia Alana.

Hari ini sungguh benar – benar hari sialnya. Tadi saat ia terus – menerus menelpon sintha, Alana baru sadar bahwa baterai handphone habis. Untung saja di sisa – sisa handphonenya mati ia sempat menelpon seseorang.

Akhirnya mobil silver yang ia kenal pun datang dan berhenti tepat didepannya. Alana pun langsung memasuki mobil itu.

“Untung gue ngangkat telpon lo Al, kalo enggak entar lo gimana coba? Lain kali baterai hp itu isi full biar kejadian kaya gini gak kejadian.” Nasihat Devan, teman Alana.

“Iya iya cerewet banget sih jadi makin gemes.” Ujar Alana sambil mencubit sebelah pipi Devan.

Devan memutar bola matanya malas. Jika Alana bertingkah imut seperti ini, ia tidak akan tega untuk memarahi. “Lo emang paling bisa ya buat gue luluh.” Gerutu Devan.

“Devan, gue laper. Makan yuk!!”Ajak Alana dengan semangat. “Tapi traktir ya”

“Dasar tukang gratisan.” Cibir Devan . “Kita makan di cafe depan sana aja ayo.”

Meskipun sering kesal dengan tingkah laku Alana, namun tetap saja Devan akan menuruti keinginan temannya itu. Setelah memarkirkan mobil, mereka pun masuk kedalam cafe tersebut.

Alana memesan banyak sekali makanan hingga membuat devan tak berkedip.“Buset rakus amat mbanya. Makin kurus aja tuh badan” sindir devan halus.

“Yaudah sih nanti gue olahraga. Tau gak lo? Gue itu lagi kesel sama temennya si Alan itu . temennya ninggalin gue gitu aja di konser tadi. Sumpah ya emang tuh dari awal gue rada gak suka sama tuh cewe.” Cerocos Alana tanpa henti.

Just For YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang