Selamat membaca dan jangan lupa vote🐢
***
Ingin rasanya Alan berteriak kencang saat ini saking bahagianya. Bagaimana tidak, Alananya itu menepati janji. Tiga hari ini gadis manis itu bersikap baik layaknya seorang istri idaman.
Makan bersama, menyiapkan segala keperluan Alan, atau bahkan berbincang berdua tanpa marah - marah. Kalau bisa Alan ingin menghentikan waktu , ayolah satu bulan serasa berjalan begitu cepat baginya.
"Mau nambah lagi?"
Alan tersenyum. Ia menggeleng pelan. Setidaknya itu pertanyaan ke 3 kali yang Alana ajukan padanya sejak tadi.
"Bisa - bisa berat badan saya nambah loh Ana"
Alana menggangkat bahunya pelan, seolah tak peduli.
"Emang harusnya gitukan? Tubuh lo eh kamu udah kaya lidi, gue eh aku takut kalau ada angin kamu bakalan terbang . "
Alan tertawa pelan mendengar nada bicara Alana yang aneh. Ya, ia menyuruh gadis itu mengubah gaya bicaranya menjadi aku-kamu. Supaya terbiasa.
"Nanti saya hilang dong"
"Terus aku sedih"
"Terus kamu nangis kejer deh"
"Lalu aku ngadu deh ke Papih"
"Ngadu apa coba?"
"Aku minta di nikahin lagi sama cowok ganteng. Masalah beres." Ujar Alana enteng.
Alan menatap Alana dengan serius. "Beneran kalo saya udah gak ada kamu bakalan nikah lagi?"
Alana menghembuskan nafasnya. Baru juga diajak bercanda. Dasar Alan, hidupnya terlalu serius.
"Yakali. Emang kamu mau kemana? Luar kota atau luar negeri? Udah biasa kali kamu gak ada."
Alan menjauhkan piringnya, ia sudah selesai makan. "Kalau saya dipanggil duluan oleh yang diatas, menurut kamu gimana?"
Alana berdehem pelan. Ia menatap lelaki itu tak kalah serius.
"Gue gak siap Al. Menurut gue kematian adalah hal yang paling menakutkan buat gue. Sama halnya mamih meninggal dulu, rasanya dunia gue hancur lebur."
"Tapi kenapa kamu gak siap? Bukankah saya tidak ada artinya di kehidupan kamu?" Tanya lelaki itu masih kurang puas dengan jawaban Alana.
Alana menatap tajam kearah Alan. Alan terlalu banyak bertanya dan ia tak suka itu. Alana tersenyum dengan paksa.
"Bahas yang lain aja ya Al, plis."
Alan memegang erat kedua tangan Alana. Tak ada penolakan dari gadis itu. Dengan berani Alan pun menatap manik matanya.
"Sekeras apapun kamu mencoba menyangkalnya, saya tahu saya sudah menjadi bagian dalam hidup kamu bukan. Kalau iya, saya senang. Ana, apapun yang akan terjadi nanti saya harap kamu akan selalu hidup bahagia yah dengan atau tanpa adanya saya."
***
Kata - kata Alan tadi masih terekam jelas dipikiran Alana. Entah kenapa hal - hal negatif muncul dipikiran gadis itu tentang Alan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Just For You
Fiksi RemajaBaru saja Alana merasakan hidup yang sebenarnya, ia lulus sebagai murid paling berprestasi di SMA Angkasa, ia diterima di Universitas Indonesia dan kini ia bebas melakukan apapun yang ia suka karena usianya sudah menginjak 19 tahun. Di tengah-tengah...