12 : Tamu tak diundang

1.8K 240 5
                                    

Pagi begitu cerah dengan secangkir kopi di atas meja. Haechan sedang asik membaca koran dengan berita utama berjudul 'Sudah ganteng, muda, multitalenta lagi. Lee Haechan kurang apa?'--ketika tiba-tiba Chenle datang lalu mengacaukan segalanya.

Laki-laki yang selalu tertawa nyaring dengan suara lumba-lumba itu menyerbu kopinya tanpa dosa hanya untuk dibuat terbatuk kemudian. Wajahnya menampakan suatu hal yang sukar terbaca.

"Ini kopi atau masa depan lo sih?! Kok pait amat?!" Haechan mendengkus tidak peduli, lalu kembali memfokuskan diri untuk membaca koran. Merasa terabaikan, Chenle pun beranjak dan menuju ke sebuah pintu besar berwarna putih. Di samping pintu itu terdapat beberapa tombol kata sandi untuk membuka pintu. Tanpa ragu, Chenle menekannya.

230400

Dan, pintu pun terkuak lebar, menampilkan sejumlah barang-barang berbau kemiliteran di dalamnya. Ada jaket loreng-loreng yang tersampir di sandaran sofa, lalu seseorang yang terbujur seakan tanpa nyawa di sana. Itu Jeno, pria dengan hidung sepanjang mainan perosotan.

Dengkuran halus terdengar, disusul oleh tawa singkat. Chenle tahu, Jeno sedang bermimpi yang bukan-bukan.

Chenle berjalan, menginjak karpet bulu dari Yunani senilai 150 juta rupiah. Kemudian laki-laki itu sampai di depan sahabatnya yang masih asik terlelap.

Chenle menarik nafas panjang, "LEE JENO, BANGUN! SAATNYA PERANG!"

Benar saja, tak lama setelah teriakan itu Jeno bangun, lalu mengambil senapan laras ganda dari balik sofa dan mengarahkannya pada Chenle. Merasa nyawanya terancam, Chenle pun hanya bisa mengangkat tangan dengan wajah tabok-able.

"Weits, kalem, bro! Nggak jadi perang kok, hehe." Chenle tertawa terpaksa, membuat Jeno melempar tatapan dinginnya.

"Holy shit, gue baru aja pulang nugas dari Makassar, Le! Lo--hhh." Jeno sejenak kehilangan kata-kata, laki-laki itu meremas rambutnya pelan.

Chenle mendekat dengan wajah merasa bersalah. "Ya sorry, Jen. Gue cuma lagi kesepian."

Terlihat dari wajahnya, laki-laki itu seakan menyimpan luka. Jeno paham, lalu menepuk bahu sahabatnya pelan.

"It's oke, tapi please jangan diulang," ucap Jeno tulus. Ia lalu meraih jaketnya dan melempar benda tersebut ke keranjang baju kotor.

"Lo kesini sendirian?" tanya Jeno tanpa menatap Chenle karena ia sedang sibuk memilih baju di lemari.

"Yoi!"

"Sudah makan?"

"Lom."

"Sudah mandi?"

"Dah."

"Sudah--"

"Bodo amat, babi! Lo kayak nanyain pacar aja." Jeno terkekeh mendengar umpatan Chenle yang ditunjukan secara istimewa padanya. Jarang-jarang lho, Tuan Muda Chenle mengucapkan kata-kata kasar.

Kemudian Chenle pergi, meninggalkan Jeno yang kini bersiap untuk mandi.

Saat Chenle masuk ke area dapur, dari belakang terlihat punggung seorang laki-laki yang mengenakan kemeja merah muda. Ia tengah memasak sesuatu di atas kompor hingga aroma masakannya melintas syahdu.

"Pake celemek, Na. Noda minyak itu susah hilang," tegur Chenle membuat laki-laki yang tak lain adalah Jaemin itu menoleh.

"Nanggung, Le. Udah mateng juga." Jaemin berbalik lalu menuangkan masakannya di atas piring datar berwarna putih. Di saat yang bersamaan, Haechan datang lalu langsung duduk tenang di kursi sebelah Chenle.

FORCED [Park Jisung]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang