Sudah lama sejak terakhir kali Nancy bertemu dengan sahabat kecilnya, Jung Jaehyun.
Laki-laki pemilik lesung pipi yang indah itu kebetulan sedang ditugaskan untuk bekerja di Indonesia. Dia ada di klub ini untuk menghibur diri di tengah suntuknya bekerja dan fortunely bertemu Nancy saat matanya yang mengedar ke seluruh ruang remang-remang.
Jaehyun cukup baik untuk ukuran tampang yang seperti play boy dan dia juga orang yang humble.
"Lo kelihatan lebih cantik dari empat tahun yang lalu," kata Jaehyun membuka pembicaraan sembari menuang soju ke dalam gelasnya dan gelas Nancy.
"Thanks." Nancy menyesap sedikit minumannya, membiarkan hawa panas mengaliri tenggorokan kemudian lanjut bicara. "Tapi, bukan itu kata-kata yang harusnya lo ucapin semenjak kita lama nggak ketemu."
"Oh, sorry," Jaehyun terkekeh. "Jadi, gimana kabar lo?"
"Eum, not bad."
"Ketahuan bohongnya," cibir Jaehyun. "Gue kenal banget sama lo meskipun udah lama nggak ketemu. Lo nggak akan mungkin minum-minum gini, kecuali ... hal yang sama terulang lagi."
Nancy terdiam dengan benak yang melayang pada kejadian empat tahun silam. Saat itu, ia masih kelas 12 SMA dan Jaehyun sudah memasuki tahun terakhir kuliah. Mereka bertetangga sejak kecil, yang mana perlahan-lahan membuat mereka semakin akrab meski rentang usia yang cukup jauh.
Nancy saat remaja sangatlah cantik, sampai-sampai anak satu komplek menjadikannya sebagai tipe ideal. Sampai ketika Nancy mulai merasakan jatuh cinta pada anak ketua RW yang terkenal karena gombalan mautnya. Sederhana, namun bermakna dalam buat Nancy.
"Kamu tahu pelangi? Iya, yang melengkung-lengkung kayak alisnya Mpok Ipeh. Aku suka lho sama pelangi, tapi semenjak ketemu kamu, pelangi bukan lagi prioritasku. Eh, tapi kamu juga perlu tahu satu hal, kamu dan pelangi sama-sama indah!"
Itu kata-kata yang Nancy ingat hingga saat ini. Senyumnya, tatapan tengilnya, dan suaranya yang menyejukkan seperti cendol di bulan puasa. Nancy sudah tidak cinta, tapi kenangannya terlalu sayang untuk dilupakan.
Oke, Nancy mungkin hanya akan mengingat ini untuk terakhir kalinya. Ia dan laki-laki anak ketua RW itu sempat menjalin hubungan selama dua bulan. Terlalu singkat, hingga Nancy merasa tidak rela jika harus berpisah.
Laki-laki itu meninggalkannya karena harus melanjutkan sekolah ke luar negeri. Nancy hancur, sangat-sangat hancur. Ia membutuhkan teman untuk bercerita. Di saat yang sama pula, Jaehyun terpaksa pamit untuk bekerja di salah satu perusahaan industri milik kerabatnya di Thailand. Itu adalah masa paling rumit untuk Nancy. Ia harus melepaskan dua orang sekaligus, pacarnya dan sahabatnya.
Tidak pernah ada dalam sejarah seorang Nancy bisa mengenang kenangan buruk, tapi untuk hari ini, mungkin sebuah pengecualian.
"Hey, look at me! Cerita apa yang mau lo ceritain, mumpung gue sekarang masih ada di depan lo." Jaehyun memiringkan wajahnya lalu menyesap soju sedikit demi sedikit.
Nancy mendengus. "Yups, lo betul. Ini soal asmara gue yang lagi-lagi gagal. Dan lagi, dia yang ninggalin gue."
Jaehyun tertawa tanpa suara hingga matanya menjadi bulan sabit dadakan. "Ironis banget jadi lo. Kenapa nggak cari yang baru?"
Benar juga. Kenapa Nancy justru berlarut-larut dalam kesedihan hanya karena ditinggal nikah oleh Jisung? Dia 'kan cantik, pemilik wajah blasteran terpopuler di kampus. Dia bisa menggaet mahasiswa sekampus, bahkan dosennya sekalipun.
"Kalau yang pacaran dua bulan aja move on-nya sampe setahun, apalagi yang pacarannya satu tahun. Move on-nya kudu berapa abad?" Nancy hiperbola. Padahal hatinya sarat akan kepedihan. Tidak mudah melupakan orang yang selama satu tahun mengisi hari-hari kita, percayalah.
Jaehyun menuangkan lagi soju ke dalam gelas mereka yang telah kosong. "Gue punya kenalan di Thailand. Dia ganteng..." Jaehyun tertegun lalu bergidik ngeri. "Please, jangan sampai orang itu tahu kalau gue bilang dia ganteng. Oke! Dia juga mapan dan udah punya anak perusahaan di beberapa negara. Gue bisa ngasih nomornya sekarang juga kalau lo mau."
"Belum sekarang, Jae. Gue masih perlu sendiri dulu, minimal sampai wisuda," Nancy menjeda ucapannya lalu menyesap soju. "Dan di saat itu, gue bakal cari jati diri gue dengan kerja di salah satu agensi punya teman Papa."
Jaehyun tidak menjawab, sibuk menikmati minumannya sembari mendengar dentuman musik keras yang sengaja diputar berulang-ulang. Nancy pun melakukan yang sama, hingga tanpa terasa mereka telah menghabiskan dua botol minuman.
Nancy mulai kehilangan kesadaran. Bicaranya sedikit melantur dan jalannya sempoyongan, untung saja Jaehyun masih sedikit sadar. Laki-laki itu pun merangkul Nancy kemudian membawanya keluar dari klub.
Sang raja siang langsung saja menyengat kulit mereka yang putih pucat. Untunglah mereka mengenakan pakaian serba panjang hingga tidak khawatir kulit mereka akan kemerahan.
Keduanya masih berjalan menjauhi klub dan berniat mencari letak mobil di parkiran saat suara berat seorang laki-laki menginterupsi langkah mereka.
🍂🍂🍂
Sebelum ini, Jisung tidak pernah benar-benar memilih. Apapun yang ia inginkan, bisa dengan mudah didapat hanya dengan lembaran uang atau kartu kredit.
Namun, hari ini ia dibuat bingung. Antara melepaskan lalu hidup bahagia atau kembali lalu hidup penuh rasa bersalah. Sebenarnya tidak ada yang lebih baik. Keduanya sama-sama bisa menghancurkan kehidupan Jisung di kemudian hari. Namun, sepertinya pilihan pertama cukup menjanjikan.
"Maaf, Nancy, gue ... nggak bisa," kata Jisung sembari menunduk dalam, seakan merelakan apa yang baru saja pergi.
Di depannya, Nancy tersenyum masam. "Gue udah tebak, ini yang akan jadi jawaban lo, tapi gue pura-pura nggak tahu biar hati gue tetap aman. Dan hari ini lo ngehancurin semuanya. Hati gue yang awalnya cuma pecah beberapa keping, sekarang benar-benar hancur. Makasih, Park Jisung."
Nancy berbalik lalu melangkah dengan Jaehyun yang masih setia mengekori. Namun, lagi-lagi langkah keduanya terhenti saat Jisung memanggil lalu berlari menyusul.
Dengan begitu saja, Jisung mendaratkan pelukannya pada Nancy. Memeluk gadis itu erat seakan-akan ini detik terakhir mereka bertemu. Kedua tangan laki-laki itu menepuk-nepuk punggung Nancy, yang dibalas dengan isak tangis.
Tanpa keduanya sadari, Heerin sedang berdiri beberapa puluh meter dari mereka sembari mencengkram erat plastik berisi kotak kue dari toko bakery ternama.
Matanya berkaca-kaca, nafasnya tertahan di tenggorokan yang otomatis membuat dadanya turut sesak. Ia meraih ponselnya lalu men-dial salah satu nomor yang akhir-akhir ini jarang ia hubungi.
"Halo, Sayang?"
"Pa, aku mau mobil. Apa aja yang penting warnanya nggak mencolok," kata Heerin tanpa berpikir dua kali.
"Oke. Yang sama kayak punya Papa, mau nggak?"
Heerin mengangguk walaupun tahu Baekhyun tidak bisa melihatnya. "Apa aja, Pa."
"Hari ini juga mobilnya datang. Nanti Papa hubungi kalau mobilnya udah sampe di basement apartemen kamu."
"Thanks, Pa."
"Anything, baby, anything."
🍂🍂🍂
Palangka Raya, 20 Oktober 2020
14.10 WIB
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED [Park Jisung]✓
Hayran KurguPark Jisung, mahasiswa tingkat akhir yang dipaksa menikah dengan bocah ingusan baru tumbuh gigi. Byun Heerin, gadis kelas 12 SMA yang dipaksa menikah dengan laki-laki baru puber penuh emosi. Tinggal dalam satu atap tidak membuat keduanya saling men...