Matahari mulai meninggi tatkala Heerin membuka pintu balkon apartemen mereka. Udara kotor karena bercampur dengan asap-asap kendaraan serta industri langsung menerpa wajahnya yang mulus, tetapi bukan itu masalahnya.
Ini pertama kalinya ia merasa terbang sangat tinggi, bahkan menembus langit ketujuh, lalu jatuh secara tiba-tiba. Meninggalkan rasa malu dan enggan berinteraksi dengan siapa saja.
Ia tahu, hubungannya dengan Jisung tidak akan pernah lebih. Mereka hanya menikah berdasar agama dan hukum, tidak dengan perasaan. Oleh karena itu, pelajaran hari ini membuatnya sadar untuk tidak lagi-lagi mengerjai Jisung.
"Gelo pisan ih!" dumal Heerin sembari menjambak rambutnya pelan ketika teringat kejadian tadi. Tanpa sengaja telapak tangannya menyetuh area leher, membuat ia tertegun sejenak. Segera gadis itu berlari menuju cermin besar dan mulai berkaca di sana.
"Damn it!" Lagi-lagi Heerin mendumal kala mendapati beberapa tanda merah keunguan dari leher terbawah hingga nyaris sampai ke garis rahang. Heerin menggosoknya beberapa kali, tapi nihil, tanda itu tak kunjung menghilang. Kemudian ia pasrah saat menyadari usahanya sia-sia.
Gadis itu berjalan kembali ke balkon. Ia memandang jauh ke arah yang tidak pasti sampai matanya menangkap sebuah gedung yang tak kalah tinggi dari gedung tempat tinggalnya saat ini. Gedung itu nampak dekat, dengan jendelanya yang menyilaukan saat diterpa sinar matahari. Kalau tidak salah ingat, itu adalah Kim Corp, perusahaan milik Irene.
Yah, seandainya di luar sana tidak ada Jisung dan teman-temannya, sudah pasti Heerin akan keluar dan berkelana kemana saja. Ia terlalu jenuh jika harus selalu mengurung diri begini. Akhirnya, Heerin memutuskan untuk membersihkan diri.
Rendaman air hangat bercampur bunga mawar dalam bathtub sepertinya cukup untuk merelaksasi pikirannya yang akhir-akhir ini buntu. Aroma terapi dari lilin yang sengaja ia nyalakan dan diletakan di samping bathtub melintas melewati hidungnya yang bangir. Ketenangan itu tidak berlangsung lama karena suara pintu kamar mandi yang diketuk mengembalikannya pada realita.
"Heerin?"
"Apa?" sahut Heerin dari dalam, tanpa berniat untuk beranjak.
Jisung tidak menjawab, namun terdengar suara gaduh di luar sana yang berhasil membuat Heerin penasaran. Gadis itu pun bangkit dengan malas-malasan lalu memakai bathrobe-nya asal.
Klek!
Pintu kamar mandi terbuka, lalu selanjutnya...
"AAAAAAAAAAAAAAA!!"
Jisung ternyata sedang berganti pakaian dan tepat ketika Heerin keluar, laki-laki itu tengah memakai celana jeans-nya.
Mendengar teriakan, Jisung pun mempercepat kegiatannya, kemudian menatap Heerin dengan wajah memerah sampai ke telinga.
Brak!
"Ada apaan?!"
"AAAAAAAAAAAAAA!!"
Kali ini, Jisung yang berteriak histeris saat matanya menatap seraut wajah milik sahabat-sahabatnya.
Sementara yang lain hanya bisa mengerjap polos. Jaemin yang kali ini paling waras pun segera membungkam mulut Jisung dengan roti tawar yang diambilnya di dapur tadi. Wajah laki-laki yang berprofesi sebagai dokter kandungan itu kelihatan lelah.
"Kenapa sih, Cung?!" tanyanya dengan segenap emosi yang menggunung.
Jisung menggeleng berkali-kali, lalu mengunyah roti di mulutnya dengan cepat. Setelah tertelan habis, ia mendorong tubuh sahabat-sahabatnya keluar. Mereka berontak dengan wajah tidak terima.
![](https://img.wattpad.com/cover/222777078-288-k731744.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
FORCED [Park Jisung]✓
FanfictionPark Jisung, mahasiswa tingkat akhir yang dipaksa menikah dengan bocah ingusan baru tumbuh gigi. Byun Heerin, gadis kelas 12 SMA yang dipaksa menikah dengan laki-laki baru puber penuh emosi. Tinggal dalam satu atap tidak membuat keduanya saling men...