Epilog

2.3K 203 36
                                    

Seoul, 17 Desember 2025

Salju sejak pagi terus berguguran, memenuhi jalanan yang nampak ramai oleh pejalan kaki meskipun cuaca sangat ekstrim.

Seorang wanita berjalan sendirian dengan mantel tebal dan syal yang melilit lehernya. Ia sesekali menengadahkan tangannya untuk menyambut butiran salju.

"Mau kemana, Rin?" Wanita itu menoleh, lalu tersenyum pada seseorang yang tadi menegurnya dari depan gedung apartemen yang baru saja ia lewati.

"Mau ngopi, Ter!"

"Sekalian ketemu Sungchan, ya?"

Heerin mendengus saat Winter lagi-lagi meledeknya. Kemudian, ia kembali berjalan, meninggalkan Winter yang tertawa meledek.

Lima tahun, Seoul menjadi tempat tinggal Heerin untuk meneruskan masa depannya yang sempat tertunda. Ngomong-ngomong, dia sudah wisuda tahun lalu dan hanya dihadiri oleh Baekhyun dan Taeyeon.

Awalnya ia datang hanya berbekal kamus bahasa Korea, tetapi untungnya di sini ada Winter---sepupu jauhnya dari pihak Taeyeon.

Winter sudah lama menetap di Seoul bersama keluarganya, jadi Heerin dapat dengan mudah belajar dan menghafal segala sesuatu tentang Korea Selatan.

"Rin, tungguin gue!"

Heerin berdecak ketika Winter berteriak dan mengejarnya dari belakang. Kemudian keduanya berjalan berdampingan sembari masing-masing memasukan kedua tangan ke dalam saku mantel yang hangat.

"BTW, lo kapan pulang ke Indonesia?" Winter membuka suara, matanya melirik pada Heerin yang kini tersenyum tipis.

"Tunggu gue siap," sahut Heerin sambil mengeluarkan sebelah tangannya untuk menyambut butiran salju. Padahal ini sudah lewat lima tahun dan orang manapun tahu bahwa itu bukanlah waktu yang sebentar. Namun, tetap saja Heerin merasa ada sebagian kecil dari hatinya yang masih terluka. Heerin tidak tahu kapan ia akan siap untuk kembali, untuk menatap masa lalunya yang sudah memiliki kehidupan bahagia.

Kafe minimalis di tengah padatnya ibu kota tentu saja surga tersendiri bagi Heerin. Ia dan Winter kini memasuki bangunan itu dan langsung mendudukkan diri di bagian tengah-tengah untuk mendapatkan kehangatan.

Aroma pahitnya kopi bercampur dengan aroma manisnya roti seketika menerpa indra penciuman mereka. Winter dengan sukarela memesan menu, sedangkan Heerin hanya duduk diam sambil mengetuk-ngetuk meja dengan telunjuknya.

Tidak beberapa lama, Winter kembali. Namun, gadis itu tidak sendiri. Ada seorang laki-laki tinggi dengan wajah polos yang senantiasa mengekori Winter layaknya anak ayam dengan induknya.

"Ck, kesel gue!"

Heerin mengernyit saat Winter duduk sambil misuh-misuh, lalu laki-laki tinggi tadi menyusul. Duduk di antara dua perempuan yang sama-sama memiliki sikap dingin.

"Ini, si Sungchan. Gue bilang nggak usah dibayarin malah maksa!"

Sungchan---laki-laki yang baru saja disebut hanya bisa menggaruk kepala belakangnya dengan bingung. Ia tidak bisa Bahasa Indonesia, jadi mau bagaimanapun Winter mau mengumpatinya, dia tidak akan pernah paham.

"Apa aku melakukan suatu kesalahan?"

Melihat wajah polos Sungchan, membuat Heerin ingin menyemburkan tawanya. Ini adalah salah satu hiburan yang tidak boleh dilewatkan!

Winter dan Sungchan akan berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda adalah hal paling lucu yang pernah Heerin lihat.

"Iya! Lo tuh ngeyel banget, sih! Gue udah bilang nggak usah bayarin pesanan gue! Jancuk banget, tau nggak?!" omel Winter tanpa peduli jika beberapa orang dari meja terdekat menoleh dengan wajah penasaran.

FORCED [Park Jisung]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang