💦 2 💦

150 14 2
                                    

Rannesa merasa sangat berbunga-bunga ketika berjalan bersisian dengan Juan. Meski ada banyak pasang mata yang memperhatikan mereka, Rannesa memilih bodoamat. Bisa bersama dengan Juan seperti ini adalah moment yang sangat langka. Dan dia harus menikmatinya.

"Lo ada rekomendasi tempat makan yang enak nggak?" Tanya Juan.

"Emang Kak Juan mau makan apa?" Tanya Rannesa balik.

"Apa aja sih, yang penting makanannya enak."

"Suka....masakan tradisional nggak?" Tanya Rannesa hati-hati.

"Favorit banget." Jawab Juan antusias.

"Yaudah kalo gitu kita ke restoran langganan gue aja, Kak." Ujar Rannesa sumringah dan diangguki oleh Juan.

Rannesa mengikuti langkah kaki Juan menuju parkiran sepeda motor. Perasaan Rannesa seketika berubah tidak enak. Dan benar saja, Juan berhenti tepat disamping motor sportnya.

Rannesa meneguk salivanya susah payah, tangannya gemetar ketika membayangkan dia menaiki sepeda motor. Rannesa cepat-cepat mengontrol dirinya dan berjalan mendekat pada Juan. Dia tidak boleh begini, dia harus kuat. Ini moment langka dimana dirinya bisa jalan berdua dengan Juan.

"Ayo." Ajak Juan sembari menyerahkan helm pada Rannesa.

Rannesa masih diam. Perasaannya terus menolak agar dia tidak menaiki sepeda motor tersebut. Dan Rannesa memang tidak bisa menaikinya. Ranneaa tidak bisa melawan traumanya.

"Kenapa, Ran? Kok diam?" Tanya Juan bingung.

"Kak....gue nggak bisa naik motor." Ujar Rannesa lirih. Dia pasti terlihat aneh dimata Juan karena takut naik motor.

Juan terdiam sebentar sembari menatap dalam pada Rannesa yang tampak memucat. Dia segera turun dari motornya.

"Ayo, kita naik taksi aja kalo gitu." Ujar Juan sembari menggenggam tangan Rannesa yang berkeringat dingin karena ketakutannya naik sepeda motor.

"Ta-..tapi motor Kakak?"

"Nggak papa, nanti gue ambil kalo kita sudah selesai makan." Juan tersenyum hangat pada Rannesa yang seketika membuat perasaan Rannesa ikut menghangat.

Ganggaman tangan Juan terasa hangat dan membuat perasaan Rannesa seketika berbunga-bunga. Seperti ini saja rasanya Rannesa sangatlah bahagia.

💦💦💦

Mobil lamborghini berwarna merah itu melesat dijalanan kota Jakarta yang tampak ramai. Dibiarkannya rambut serta wajahnya diterpa angin karena atap mobil yang sengaja dibuka. Beruntung matahari sedang tidak terlalu terik.

Dibalik kacamata hitam yang dia pakai, dia memperhatikan setiap sisi jalan yang dilaluinya. Mungkin ini untuk yang pertama kalinya dia kembali berkendara dijalanan kota ini setelah sepuluh tahun lamanya dia tak pernah menginjakkan kakinya di tempat ini.

Raffanko melihat ponselnya yang terus saja bergetar dan menampilkan panggilan dari Liam. Dia tahu laki-laki itu pasti sedang marah-marah karena mobilnya Raffanko pakai diam-diam ketika dia tertidur pulas di apartemen. Raffanko sejak tadi terus mereject panggilan itu dan kembali meneruskan perjalanannya.

Raffanko melajukan mobilnya mengikuti arahan GPS diponselnya. Dan mobil itu berhenti ketika dia sudah sampai ditempat tujuannya. SMA Nirwangga.

Raffanko menatap bangunan sekolah yang tampak megah itu. SMA Nirwangga adalah sekolah swasta yang terkenal elite dan bergengsi. Dan sekolah tersebut sangat selektif dalam memilih para muridnya karena tidak sembarang orang bisa bersekolah disana.

Splash HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang