💦 15 💦

100 13 3
                                    

Jam pelajaran pertama terlewati dan ini sudah saatnya istirahat. Rannesa menghabiskan banyak waktu di ruang BK untuk menyelesaikan masalahnya dengan Marlo dan Sina. Mereka dipanggil secara terpisah agar tidak terjadi keributan lagi karena sepertinya Sina akan sangat murka setiap bertemu Rannesa.

Rannesa tidak banyak ditanyai dan semua masalah lebih dilimpahkan pada Marlo dan Sina yang terbukti menyerang Rannesa lebih dulu.

Jujur saja Rannesa masih tidak mengerti apa yang terjadi saat ini. Seperti orang bodoh Rannesa harus merasakan semua kebencian dan dendam yang ditujukan pada Julia karena dia berperan menggantikan Julia.

"Sial benget sih nasib gue." Batin Rannesa menggerutu.

"Nona baik-baik saja?" Tanya Bono.

"Muka saya nunjukin baik-baik apa gimana?" Sahut Rannesa. Sebal rasanya ditanya seperti itu disaat keadaannya tidak baik-baik saja.

"Mau saya belikan makanan atau minuman, Nona?" Juki menawarkan diri.

"Minuman isotonik yang dingin boleh deh. Terserah mau berapa aja." Ujar Rannesa sembari menyerahkan uang yang tadi pagi diberikan oleh Hilman untuk uang saku Rannesa pada Juki.

Juki mengangguk patuh sembari menerima uang itu lalu melesat menuju kantin sekolah. Sedangkan Bono masih tetap menjaga Rannesa.

Rannesa sudah tidak peduli dengan para siswa siswi yang menatapnya dengan berbagai ekspresi meski sebenarnya dia sangat risih dan ingin situasi ini segera berakhir. Dia memilih bodoamat dan terus berjalan masuk ke gadung kelas dua belas.

"PEMBUNUH!" Teriak Sina dari dalam gedung kelas dua belas. Disampingnya ada Marlo yang menatap Rannesa dengan penuh dendam.

Rannesa yang baru saja masuk ke gedung itupun terkejut mendengar teriakan Sina. Bagitupun para siswa siswi kelas duabelas yang mulai berkerumun menonton mereka, bahkan siswa siswi jurusan IPA juga mulai berkumpul dipagar pembatas lantai atas dan menonton kebawah.

Sina maju kehadapan Rannesa dengan wajah penuh amarah. Bono berniat maju menghalau tapi ditahan oleh Rannesa.

"Dasar pembunuh!" Ucapnya sembari menujuk wajah Rannesa dengan marah.

Rannesa tersinggung dengan kelancangan Sina menujuk wajahnya sehingga dia menepis kasar tangan Sina dari depan wajahnya. Andai saja Sina tau bahwa Rannesa lebih tua darinya, apa dia masih tetap selancang ini dengan Rannesa.

Marlo ikut maju kehadapan Rannesa dan menatapnya sangat tajam. "Masih berani lo kesini dan masih punya muka lo masuk ke sekolah setelah apa yang lo lakuin hah?!" Tanyanya begitu tajam dan dingin.

Mereka semakin menjadi tontonan orang-orang dan ini sangatlah menyebalkan bagi Rannesa. Terlebih dia harus menerima tuduhan dari Sina dan Marlo padahal dia sama sekali tidak tau apapun.

Rannesa maju kehadapan Marlo lalu mendongak untuk menatap wajah Marlo yang lebih tinggi darinya. Tatapan Rannesa begitu tajam dan tak takut sama sekali. "Kenapa gue harus takut? Kenapa gue harus nggak punya muka untuk ke sekolah ini? Apa hak lo melarang gue?" Tanyanya menantang.

Semua yang melihat kejadian itu cukup terkejut melihat keberanian Julia. Setau mereka Julia bukanlah sosok yang seberani itu.

"Dari tadi kalian selalu bilang kalo gue ini pembunuh. Bisa kasih tau gue apa yang sudah gue lakuin dan siapa yang sudah gue bunuh?" Tanya Rannesa sembari menahan rasa geramnya.

Melihat keberanian Rannesa membuat Marlo semakin murka. Dia lantas menjepit keras rahang Rannesa hingga Rannesa merintih sakit. "Bangsat! Enak banget lo lupain gitu aja apa yang sudah lo perbuat hah?!!" Sentak Marlo tampak sangat murka.

Splash HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang