💦 Prolog 💦

245 20 1
                                    

💦💦💦

Hujan tiba-tiba mengguyur bumi dengan deras. Cuaca memang sering berubah-ubah secara tiba-tiba. Disaat matahari sedang terik-teriknya, hanya dalam hitungan menit atau detik pun bisa berubah mendung dan langsung turun hujan deras seperti saat ini.

Baik pejalan kaki maupun pengendara motor berusaha mencari tempat berteduh atau hanya sekedar singgah untuk memasang jas hujan. Tak terkecuali orang-orang yang beraktivitas diluar ruangan juga menghentikan aktivitasnya dan memilih tempat untuk berteduh.

Termasuk seorang gadis cantik yang tengah memeluk beberapa bukunya sambil berjalan keluar dari ruang kelas setelah pelajaran mata kuliahnya selesai. Sesaat gadis itu menghela nafas berat sambil memandang tiap tetesan air hujan yang lagi-lagi datang secara tiba-tiba.

Namanya Rannesa Kanya Ziany. Rambutnya panjang sedikit melebihi bahu dan sudah hampir setahun dia warnai coklat. Kulitnya yang putih bersih semakin menambah nilai plus untuk wajah cantiknya. Dia seorang Mahasiswi, jurusan manajemen, semester 5. Berumur 21 tahun.

Rannesa merogoh Tote Bagnya mencari payung lipat berwarna biru tua yang selalu dia bawa setiap hari. Entah untuk berlindung dari hujan ataupun panasnya sinar matahari. Gadis itu membuka payungnya dan lanjut berjalan menerobos hujan menuju halte bus diseberang jalan didepan kampusnya.

Suasana Halte agak ramai dijadikan tempat berteduh dadakan. Rannesa mengambil duduk ditempat paling ujung yang masih tersisa. Dia meletakkan bukunya dikursi, lalu mengatup payungnya dan menaruhnya disamping kaki kirinya. Kemudian dia duduk dibangku itu sambil memangku buku-bukunya yang dia pinjam dari perpustakaan untuk bahan belajarnya karena seminggu lagi mereka akan melaksanakan UAS.

Hujan masih deras meski sudah 15 menit berlalu. Orang-orang yang tadi berteduh memilih menerobos hujan dan menyisakan mereka yang tengah menunggu bus saja.

Sejak tadi Rannesa memandang tetesan air hujan yang terus berjatuhan. Meski raganya ada disana, tapi tidak dengan pikirannya. Sebab hujan, terus membuatnya mengingat setiap kenangan tentang dia.

Yang mereka tunggu akhirnya tiba, sebuah bus berhenti didepan Halte. Para penumpang bus itu berhamburan keluar menembus hujan dan ada juga yang memilih berteduh di Halte dahulu. Mereka yang sedari tadi menunggu bus pun segera masuk kedalam bus. Begitupun Rannesa yang cepat-cepat masuk kedalam bus untuk menghindari air hujan lebih banyak mengenai tubuhnya. Dia memilih duduk didekat jendela, tempat favoritnya.

Sepanjang jalan Rannesa memilih menikmati rintik hujan yang terus turun melalui kaca jendela bus dalam diam hingga tak sadar hujan telah reda dan bus telah berhenti di Halte berikutnya.

Rannesa keluar dari bus. Gadis itu berdiri menatap gedung besar bertulis 'Dandelion Hospital' dihadapannya yang menjadi tempat tujuannya usai kuliah. Setelah menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, dia segera melangkahkan kakinya memasuki rumah sakit itu yang sudah seperti rumah kedua bagi dia dan keluarganya sejak 2 bulan terakhir.

Dia terus berjalan melewati koridor menuju ruang VIP no 205, tempat seseorang yang sangat berharga bagi Rannesa tengah dirawat.

'BRUK!'

"Awwww!!!" Pekik Rannesa saat tubuhnya bertabrakan dengan seseorang dibelokan koridor hingga pantatnya sukses mencium dinginnya keramik dilantai koridor rumah sakit tersebut.

"Maaf, maaf, saya tidak sengaja." Ucap orang yang menabrak Rannesa sambil membantu Rannesa merapikan buku-bukunya yang berhamburan di lantai.

"Iya, tidak apa-apa, Pak. Saya juga salah karena berjalan sambil menunduk." Ucap Rannesa setelah bangkit berdiri. Dia menatap seorang pria yang berumur sekitar 45 tahunan dihadapannya itu.

"Ju....lia," Ucap pria itu lirih sambil menatap lekat Rannesa.

Rannesa mengernyit bingung bercampur heran. "Maaf, saya bukan Julia, Pak." Kata Rannesa canggung karena mendapat tatapan selekat itu.

"Bu.....kan Julia?" Lirih pria itu lagi.

"Iya, Pak. Nama saya Rannesa, bukan Julia."

"Oh...maaf." Ucapnya.

"Tidak apa, Pak. Kalau begitu saya permisi." Ucap Rannesa menunduk sopan dan diangguki oleh pria itu.

Rannesa kembali meneruskan langkahnya menyusuri koridor rumah sakit tersebut. Langkahnya baru berhenti ketika dia sampai didepan ruang VIP no 205. Dia memantapkan hatinya agar tetap tegar ketika masuk kedalam ruangan itu.

Perlahan dia menarik pelan kempo pintu ruangan tersebut lalu masuk. Hati Rannesa selalu terasa sakit saat melihat seorang anak laki-laki berumur 10 tahunan yang tengah terbaring lemah diatas bangkar dengan selang infus yang selalu terpasang di tangannya. Ventilator atau alat bantu pernafasan yang juga selalu terpasang di hidungnya. Lalu monitor yang menampilkan kondisi detak jantung, kadar oksigen dalam darah ataupun tekanan darah pasien.

Rannesa berjalan menuju bangkar dan duduk di kursi disamping bangkar tersebut. Mata Rannesa tak bisa lepas menatap keadaan adiknya tersebut, dalam hati dia terus berdoa agar adiknya segera siuman.

"Hallo, Elvan?" Sapa Rannesa lirih meski tak ada jawaban. Dia menggenggam erat kedua tangan lemah Elvan yang masih setia memejamkan matanya. Setiap mengingat kejadian dua bulan silam, rasanya Rannesa tidak bisa memaafkan dirinya sendiri seumur hidup.

"Cepat bangun, Elvan. Kakak rindu sama kamu." Lirih Rannesa tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah tenang Elvan.

Tanpa Rannesa sadari, ada orang yang sedari tadi berdiri dibalik pintu ruangan itu. Dia terus menatap pintu itu dalam diam. Kemudian dia berbalik dan menatap pria berusia 33 tahunan yang setia berdiri dibelakangnya.

"Cari tau semua hal tentang gadis itu. Informasi sekecil apapun itu, cari tau semuanya tanpa ada yang terlewat." Titahnya.

"Baik, Tuan." Ucap pria 33 tahunan itu.

Kemudian mereka berbalik pergi meninggalkan tempat itu.

💦💦💦

Splash HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang