💦 13 💦

123 9 2
                                    

Rannesa menghela nafas berat berkali-kali. Dia menatap pantulan dirinya didepan cermin dengan tampang pasrah kala para maid mendandaninya sejak tadi. Dia sudah bilang bisa berdandan sendiri, tapi para maid itu tetap memaksa untuk mendandaninya karena itu sudah menjadi tugas mereka.

"Emang aku selalu begini ya tiap hari?" Tanya Rannesa pada Bita yang tengah menata rambutnya.

"Iya. Nona Julia kurang bisa dandan makannya Tuan Julian memperkerjakan kami." Jawan Bita jujur.

"Bita! Yang sopan kamu!" Tegur Merry.

Rannesa tertawa karena tingkah Bita yang menurutnya sangatlah polos dan terlalu jujur. Dia selalu mengatakan apapun yang ada dipikirannya.

"Nggak papa Kak Merry. Aku malah suka kejujuran dia." Ujar Rannesa.

Bita tersenyum senang dibela oleh Rannesa.

"Jangan terlalu baik-baik, Nona. Nanti bisa-bisa dia bertingkah." Pesan Merry.

"Aku nggak begitu kok." Bantah Bita.

"Nggak apa-apa. Aku malah senang kalo kalian nggak bersikap sungkan sama aku." Kata Rannesa.

"Maaf Nona, kami tidak pantas bersikap begitu." Sahut Merry sopan.

Rannesa menghela nafas berat dan mengangguk, percuma berdebat dengan Merry. Jujur saja dia salut dengan sikap Merry yang tegas dan sangat konsisten. Tapi dia juga risih karena mereka semua selalu bersikap formal padanya.

"Sudah selesai." Seru Bita senang.

Rannesa menatap penampilannya dicermin yang tampak mirip dengan sosok Julia karena style yang dibuat para maid itu.

"Nona Julia sangat cantik." Puji Erni yang baru saja kembali dari walk in clothes sembari menenteng jas sekolah Julia yang berwarna abu-abu, ciri khas SMA Nirwangga.

"Terimakasih." Ucap Rannesa sembari tersenyum.

💦💦💦

"APA?!!" Liam memekik terkejut dengan apa yang baru saja Kakek Hardian ucapkan.

"Kenapa? Tidak mau?" Tanya Kakek Hardian yang duduk dihadapan Liam.

Saat ini mereka tengah berada diruang keluarga karena Kakek Hardian meminta Liam untuk menghadapnya usai sarapan.

Liam menoleh pada Ayahnya yang duduk disamping Kakek Hardian. Dia meminta penjelasan dan sang Ayah yang tengah meminum tehnya memberikan anggukan atas tatapan bertanya Liam.

"Yaaaaaaaaaaahhhhhh!" Liam mengeluh kesal.

"Kakek tidak terima penolakan. Pokoknya mulai hari ini kamu Kakek tugaskan untuk membantu Raffa dalam proyeknya selama disini. Singkatnya kamu jadi asisten dia." Ujar Kakek Hardian.

"Tapi Kek.....Pa...." Rengek Liam.

"Papa setuju dengan Kakek. Kamu harus ada kesibukan supaya nggak keluyuran nggak jelas terus." Ujar Aydin, Ayah Liam.

"Ah nggak seru!"

"Berhenti bersikap kekanakan Lim. Kamu harus bisa menata masa depan kamu nantinya. Belajar mandiri, jangan terus bergantung pada Papa dan Kakek." Ujar Aydin menasehati.

Liam semakin lemas dan lesu bila dinasehati begini. Dia paling tidak suka dinasehati, dia lebih suka diomeli saja.

"Coba kamu contoh Raffa. Lihat dia sudah sukses dan menjadi CEO diusianya yang masih muda. Bahkan GREENARZ Group berkembang pesat dibawah kepemimpinannya." Kata Kakek Hardian.

"Dih Kakek nggak boleh membandingkan orang begitu." Protes Liam.

"Kakek cuma mau kamu menjadi seperti dia, Lim. Kamu pewaris MW Group, tapi kemampuan kamu untuk memimpin perusahaan masih sangat minim." Ungkap Kakek Hardian.

Splash HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang