Ini adalah hari kedua setelah kepergian Taehyung menuju ke Paris.
Aeryn terlihat baik-baik saja meskipun hatinya kemarin terasa sangat berat tatkala melihat Taehyung yang dicintai pergi. Mungkin ia terlihat berlebihan, akan tetapi apa yang ia rasakan kemarin memang seperti itu. Ia tidak berbohong ketika ia tidak bisa merelakan kepergian Taehyung yang nantinya akan kembali lagi pada dirinya.
Hanya lima hari, Taehyung berjanji seperti itu. Tapi rasanya, Aeryn seperti tidak bisa percaya dengan itu. Bukan karena ia tidak percaya lagi dengan Taehyung, ia hanya tidak percaya dengan apa yang dijanjikan oleh pria itu. Benarkah hanya lima hari?
Aeryn tidak tahu dengan perasaan aneh yang sudah menyelimuti hatinya dari kemarin hingga kini. Yang hanya bisa ia lakukan adalah berdoa yang terbaik untuk pria itu agar sesuatu yang buruk tidak akan terjadi di sana.
Penerbangan yang dilakukan Taehyung kemarin berjalan dengan lancar. Tidak ada kendala sama sekali, itulah yang Aeryn dengar dari Taehyung ketika pria itu memberikannya kabar setelah sampai di tempat tujuan.
“Aeryn, sudah makan?”
Suara berat itu memenuhi indra pendengaran milik Aeryn. Itu bukan Taehyung, melainkan ayahnya, Tuan Kim. Beliau juga sekaligus satu-satunya ayah mertua yang hanya bisa Aeryn miliki di dunia. Sosoknya sangat baik, penuh perhatian, dan sangat lemah lembut. Melihat wajahnya membuat Aeryn jadi seperti sedang melihat wajah Taehyung, ayah dan anak itu memang benar-benar memiliki bentuk wajah dan karakter suara yang sama. Aeryn sampai tidak mengerti kenapa hal itu bisa terjadi.
“Sudah, Ayah. Aku sudah makan,” ia menjawab sambil tersenyum ke arah pria lanjut usia itu. “Ayah sendiri sudah makan?” ia melontarkan kembali pertanyaan yang sama.
Tuan Kim membalas senyuman dari putrinya itu. “Sudah. Ayah sudah makan,” jawabnya kemudian.
Aeryn hanya mengangguk mengerti sebab tidak tahu lagi harus berbicara seperti apa. Bukan karena ia masih canggung berhadapan dengan ayah mertuanya itu, akan tetapi yang ia lakukan saat ini adalah sibuk memperhatikan seluruh isi kamar lama milik Taehyung yang masih remaja dulu hingga pria itu memutuskan untuk hidup mandiri dan kamar ini pun jadi tidak berpenghuni.
Meskipun begitu, kamar tersebut tentu saja tidak dibiarkan berdebu. Banyaknya para pekerja yang bekerja di rumah ini digaji karena sebagian tugasnya adalah membersihkan setiap debu yang menempel di setiap sudut ruangan, termasuk kamar lama Taehyung yang akan tetap selalu dijaga sekaligus dirawat. Banyaknya koleksi furniture mainan-mainan kecil yang pria itu miliki pun keberadaannya masih tetap sama, terpajang di dalam lebarnya lemari kaca dengan sangat rapi.
“Kau sudah pernah melihat ini?” Tuan Kim tiba-tiba memberikan sesuatu yang berbentuk seperti sebuah buku, namun lebih tebal.
Rupanya itu adalah album foto yang waktu itu sempat pernah Aeryn buka dan lihat. Isinya adalah foto-foto Taehyung dari semasa kecil hingga pria itu beranjak dewasa.
“Aku sudah pernah melihatnya. Foto-foto Taehyung sangat lucu, dia memang sudah terlahir dengan wajah tampan.” Aeryn tersenyum sambil menerima album foto yang diberikan Tuan Kim tersebut, kemudian ia membukanya kembali. “Tidak hanya dia saja, tetapi kau juga tampan, Ayah. Saat masih muda seperti ini,” Aeryn menunjuk foto Tuan Kim yang sedang menggendong Taehyung sambil tersenyum. “Kalian berdua memang benar-benar sangat mirip. Seperti kembar.”
Tuan Kim hanya mampu geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Sebelumnya Taehyung sudah pernah bercerita bahwa Aeryn itu sangat manis dengan tingkah lakunya, rupanya apa yang dikatakan putranya itu memang benar.
“Kau tidak bertanya tentang ibunya Taehyung?”
Tuan Kim tiba-tiba bertanya seperti itu dan langsung membuat Aeryn berhenti membuka album foto tersebut. Terdiam sejenak seperti berpikir tentang sesuatu. Seingatnya dulu, Jimin pernah berkata bahwa Ibu Taehyung pergi meninggalkannya, dan Taehyung merasa benci dengan dirinya sendiri ketika ia masih bisa mengingat tentang ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PIECES | KTH
Fanfiction[𝐁𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐝𝐢𝐫𝐞𝐯𝐢𝐬𝐢] "Aeryn, mau menikah denganku tidak?" Berawal dari keisengannya yang bermain-main di tempat mewah milik Park Jimin hanya untuk menenangkan pikirannya, alasan klasik memang. Tetapi siapa sangka jika alasan klasik itu mamp...