Mungkin hari ini akan terhitung tahun ke empat 'kalau kita masih' bersama-sama. Tapi sudah lah, kamu adalah tokoh di masa yang berbeda, kan? Sekarang tulisan ini menjadi milik banyak orang, yang sama-sama pernah mencintai seseorang, bertahan bertahun tapi tak kunjung berbalas. Bukan lagi dariku untukmu.
Beberapa hari yang lalu aku menghubunginya, via direct message di instagram. Jariku gemetar, setelah lebih dari 2 tahun tidak bersua, rasanya cerita usang yang pernah hadir itu semakin asing.
Tawanya masih renyah.
" Serius? Kenapa nggak pernah bilang kalau kamu masih menyimpan rasa selama itu?"
Aku membaca berulang kali balasan dari dia.
" Memangnya kenapa harus bilang? Nggak semua hal harus kamu tahu, ya walaupun akhirnya tetap saja kamu tahu, sih."
Percakapan iseng itu berbuntut panjang, apa yang harusnya aku simpan berujung berbagi.
" Bagaimana kabar perempuanmu?" jariku lincah sekali mengetik kalimat itu, ingin ku tarik tapi keburu di baca.
" Perempuanku? Kamu?" balasnya.
Aku merutuk tapi dia hanya tertawa, lalu bercerita.
" Jadi lelakimu sendiri bagaimana?"
Aku tersenyum, pertanyaan itu muncul juga.
" Dia baik, dia sabar, dia hampir mirip seperti kamu. Hanya saja dengan raga dan sifat yang berbeda."
Dia kembali tertawa, aku tidak mau sombong dengan lelaki yang sekarang berusaha membuatku tersenyum sepanjang waktu. Tapi dia juga perlu tahu, aku sudah mampu berdiri setelah lama tersungkur, tunas yang sempat patah juga lekas membaik dan tumbuh.
Tidak banyak yang aku tahu tentang dirinya sekarang, yang jelas dia menjadi manusia baru, manusia yang lebih baik dan menyenangkan. Dia sedang belajar, belajar bertanggung jawab untuk masa depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kita, Masalalu dan Waktu
Teen FictionIni hanya perihal hati yang berdebat dengan logika saat dirimu telah menghilang seutuhnya