Episode 8 Ego Seorang Laki-laki

22.1K 1K 57
                                    

"Maaf, siapa ya?" Yuda sudah berusaha untuk mengingat gadis di depannya kini, namun tidak ada satupun nama yang terlintas di pikirannya.

"Aku Rani Mas, sepupunya Mbak Raya. Aku juga adik kelasnya Mas Yuda dulu," jawabnya. "Tadi aku nggak sengaja lihat Mas masuk ke sekolah ini. Aku kira aku salah orang, ternyata emang Mas Yuda," jelas Rani dengan antusias. "Mas Yuda masih pacaran kan dengan Mbak Raya?" Rani memberikan tatapan sinis ke Lisa yang menunjukkan raut tegang.

"Nggak. Kami sudah lama putus."

"Duh, sayang banget... padahal menurutku Mbak Raya dan Mas Yuda sangat serasi."

"Ehm... kami mau lanjut lihat-lihat sekolah. Duluan ya." Kemudian Yuda menggenggam tangan Lisa dan kali ini Lisa tidak menepisnya. "Yuk, Sa!" ajaknya sambil melangkah.

Yuda menoleh ke belakang sebentar, memastikan apakah Rani mengikuti mereka, untunglah gadis itu sudah berjalan menuju gerbang sekolah. Sebenarnya perbincangan yang berkaitan dengan Raya selalu membuat Yuda tidak nyaman dan terusik. Setiap mendengar nama Raya, otaknya selalu menampilkan flash-flash kejadian beberapa tahun lalu, yang menyebabkan berakhir hubungannya dengan Lisa. Dia benar-benar sangat menyesali. Seandainya dia mau mendengarkan penjelasan Lisa dulu, mungkin hubungan mereka akan baik-baik saja. Mungkin juga sekarang Lisa sudah menjadi tunangannya, seperti janjinya dulu yang akan melamar Lisa setelah lulus SMA.

Dilirik Lisa yang berjalan di sampingnya. Selain karena tidak nyaman dengan topik pembicaraannya dengan Rani, alasan lain mengapa Yuda ingin segera menjauh karena Lisa. Raut wajah Lisa tampak ketakutan dengan beberapa butir keringat muncul di dahi. Bibirnya juga terlihat sedikit pucat. Padahal sebelum kedatangan Rani, raut itu tampak biasa-biasa saja bahkan sedikit sumringah.

"Kamu sakit?" tanya Yuda yang mulai khawatir, dia tidak menemukan alasan lain selain alasan tersebut bila melihat reaksi tubuh Lisa.

"Nggak, aku baik-baik saja."

"Tapi kamu terlihat—"

Lisa tidak lagi mendengarkan kelanjutan yang dilontarkan Yuda, dia sudah pergi memasuki koridor kelas khusus kelas tujuh. Yuda segera menyusul dan membuat langkah mereka saling sejajar. Saat berdiri di depan pintu yang bertuliskan Kelas VII A, langkah kaki Lisa berhenti sambil menatap dengan binar kerinduan. Pintu kelas itu tidak bisa terbuka karena dikunci, terpaksa Lisa mengintip dari jendela. Dia ingin melihat apakah kelas itu masih sama dengan kelasnya dulu.

Tidak banyak yang berubah dengan isi kelas itu, meja dan kursinya masih sama dengan yang digunakan Lisa beberapa tahun lalu, begitupula dengan meja guru dan lemari khusus untuk menyimpan tugas-tugas sekolah. Yang berbeda hanya ornamen-ornamen yang menghiasi kelas, yang tertempel di langit-langit.

"Wajahmu ketika SMP dan sekarang tidak banyak berubah. Saat pertama kali aku melihatmu di antara mahasiswa baru Banus, aku langsung bisa mengenalimu. Dan saat itu, mataku ini tidak mau lepas untuk melihatmu, seolah aku mengalami deja vu," ungkap Yuda dengan menyungging senyum lebar. "Setahun sejak kepindahanku ke Jakarta, aku selalu mencarimu bila pulang ke Yogyakarta. Aku sering datang ke rumah lamamu dulu, berharap kamu datang ke sana. Aku juga sering bertanya ke teman-temanmu, tetapi tidak ada satupun yang tahu. Sebenarnya apa yang terjadi denganmu sejak kelulusanku?"

Lisa tertegun sejenak, sebelum kembali menjejakkan kakinya menelusuri koridor kelas. Dia tidak berniat untuk menjawab pertanyaan Yuda. Tidak penting menurutnya. Lagipula dia tidak ingin membahas kejadian empat tahun silam, tentang perundungan yang didapatkannya hingga tentang ayahnya yang sempat terkena gejala stroke ringan. Semua sudah berlalu. Sekarang dia dan sang Ayah sudah baik-baik saja, terutama sejak kehadiran Ria dan Aldo di kehidupan mereka.

Saat tiba di parkiran, Yuda dan Lisa sama-sama terpaku di tempat mereka berdiri. Otak mereka sama-sama mengajak berkelana menuju pertengkaran di sore itu.

ConnectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang