Episode 20 Menjauhlah

14.5K 857 62
                                    

"Mandul?" ujar Yuda spontan dengan pupil yang melebar. Lalu tiba-tiba dia tertawa dengan sedikit terpingkal-pingkal. "Jangan bohong kamu! Aku nggak akan percaya dengan trik murahan seperti ini," bantahnya.

Lisa memberikan delikan sengit. "Setelah sampai Jakarta nanti, gue akan tunjukkan surat dari dokter jika lo butuh bukti."

Tawa Yuda seketika lenyap. Dia menatap Lisa dengan penuh selidik. Raut ekspresi cewek itu menunjukkan keseriusan, tidak terlintas kebohongan di binar maniknya. Lantas tubuh Yuda sekonyong-konyong terpaku. Pikirannya mendadak kosong. Tak pernah diduga sebelumnya. Dia ingin memiliki seorang anak dengan Lisa, sebagai pengikat erat hubungan mereka. Tapi fakta yang baru saja didengarnya sungguh sangat mengejutkan. Bahkan sejenak tadi, dia merasa jantungnya berhenti berdetak.

"Jadi menjauhlah dari gue mulai sekarang! Jangan ganggu gue lagi apalagi menyentuh gue. Dan carilah perempuan lain yang lebih sempurna yang bisa memberi lo anak," tukas Lisa.

Yuda kali ini tak merespons, dia masih bergeming di posisinya. Sementara Lisa melihat gelagat cowok yang berdiri di sampingnya itu, memasang senyum kecut.

"Jangan-jangan Bang Yuda mau ngajak lo ke KUA," tebak Anin, dia terdengar sangat senang karena tebakannya tersebut.

"Nggak mungkin. Karena gue tak akan pernah menikah dengannya," bantah Lisa cepat.

"Kenapa? Kenapa lo nggak mau menikah dengan Bang Yuda? Pasti bukan hanya karena masih dendam, kan? Meskipun dia pernah menyakiti lo dulu, tapi sekarang dia sudah berubah. Dia terlihat sangat mencinta lo. Lagian kejadian itu sudah bertahun-tahun lalu, tidak perlu diungkit-ungkit."

Ah, tiba-tiba dia teringat percakapannya dengan Anin beberapa minggu lalu. Sekarang mungkin Yuda nggak akan lagi mengajaknya menikah. Karena setahunya, kebanyakan orang menikah karena ingin mendapatkan keturunan, sedangkan dirinya nggak akan mampu. Dan ini jugalah alasan kenapa Lisa memutuskan untuk tak menikah selamanya. Dia takut tersakiti. Dia takut keluarga sang suami memperlakukannya dengan tidak baik, seperti yang dilihatnya di sinetron atau seperti yang dibacanya di novel-novel. Anggaplah dia seorang pecundang, karena sudah takut untuk memulai dan belum tentu mengalaminya. Biarlah! Dia nggak ingin merasakan lagi bullying verbal yang dulu pernah dirasakannya. Itu sungguh menyakitkan. Seperti kata pepatah, lidah tak bertulang tapi bisa lebih tajam dari pedang, yang bisa melukai bahkan membunuh.

"Ka-kamu bohong, kan?" Setelah hening cukup lama, akhirnya Yuda bersuara. Laki-laki itu masih larut dalam ketidakpercayaan dengan apa yang didengarnya.

Dihelanya napas panjang, sebelum mengembusnya. "Terserah lo mau percaya atau enggak. Yang jelas, rumah sakit MF telah memvonisku seperti itu," sahut Lisa.

MF? Media Farma Yogyakarta? batin Yuda. Dia cukup tahu bagaimana reputasi rumah sakit itu. Salah satu rumah sakit terbaik di Yogyakarta. Sewaktu masih menetapkan di kota gudeg itu, Media Farma Yogyakarta juga selalu menjadi rekomendasi keluarganya jika sakit. Malahan, keluarganya memiliki dokter pribadi yang berasal dari sana.

"Setelah gue menunjukkan surat dokter itu, gue harap lo enggak mengganggu gue lagi," kata Lisa sebelum memejamkan mata. Dia memutuskan untuk tidur, mengistirahatkan tubuhnya lagi, daripada kembali membahas fakta menyakitkan ini.

^_^

Kepala Lisa sedikit melongok ke belakang, melihat mobil fortuner yang baru saja parkir di belakang bus. Pintu mobil itu terbuka, menampakkan sosok Yuda dengan rambut terlihat acak- acakan, seolah tidak disisir saja. Penampilannya tampak awut-awutan. Binar matanya juga terlihat redup, seolah menunjukkan kalau dia dalam kondisi yang tidak baik.

"Yuk Lis, kita turun!" ajak Anin.

Lisa melirik ke sekitar, di dalam bus ini mulai sepi. Sebagian sudah keluar dan sedang berkumpul di tumpukan tas yang diletakkan tidak terlalu jauh dari kabin di badan kiri bus. Lisa lantas berdiri, kemudian mengambil tas ranselnya yang diletakkan di kabin di atas tempat duduk. Setelah itu dia mengikuti Anin yang ternyata sudah di depan pintu keluar.

"Tasmu sudah aku ambil," ujar Yuda tatkala kaki Lisa menapaki tanah.

Lisa memindai saksama tas yang dijinjing Yuda sebelum mengernyit. Sebenarnya darimana Yuda kalau tas itu memang benar miliknya?

"Aku antar kamu pulang," Yuda berucap dengan nada sedikit memerintah.

Kepala Lisa mengangguk pelan. Kali ini dia tidak akan menolak. Yuda ingin mengantarnya mungkin karena hendak menagih surat kesehatannya. Dia mungkin menganggap kalau ucapannya hanyalah bohongan belaka.

"Yuk ke mobil!"

"Bolehkan gue mengajak Anin?" pinta Lisa sebelum Yuda membalikkan badannya.

"Boleh," angguk Yuda.

Lisa segera mendekati Anin yang sedang mengambil tasnya dari tumpukan-tumpukan tas yang lain, sedikit menjelaskan singkat sebelum menuju ke mobil Yuda. Laki-laki itu sedang menunggu di belakang mobil dengan pintu bagasi yang sudah terbuka. Dia membantu Anin untuk memasukkan koper ke dalam bagasi.

"Duduk di depan!" perintah Yuda.

Lisa yang hendak ikut masuk ke dalam mobil, menyusul Anin yang sudah duduk di belakang kemudi, refleks menoleh ke depan. Yuda sedang menatapnya tajam melalui kaca spion dalam.

"Duduk di depan!" ulang Yuda. Kini diikuti suara geraman yang terdengar samar.

Lisa menghela napas pelan. Kemudian dia menutup pintu dan berjalan memutar melewati depan kap mobil. Tanpa suara, dia menyampirkan sabuk pengaman ke tubuhnya. Hening. Selama perjalanan menuju kosan Melati Ragunan, hanya terdengar suara deru mesin mobil. Anin sedikit menatap keheranan dengan pasangan di depannya. Ada apa dengan mereka? Dia memang mengetahui kalau Lisa selalu bersikap tak acuh ke Yuda. Tapi dari pengamatannya, Yuda tipikal orang yang nggak bisa diam di hadapan orang terdekatnya. Dia cenderung memulai percakapan.

Anin sedikit berbasa-basi singkat sebelum berpamitan untuk masuk ke dalam kosan, meninggalkan dua sejoli itu yang masih berdiri di samping mobil.

"Lo tunggu di sini, gue akan ngambil surat dari dokternya di kamar," ujar Lisa. Tanpa menunggu sahutan Yuda, dia segera melangkahkan menuju kosan dengan menjinjing tas berisi pakaian dan perlengkapan lainnya.

Lisa meletakkan semua tasnya di atas tempat tidur, lantas membuka bufet kecil di samping tempat tidur. Tidak perlu mengobrak-abrik map coklat yang ada di sana, surat dokter itu sudah langsung bisa ditemukan, bersama ijazah SMA dan fotokopi kartu keluarganya. Dia sedikit membuka amplop berlogo tulisan MF, sedikit memindai bacaan. Dia memasukkan lagi surat itu ke dalam amplop, kemudian beranjak menuju depan kosan. Di depan pintu, mata Lisa menangkap sosok Yuda yang sedang termenung dengan pandangan kosong.

"Ini...," Lisa menyodorkan amplop tersebut.

Yuda menatap Lisa dengan lekat sebelum ragu-ragu mengambilnya. Dibuka amplop itu dan dibaca perlahan secarik kertas putih yang sudah di tangannya.

"PCOS? Polycystic Ovarium Syndrome?" gumam Yuda.

"Dari penjelasan dokter yang menangani gue dulu, Polycystic Ovarium Syndrome atau sindrom polikistik ovarium adalah gangguan hormon yang mengakibatkan ovarium memproduksi banyak kantong-kantong berisi cairan sehingga sel telur tidak berkembang sempurna dan gagal berkembang secara teratur. Akibatnya, menyebabkan si penderita mengalami kemandulan atau tidak subur," jelas Lisa tanpa melepas pandangannya dari wajah Yuda, ingin melihat reaksi laki- laki di sampingnya.

Yuda tercenung. Matanya sedikit memerah dan berkaca-kaca.

"Kalau lo nggak percaya dengan penjelasan gue, lo bisa cari infonya di internet atau di rumah sakit," tambah Lisa.

Tak bergeming. Yuda masih terpaku dengan kertas di hadapannya.

"Lo sudah tahu bagaimana kondisi gue. Gue udah cacat sebagai perempuan. Jadi gue harap lo segera menjauh dari gue. Dan gue yakin, lo bisa menemukan perempuan yang lebih sempurna, yang bisa memberi lo anak nantinya," Lisa mengalihkan pandangan, kini dia menatap langit yang sedikit gelap. Seperti sebentar lagi akan turun hujan. Kemudian dia mengusap pelan mata kirinya. Tiba-tiba saja lelehan itu menetes.

BERSAMBUNG...

TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA. TERIMA KASIH JUGA SUDAH MAMPIR. JANGAN LUPA UNTUK VOTE, COMMENT, LIKE, AND RATE. 

OH YA, MOHON KRITIK DAN SARANNYA.

ConnectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang