"Sejak mengetahui vonis kehidupan gue setahun lalu..."
Kata-kata itu terus terngiang di telinga Anin hingga sekarang. Dia sangat penasaran, ingin bertanya sedetail-detailnya, hanya saja Lisa seolah enggan untuk membahasnya. Ditatap lekat gadis itu yang sedang duduk di depannya, sedang menikmati bakso buatan Pak Parno. Memang raut wajahnya tampak ceria, tapi binar di kedua mata Lisa tak bisa berbohong. Ada kesedihan yang terpancar jelas di sana. Ada beban besar tak kasatmata yang melingkupinya.
"Kenapa Nin?" tanya Lisa dengan mengangkat sebelah alisnya, sedikit heran.
Anin cepat-cepat menggeleng. "Nggak kok."
"Nggak terasa ya, besok udah ujian terakhir semester satu saja."
"Iya, memang nggak terasa banget. Padahal baru kemarin kayaknya kita berkenalan di MOS SMA," timpal Anin menyetujui.
"Untuk persiapan makrab nanti, lo bawa apa aja?" tanya Lisa, yang tiba-tiba teringat dengan agenda yang akan dilaksanakan setelah ujian semester ini berakhir. Memang saat hari minggu besok, seluruh mahasiswa baru jurusan Statistika diharuskan mengikuti makrab, alias malam keakraban. Dari yang dijelaskan para kakak angkatan, makrab ini memang bertujuan untuk saling mengenal antara sesama maba dan juga kakak angkatan nantinya.
"Yang jelas baju dan peralatan mandi," jawab Anin.
"Jangan lupa jaket," ingat Lisa. "Acaranya kan di puncak. Pasti di sana dingin."
"Jangan lupa juga bawa obat-obatan ringan, seperti minyak kayu putih dan tolak angin," tambah Anin.
[J-Hope] Yeah nuga nae sujeo deoreopdae
I don't care maikeu jabeum geumsujeo yeoreot pae
Beoreokhae jal mot igeun geosdeul seutekki yeoreo gae
Geodeuphaeseo ssibeojulge seutaui jeonyeoge
BTS feat Steve Aoki RemixMendengar suara merdu dari personal BTS dari samping gelas, Lisa dan Anin spontan memusatkan pandang mereka sejenak ke sumber suara. Tertera jelas nama Yuda di sana. Dan seperti sebelum-sebelumnya hari ini, Lisa kembali mengabaikannya panggilan telepon itu.
Ketika panggilan kedua, Lisa memutuskan untuk mengangkat ponselnya. Bukan berniat untuk menjawabnya, dia justru mengubah suara ponselnya menjadi mode silent sebelum meletakkan lagi ke atas meja. Dan seperti beberapa hari ini juga, sesuai dugaan Anin, ponselnya di dalam tas bergetar. Mau tak mau Anin terpaksa mengangkatnya.
"Halo Nin. Lisa ada di dekat lo?" ucap Yuda di balik ponsel, langsung to the point.
Anin melirik sebentar ke Lisa yang menyuap sebuah bakso ke dalam mulutnya, terlihat tak peduli. "Ehm... iya Bang."
"Kalian lagi di mana?"
"Di tempat bakso Pak Parno."
"Gue nyusul ke sana sekarang," kata Yuda sebelum mengakhiri percakapan mereka.
"Bang Yuda mau nyusul ke sini," ungkap Anin, dia meletakkan ponselnya di atas meja.
"Oh," tanggap Lisa singkat. Kemudian dia melihat jam di pergelangan tangannya. "Lo udah selesai, kan?" tanyanya sambil melihat mangkok dihadapan Anin yang sudah kosong.
Anin menjawab dengan anggukan.
"Pulang sekarang yuk! Gue mau cuci baju yang udah numpuk nih."
"Tapi Bang Yuda mau nyusul. Apa nggak sebaiknya kita nunggu dia?"
Lisa mendengus kasar, lalu berujar dengan ketus, "Gue mau pulang. Tapi kalau lo mau di sini, gue bisa pulang dengan ojol."
"Gue juga pulang deh," tutur Anin cepat. Lagipula untuk apa dia masih di sini, hanya sekedar menunggu Yuda yang nantinya jelas menunjukkan aura tak bersahabat, sebab Lisa tak ada di tempat bakso Pak Parno ini. Dua sejoli tersebut memang suka sekali menyiksanya dengan hubungan mereka yang tak pernah akur. Anehnya, Yuda terus saja menempel Lisa meskipun sudah berulangkali ditolak. Seringkali Anin merasa sedikit kasihan. Begitukah sakitnya dari cinta buta.
"Hari ini gue aja yang traktir. Ayah gue baru aja ngirim duit bulanan," ujar Lisa ceria dengan sunggingan sumringah. Tanpa menunggu respon dari Anin, dia langsung menuju kasir.
Sedangkan Anin langsung mengernyit. Keheranan. Beberapa hari belakangan ini, mood Lisa memang cepat sekali berubah drastis. Hanya dalam sepekian menit, dia yang semula sedang dalam suasana hati yang buruk bisa berubah menjadi sangat ceria. Seperti sekarang contohnya.
^_^
Pupil mata Lisa dan Anin kontan membesar. Cukup terkejut dengan kehadiran Yuda yang sedang duduk di kursi bambu di depan kosan. Laki-laki itu langsung berdiri ketika menyadari keberadaan kedua perempuan tersebut. Dia mendekati Lisa yang sekarang memasang wajah cemberut, secara gamblang menunjukkan ketidaksukaan akan kehadirannya.
"Maaf Bang, tadi kami pergi duluan," ujar Anin sedikit berbasa-basi.
"Nggak papa kok," jawab Yuda tampak biasa-biasa saja. "Dan aku sudah menduga, kalian pasti akan langsung pulang kalau aku bilang akan menyusul."
Anin menggaruk-garuk kepala. Merasa tak enak hati. "Ehm, Bang... gue masuk duluan ya."
"Oke, thanks ya," balas Yuda.
Kepala Anin hanya menggangguk sekilas. Sementara Lisa yang melihat Anin bergerak masuk ke dalam kosan, hendak ikut menyusul. Namun Yuda menghalangi jalannya. Lisa mencoba menggeser langkahnya ke samping kanan, Yuda juga ikut menggeser langkahnya. Lisa kembali menggeser langkahnya, tapi Yuda juga mengikuti.
"Geser!" Dengan telapak tangannya, Lisa mendorong dada Yuda, berharap laki-laki itu bisa menyingkir.
Yuda menangkap tangan Lisa. "Temani aku makan!" titahnya.
"Nggak. Gue sudah makan," tolak Lisa.
"Tapi aku belum. Aku tiba-tiba ingin makan Pizza denganmu."
Lisa mencoba mendorong lagi tubuh Yuda agar menjauh. "Nggak. Gue nggak mau."
"Tapi aku memaksa," titahnya. Sore ini dia nggak ingin mendengarkan penolakan. Sudah cukup untuk beberapa minggu ini saja. Sudah cukup dia sedikit memberi kebebasan, mengingat dia dan Lisa sedang menghadapi ujian semester.
Yuda menarik tangan Lisa agar mengikuti langkahnya menuju mobil. Dengan sedikit dorongan kecil, dia memaksa Lisa untuk masuk ke dalam mobil. Perjalanan mereka tidak membutuhkan waktu yang panjang. Yuda memilih mendatangi Pizza Hut di sekitar kampus saja. Sejak pagi tadi dia sudah berkeinginan untuk makan di sana. Awalnya dia sudah datang bersama teman-temannya. Tapi setelah dihidangkan, entah kenapa dia menjadi tidak berselera. Dia justru teringat dengan Lisa dan ingin makan bersamanya.
"Kita duduk di sini saja," kata Yuda saat menghampiri meja kosong di dekat jendela.
Lisa tak menanggapi, langsung duduk saja. Seorang laki-laki berseragam hitam dan apron berwarna cream langsung menghampiri. Dia menyodorkan daftar menu sambil menyapa ramah. Lisa tampak tak mengindahkan. Dia membiarkan saja Yuda memesan, karena dari awal memang tidak berniat untuk makan apapun lagi. Perutnya sudah kenyang dengan bakso Pak Parno.
"Berikan tasmu!" suruh Yuda setelah pelayan Pizza Hut itu beranjak pergi.
"Untuk apa?" sungut Lisa sambil memegang erat tali tas selempangnya.
"Agar kamu nggak kabur," jawab Yuda dengan sedikit merampas tas Lisa. "Aku mau ke toilet sebentar." Dengan tas yang sudah di tangannya, Yuda berdiri dan pergi.
Tangan Lisa menopang dagunya sambil menatap jendela yang menghadap jalanan raya. Langit mulai beranjak gelap. Dari posisinya sekarang, dia dapat melihat bulan yang malu-malu hendak menampakkan cahaya terangnya. Dia larut dalam lamunan dalam, masih menyesali keputusan untuk kuliah di Jakarta. Seandainya... seandainya... begitu banyak kata seandainya yang berputar di benaknya. Begitu mengganggu.
"Lisa?" seru seseorang.
Kepala Lisa refleks menoleh ke suara bariton dari arah belakangnya. Keningnya sedikit berkerut, mengingat wajah laki-laki di depannya yang tampak tidak asing. Dan tiba-tiba matanya membelalak lebar saat menyadari siapa sosok berkemeja abu-abu itu.
"Mas Vian?"
BERSAMBUNG...
TERIMA KASIH SUDAH MEMBACA. NANTIKAN TERUS KELANJUTANNYA. JANGAN LUPA LIKE DAN KOMENTARNYA.
![](https://img.wattpad.com/cover/224691154-288-k188783.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Connected
RomanceSungguh gila! Setelah hampir empat tahun sejak mereka putus dan sekarang bertemu lagi di Universitas Bakti Nusantara, Lisa tak menduga kalau Yuda akan bersikap dan bertindak seperti ini. Pertama, dia mengaku-ngaku sebagai pacar Lisa kembali. Kedua...