Episode 12 Hanya Memanfaatkannya

15.2K 964 19
                                    

"Lo nggak papa, Lis? Muka lo makin pucet." Anin menatap khawatir sosok Lisa yang sedang memeluk erat perutnya. Suara ringisan sekali-kali terdengar.

Pagi tadi, sejak melihat wajah pucat dan tak bersemangat Lisa, Anin sudah menyuruhnya untuk beristirahat dan tidak datang ke kampus saja. Tapi dia menolak. Hari ini ada kuis Metode Statistika I dan Lisa tidak ingin meninggalkannya. "Kuis atau ujian sendiri itu nggak enak," katanya.

Setiap menstruasi hari pertama hingga beberapa hari ke depan, Lisa pasti mengalami kejadian seperti ini, nyeri yang menyakitkan di sekitar perutnya. Bahkan dulu, saat masih SMP dan SMA, dia beberapa kali pernah pingsan. Sejak beberapa bulan ini, hanya sakit perut biasa saja. Dia belum pernah pingsan lagi. Tapi kali ini rasa sakit perut yang dialaminya semakin kuat. Lisa bahkan merasa tidak bisa berdiri sekarang.

"Yuk kita pulang sekarang! Supaya lo bisa beristirahat di kosan. Matkul berikutnya lo nggak usah ikut saja, biar gue izinin," ucap Anin sambil memasukkan peralatan tulisnya ke dalam tas. "Lo bisa jalan nggak?" ucapnya lagi dengan memegang bahu Lisa.

"Bi-bisa Nin," jawab Lisa yang diikuti suara rintihan.

"Yuk Lis!"

Anin memegang bahu Lisa untuk menuntunnya berjalan. Mereka melangkah sangat pelan, bahkan sekali-kali langkah mereka berhenti ketika ringisan suara Lisa keluar.

"Lisa kenapa Nin?" tanya Wira. Dia baru saja menginjakkan kakinya di teras gedung fakultas MIPA ini, berniat untuk bertemu dengan ketua himpunan mahasiswa di sini, tetapi ternyata dia harus disuguhkan dengan penampakkan Lisa yang tidak terlihat baik-baik saja. "Lo sedang sakit, Lis?" Matanya memperhatikan lekat wajah dan bibir Lisa yang pucat. "Yuda ke mana? Dia udah tahu kondisi lo?" Sebenarnya dia sedikit heran kenapa cowok itu tidak ada di sini. Padahal dilihat dari sikapnya beberapa bulan ini, Yuda termasuk cowok protektif dan posesif tipe akut. Pasti dia tidak akan jauh-jauh dari Lisa apalagi dalam kondisi sakit seperti ini.

"Belum Bang." Bukan Lisa yang menjawab tapi Anin.

"Biar gue hubungi dia sekarang."

Belum sempat Lisa mengeluarkan kalimat larangan, karena tenaganya untuk berbicara sudah tidak ada, Wira sudah menempelkan ponselnya di telinga. Lisa tidak bisa mendengarkan percakapan mereka. Tubuhnya benar-benar lemas.

Beberapa menit kemudian, mobil fortuner putih yang cukup dikenal ketiga sosok tersebut berhenti di depan gedung fakultas. Yuda terlihat tergesa-gesa turun dari mobil. Dia berlari mendekati posisi Lisa dengan raut khawatir yang sangat kentara di wajahnya. Tepat saat Yuda sudah berdiri dihadapannya, pandangan Lisa mulai kabur.

"Sejak kapan dia sakit?" tanya Yuda kepada Anin sambil memegang bahu Lisa, membiarkan tubuh Lisa menopang kepadanya.

"Sejak pagi tadi Bang."

"Dia sakit apa?"

Anin terlihat ragu-ragu untuk mengatakannya. Bagaimanapun sakit Lisa ini sedikit tidak nyaman untuk dibicarakan kepada Yuda maupun Wira. "Dia sakit begitu karena hari ini hari pertama menstruasinya," akhirnya Anin memutuskan untuk mengatakannya juga. Yuda berniat menolong Lisa, setidaknya dia harus tahu kondisi yang sebenarnya terjadi.

Lisa menatap Yuda dan Wira dengan saksama, ingin melihat reaksi mereka. Mungkin karena Wira memiliki adik perempuan, dia menanggapinya dengan biasa-biasa saja. Tapi saat melihat reaksi Yuda, kening Anin spontan berkerut. Sorot mata Yuda tampak sedih, seolah perkataannya tentang kondisi Lisa tadi telah memberikannya kabar buruk. Padahal beberapa lagi, Lisa pasti sudah baik-baik saja. Sakit yang diderita Lisa bukanlah sakit yang mematikan.

"Biar gue aja yang nganter dia," pinta Yuda.

"Iya Bang," setuju Anin.

Yuda menoleh ke Wira. "Thanks bro udah ngasih tahu ke gue."

ConnectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang