"Wil! Wilhelmine? Wilhelmine?" Seorang Abigail de Redvers tengah meneriaki nama sahabatnya yang sekarang tidak bersamanya. Padahal, Abigail hanya meninggalkan Wilhelmine sebentar saja untuk memetik beberapa bunga. Namun, kini, ia tidak tau dimana sosok Duchess of Wellington itu.
Di sisi lain, Wilhelmine terbangun dari tidur singkatnya. Ia mendapati dirinya tertidur sebentar di bangku taman yang tidak terlalu nyaman. Matanya menyapu sekeliling. Di mana Abi? Langit sudah mulai sore. Ia harus menemui Abi dan pulang.
Memilih untuk tenang, Wilhelmine berjalan ke arah dimana ia terakhir berdiri sebelum memutuskan untuk duduk karena letih. Pandangan Wilhelmine mengarah ke bawah. Berjaga-jaga jika suaminya sedang berada di sini, Wilhelmine tidak mau dilihat oleh Duke Wellington. Dirinya sama sekali belum bisa memaafkan perbuatan suaminya dan dia tidak mau pulang ke rumah.
BRUUK.
Akibat tidak menatap ke depan, Wilhelmine menabrak seorang. Yang tampaknya adalah seorang pria; Wilhelmine merasa dirinya baru saja menabrak tubuh yang kekar dan keras.
Mata biru Wilhelmine membulat. Betapa bodohnya ia tidak melihat ke depan ketika berjalan. Ia harus segera meminta maaf. Tubuh Laki-laki ini sangat tinggi――padahal tinggi Wilhelmine adalah 169 cm sudah termasuk tinggi untuk kalangan wanita. Membuat Wilhelmine harus mendongakkan kepalanya dengan perlahan.
Semoga bukan Duke Wellington. Semoga bukan Duke Wellington. Semoga bukan Duke Wellington, mohon Wilhelmine dalam hati.
"Heinrich?"
"Willie?"
Kedua kakak beradik itu tampak terkejut saat melihat sosok masing-masing. Mata biru――yang mereka dapat dari ayah mereka――saling menatap dengan bingung.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Heinrich bertanya sambil memperhatikan sosok adik perempuannya yang sudah lama ia tak jumpai.
"Harusnya itu yang kutanyakan padamu, Heinz! Apa yang kau lakukan di sini? Bukankah kau sudah ku kabari bahwa aku akan tinggal di Virginia sementara waktu?" Wilhelmine melemparkan bertubi pertanyaan kepada kakak laki-lakinya.
"Oh, aku baru ingat. Aku juga mengirimkan surat kepada mu, Willie. Namun tampaknya surat itu tiba di kastil suamimu saat kalian sudah pergi ke Virginia," jelas Heinrich. Wilhelmine mengangguk mengerti, lalu kembali menatap sosok kakak laki-lakinya.
"Dimana kau tinggal, Heinz?" tanya Wilhelmine penasaran.
"Tentu saja di rumahmu, Wil. Oh, ya, mengapa kau tidak ada di rumah saat aku tiba kemarin?" Wilhelmine membulatkan matanya untuk kesekian kali pada hari itu. Heinrich menatap adiknya aneh.
"Suamimu juga bertindak aneh. Kuperhatikan dia sangat kaku. Apakah itu sikap sehari-harinya? Atau-,"
"Wilhelmine! Kemana saja kau?!" Kepala kedua Pangeran dan Putri asal Mecklenburg-Schwerin itu menoleh ke arah sumber suara yang baru datang――Abigail, Countess of Devon.
Heinrich menatap bingung wanita asing yang ada di hadapannya. "Siapa anda, Nyonya?"
Sama dengan Heinrich, Abigail menatap bingung pria yang ada di hadapannya. "Tidak, siapa anda, Tuan?"
"Tenanglah, kalian. Heinz, ini Abigail, Countess of Devon. Dia adalah sahabat baruku di sini."
"Abi, ini Heinrich, kakak laki-lakiku." Abigail dan Heinrich mengangguk pelan.
"Maaf, telah membuat mu khawatir, Abi. Tadi aku tertidur di bangku taman karena aku merasa tubuhku sangat letih," jelas Wilhelmine.
"Langit sudah mulai gelap, kau tidak mau pulang, Willie? Suamimu pasti khawatir nanti," ujar Heinrich membuat kedua wanita itu saling menatap. Tentu ini bagus buat Abigail yang ingin Wilhelmine kembali akur dengan suaminya. Namun ini mimpi buruk bagi Wilhelmine yang masih membenci suaminya.
![](https://img.wattpad.com/cover/210345583-288-k71304.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Duke and Duchess of Wellington
Ficção HistóricaWilhelmine Luise, Princess of Mecklenburg-Schwerin, putri minor asal Jerman dipaksa oleh keluarganya untuk menikah dengan Arthur Scott Byron, Duke of Wellington bangsawan Inggris yang kaku, dingin dan keji kesukaan raja George III. Sang putri menola...