Part 1.

30K 1.2K 17
                                    

Mentari menyapaku dengan sapaan lembutnya. Aku membuka mataku pagi itu, bersiap untuk bangun. Saat aku beranjak dari kamarku yang luas, aku sudah mencium aroma kue yang sedang dipanggang, menandakan bahwa Bibi Helena sudah bangun dan bekerja.

Namaku Wilhelmine Luise.

Aku adalah putri bungsu Adolph Wilhelm, Pangeran Mecklenburg-Schwerin dan Charlotte Luise, Putri Saxe-Weimar. Sebelum aku lahir, orangtuaku sudah mempunyai 5 anak. Kakak perempuanku, Eleonore Charlotte adalah anak sulung. Dia sudah menikah dengan putra mahkota kerajaan Hesse dan memiliki lima anak. Lalu aku juga memiliki empat kakak laki-laki. Friedrich Constantine, Rudolf Ludwig Christian, Heinrich Johann dan Albrecht Wilhelm. Dari antara keempatnya aku lebih dekat dengan Albrecht. Usia kami hanya terpaut dua tahun.

Umurku 19 tahun dan beberapa hari lagi aku akan merayakan ulang tahunku yang ke 20 tahun. Sungguh, aku sangat tidak sabar.

Keluargaku sudah tinggal di kastil Friedrichsburg selama 30 tahun. Kastil yang dinamai dengan nama kakek sudah menjadi saksi kehidupan keluargaku. Layaknya mayoritas bangsawan yang ada di Jerman maupun Eropa, aku di didik di rumah. Ayah mendatangkan guru yang sangat terampil dalam mengajar. Sayangnya, aku sudah dianggap lulus dan guru itu tidak pernah datang lagi. Padahal, aku berharap untuk terus bisa belajar selama hidupku. Ibu pernah berkata bahwa semenjak aku sudah dianggap lulus oleh tuan Johann, aku akan belajar dari pengalaman bukan dari buku. Aku ingin melanjutkan untuk bersekolah di Universitas, akan tetapi Orangtuaku melarang dengan keras dan bahkan Heinrich menertawakan pertimbanganku.

Eleonore, yang sudah menjadi putri mahkota kerajaan Hesse membimbingku untuk menjadi putri yang baik di mata masyarakat. Dia mengatakan bahwa sehabis lulus dari ajaran tuan Johann, aku akan segera menikah dengan bangsawan bukan melanjut ke Universitas. Aku sempat bingung dan kesal. Dan dari situ aku tersadar, wanita berada di bawah kuasa tangan pria.

Tak jarang, Eleonore mengajakku untuk datang ke pesta dansa yang dihadiri oleh bangsawan. Disana selalu kutemukan pria-pria yang mendekatiku untuk berdansa. Aku menolak, dan pada akhirnya aku senantiasa menikmati langit malam dari pada berdansa dengan bangsawan yang tidak kukenal. Banyak orang menganggap ku aneh, namun setelah tau bahwa kakak perempuanku adalah putri mahkota kerajaan Hesse mereka menarik segala kalimat yang mereka ucapkan dengan maksud untuk mengejekku. Eleonore berpendapat ulahku disebabkan karena gaya hidup yang terpengaruh oleh keempat kakak laki-lakiku. Aku tidak bisa menyalahkannya. Sejak kecil, aku selalu menghabiskan waktu dengan Friedrich, Rudolph, Heinrich dan Albrecht. Eleonore jarang bertemu denganku karena posisinya sebagai istri putra mahkota kerajaan Hesse.

Lamaran bangsawan sudah banyak yang berdatangan. Akan tetapi, seperti biasa aku menolak. Dengan halus tentunya. Eleonore memarahiku dengan perasaan yang luar biasa kesal saat tau bahwa aku menolak lamaran Pangeran Karl asal Austria. Suatu waktu, pangeran dari Kerajaan Bayern datang untuk meminangku dan aku sekali lagi menolak. Kali ini, Ibu-lah yang memarahiku. Menurutnya, Kerajaan Bayern sudah banyak membantu Kerajaan Saxe-Weimar, tempat asalnya. Aku menghiraukan segala amarah dari keluargaku karena aku menolak pinangan dari pangeran-pangeran ternama.

Diriku juga tidak yakin apakah pangeran-pangeran yang meminangku memiliki perasaan cinta terhadapku. Mungkin saja mereka meminangku untuk memenuhi hasrat fisik mereka bukan karena adanya cinta. Mulai sekarang, pendirianku adalah jika aku ingin menikah, aku sendiri yang harus mencari pria yang tepat untuk menjadi suamiku.



Duke and Duchess of WellingtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang