1.3

487 103 8
                                    


Jungmo menekuk salah satu kaki diparkiran, menatap ban mobilnya yang ternyata kempes. Dia meruntuki pikirannya yang selalu lupa untuk mengisi angin di ban mobil.

"Aih, mana sepi ni parkiran" gerutunya.

Berdiri untuk mengedarkan pandangan. Hanya ada beberapa anak cewek, tidak mungkin Jungmo meminta bantuan seorang perempuan kan.

"Hei, Jung!"

"Astaga" gumam Jungmo terlonjak kaget karena bahunya dipegang oleh seseorang dari belakang.

"Sorry. Lo ngapain? Belum balik?" Tanya Wonjin.

"Ban mobil gue kempes. Engga bawa alatnya lagi" jawab Jungmo bersandar dimobil.

"Nebeng gue?" tawar Wonjin.

"Ini mobil ditinggal gitu?"

"Em iya. Kita cari tukang servis aja"

"Bener juga. Yaudah ayo. Gue ambil tas dulu"

Wonjin mengangguk, dia menatap ban kempes mobil Jungmo. Melangkah menuju mobil pribadinya dengan Jungmo.

Jika dihitung berapa kali nebeng, Jungmo jarang nebeng dengan Wonjin. Dia lebih sering ke Allen atau Minhee.

"Tumben engga bareng Minhee? Atau nebeng Allen?" tanya Wonjin yang fokus menyetir.

"Mereka pulang lebih dulu. Dan gue tadi ada rapat sama anggota basket"

"Oh"

Suasana menjadi hening. Wonjin yang sibuk menyetir, sedangkan Jungmo bermain ponsel.

"Canggung banget ya" celetuk Jungmo dalam keheningan.

Wonjin pun menoleh sebagai respon juga tersenyum kecil.

"Lo aja yang engga pernah deket sama gue" sahut Wonjin.

"Ya gimana mau deket, lo aja sama Minhee terus"

"Semua sama aja. Tergantung respon lo ke gue, atau gue ke lo sih. Sama aja, Jung"

Jungmo menekuk bibir, dia paham. Dia juga ingin sedikit berbeda. Agar seperti Minhee atau Wonjin yang mudah bergaul.















Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Hari ke hari berlalu. Dia sedang memantau reaksi atau respon setelah transfer otak selesai 1 menit yang lalu. Dia tidak ingin melewatkan 1 detik pun.

"Tikus putih waktu lalu sadar dalam 3 hari. Kalo manusia berapa ya, hm apa mungkin bakal lama?" gumamnya.

Baiklah. Dia memutuskan untuk menghiraukan itu. Lagian jika kedua orang itu memberontak, ada kabel untuk menyetrum dan tali yang siap untuk mengikat tubuh.

Memilih duduk disofa ruang tamu, dia sangat jarang kesana.

"Aku tidak masalah ditangkap mereka. Lagian mereka sangat bodoh untuk menahanku. Hm, bagaimana dengan marga Ma itu?" gumamnya seraya menonton televisi yang menayangkan kasus pribadinya tahun lalu.

Death ExperimentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang