#Americano

195 11 4
                                    

  ***
Jika caramu datang membawa rasa sakit, bisakah aku pergi membawa senyuman?
***

Sekarang mereka tengah berada di sebuah kedai kopi sederhana yang letaknya tak jauh dari SMA Wijaya. Sepasang anak muda berbaju putih abu-abu nampak duduk bersebrangan di sebuah meja. Mereka tengah menunggu pelayan kedai mengantar minuman yang telah mereka pesan.

" Satu caffe latte untuk tuan Wahid dan satu Americano untuk nona Windu,'' Dandi meletakan dua gelas kopi itu masing-masing di depan Windu dan Wahid.

Windu tersenyum, begitu juga dengan Wahid. " Makasih kak," balas Windu pada Dandi.

Dandi adalah nama salah satu pelayan di kedai kopi langganan mereka. Mereka sudah sangat akrab,terutama Windu. Dari pertama kali ia menginjakan kaki di SMA Wijaya,kedai itu sudah menjadi tempat favoritnya. Sekarang Windu duduk di kelas 12 , sedangkan Wahid di kelas 11. Mereka memang berjarak satu tahun,dengan Windu lebih tua satu tahun dari Wahid.

" Sama-sama nona cantik, "

" Jadi gimana, kalian udah jadian belum? " pertanyaan Dandi sontak membuat Windu yang tengah menyeruput kopinya tersedak ,hingga membuatnya terbatuk-batuk.

" Uhuk.. Uhuk. "

" Wi, kamu gak papa? " tanya Wahid khawatir mendekat ke kursi Windu.

" Ehh kenapa Ndu? " Dandi juga ikut panik melihat Windu, karena ulahnya juga Windu jadi seperti itu.

Windu segera mengambil tisu dan membersihkan cairan kopi yang berada di sekitar bibir dan lehernya." Nggak papa kok, aku gak papa, " ucap Windu berusaha menenangkan.

" Udah Wa, aku gak papa. Kamu gak usah khawatir. " Windu menggenggam satu tangan Wahid, karena tangan satunya sedang sibuk mengusap lembut punggung Windu. Terlihat jelas bagaimana ekspresi Wahid. Ia begitu nampak khawatir, bahkan wajahnya sampai pucat.

" Bentar saya ambil air putih dulu, " Dandi hendak pergi mengambil air putih namun Windu melarangnya.

" Gak usah Kak Dandi,tadi Windu cuma keselek doang kok, minumnya buru-buru saking hausnya,"

" Serius,?" Windu mengangguk, hingga membuat Dandi mengurungkan niatnya dan kembali melanjutkan aktifitasnya, namun dengan mata yang masih terus mengamati Windu dari jauh. Tapi selama ada Wahid, pasti Windu akan baik-baik saja, Dandi tahu itu.

" Seriusan gak papa? Hidungnya gak perih kan? Tenggorokannya juga nggak perih kan? " bukannya menjawab, Windu malah tertawa mendengar Wahid memberondongnya dengan banyak pertanyaan.

" Kenapa ketawa? Aku serius, " ucap Wahid dengan muka yang agak seram, ekspresi khas yang hanya dimiliki Wahid saat menuju marah.

" Aku yang keselek kenapa kamu yang pucet sih Wa?"

" Aku khawatir tau, " karena sebal Wahid kembali ke kursinya. Toh, gadis itu sudah bisa tertawa, berarti dia sudah baik-baik saja.

" Makasih, " Windu berkata lirih.

" Untuk? "

" Rasa khawatir kamu. Itu jauh lebih berharga dari sekedar pernyataan aku cinta kamu."

" Aku heran, " ucap Wahid sambil memandang wajah Windu yang tampak asyik menyeruput kopinya. Masih ada sedikit rasa khawatir di wajahnya, ia takut kopi sialan itu kembali membuat gadis cantik di depannya kesakitan lagi.

The Curse of First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang