Bibir Windu mengatup sempurna. Tubuhnya gemetar. Dan jantungnya terasa berhenti seketika. Perkelahian sengit tengah terjadi tepat di depan matanya.
" STOP. Aku mohon stop, " teriak Windu keras berusaha melerai.
Dua pria itu terlihat sama-sama kuat. Bahkan Adit yang terlihat sudah babak belur masih bisa melawan dan membalas tonjokan dari lawan. Windu panik dan bingung harus berbuat apa. Dia sudah beberapa kali berteriak,meminta agar mereka berhenti berduel, tapi yang ada mereka justru saling memukul dengan lebih keras. Bagaimana kalau ayahnya sampai tahu? Yang jelas itu akan jadi mala petaka untuknya.
" Kalian berhenti atau aku pergi dari sini, " Windu tak tahu apa gertakannya itu akan berhasil membuat mereka berhenti atau tidak.
" Kalau bukan karena Windu, aku tak akan berhenti memukulimu sampai mati," lawan dari Adit nampak tak memiliki luka satupun di wajahnya. Hanya pakaiannya saja yang terlihat kotor dan acak-acakan, bahkan sampai sobek di bagian bahunya. Sedangkan Adit, wajahnya penuh dengan luka. Di ujung bibirnya, pipinya, dan juga bagian dahinya sobek.
Windu berjalan menghampiri Adit yang masih duduk tersungkur di tanah dengan tangan berusaha membersihkan darah yang keluar dari lukanya. Melihatnya saja membuat Windu ngilu, ia meringis ngeri saat melihat wajah Adit yang sudah babak belur. Pasti rasanya sangat perih.
" Kamu nggak papa Dit? " tanya Windu cemas. Bagaimanapun juga pria itu adalah atasannya, dan sekarang wajah atasannya itu nampak bonyok dengan banyak luka sobek.
" Siapa dia Ndu? " balas Adit sembari mengusap ujung bibirnya yang berdarah, ia melirik sengit ke arah pria yang menjadi lawan duelnya tadi.
Windu juga ikut melirik ke arahnya, namun dengan tatapan sendu. Bahkan ia tak berani menatap matanya. Sesuatu yang sangat ia benci ada di sana.
" Jawab Ndu, dia siapa? " tanya Adit nampak menuntut, karena bukannya menjawab, Windu malah bungkam.
" Apa yang dia bilang benar? " lanjutnya.
Windu tak punya kekuatan untuk bicara. Ia sedang mencoba menetralisir diri, mencoba meyakinkan bahwa apa yang sedang dilihatnya saat ini itu nyata. Pria itu jelas bukan calon suaminya, tapi dulu itu adalah impiannya.
" Diam itu berarti iya. Lagi pula, pria kasar sepertimu tak pantas bersanding dengan Windu, " pria itu malah mengambil alih tugas Windu untuk menjawab pertanyaan Adit. Ia memamerkan senyum meremehkan.
" Jadi benar Ndu, kamu sudah punya calon suami. Aku nggak nyangka kamu seperti itu. Aku benar-benar mencintaimu Ndu. Hanya kamu yang ada di sini, " Adit menunjuk ke arah dadanya. Matanya menyorot tajam ke arah Windu yang juga ikut menatapnya. Gadis itu harus tahu, kalau selama ini hanya dia yang sanggup masuk ke bagian indah di dalam hatinya,tak ada yang lain.
" Aku membiarkanmu masuk ke sini bukan untuk memberikanku luka Ndu. Kamu adalah cinta pertamaku, dan kamu juga yang pertama menyakitiku," Adit memukul-mukul dadanya dengan keras. Seolah ingin menegaskan kalau apa yang sedang ia rasakan saat ini sungguh menyakitkan.
Windu merasa dejavu, tapi dengan posisi terbalik. Ia pernah merasakan ada di posisi Adit dan itu rasanya memang sangat sakit. Ia sama sekali tak bermaksud menyakiti Adit. Ia juga sama sekali tak ingin Adit merasakan apa yang ia rasakan dulu. Karena rasa sakitnya begitu membekas dan meninggalkan luka yang sangat lebar.
" Dit... Maaf, " Windu berkata lirih, dua kata itu lolos dari mulutnya tanpa ia sadari. Karena memang itulah yang saat ini ada di pikiran dan hatinya.
" Aku bahkan tak membiarkan gadis manapun untuk mendekatiku. Aku sangat menjaga hatiku dari segala kemungkinan. Aku lebih menyukai waktuku dihabiskan untuk bekerja dan bekerja dibanding harus mengenali sifat pasangan. Tapi, semua itu berubah ketika aku menyadari keberadaanmu Ndu, " Adit nampak terisak saat ia melontarkan setiap kalimat dari mulutnya. Sepertinya, baru kali ini ia merasakan cinta, sekaligus patah hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse of First Love
Romance" Ahhh yaaa... Hampir saja aku lupa, meski kamu adalah cinta pertamaku, tapi itu bukan berarti kamu adalah cinta terakhirku. " Dan ini kisahku, Windu Raeswara.