#Dewi Keberuntungan

112 6 0
                                    

Mentari nampak keluar dengan malu-malu dari tempatnya, sinarnya menerobos masuk dari celah jendela kamar seorang gadis yang terbuka lebar. Embun dengan segarnya menetes dari ujung dedaunan, memberi kesan sejuk dan damai untuk memulai pagi dengan senyuman. Suara ayam jago terdengar bersahut-sahutan mengerjakan tugas mulianya. Sedang, burung-burung pun tak mau kalah memamerkan suara merdunya. Nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan. Tapi terkadang, banyak manusia yang tak sadar akan nikmat Tuhan yang satu ini dan lebih sibuk dengan urusan mereka di pagi hari. Walau hanya sekedar menyapa sebentar pada mentari pun, mereka tak ada waktu. Ya begitulah kehidupan, yang sudah ada kadang diabaikan dan yang tidak ada kadang dicari-cari. Begitulah memang siklus kehidupan.

" Ndu."

" Hmm, " Windu sedang mengamati bunga anggreknya yang sudah berpindah tempat. Pasti ibunya yang memindahkannya kemarin. Ia segera memindahkan pot bunga itu agar lebih dekat dengan jendela, membiarkannya agar terkena sinar matahari. Feby sempat melirik sebentar ke arah Windu, lalu beralih ke arah lain.

" Lo mau sarapan sama Adit? " tanya Feby pada Windu. Windu mengangguk.

" Lo mau ikut? " Windu melangkah ke arah Feby, " minta tisu? " Windu melirik tisu yang berada di pouch make up Feby,dengan tatapan malas Feby menyodorkannya pada Windu.

" Makasih, " ucap Windu sesaat setelah Feby memberinya tisu, ia segera membersihkan tangannya karena memegang pot bunga tadi.

" Gimana, mau ikut nggak? " Windu kembali bertanya pada Feby yang sedari tadi belum menjawab.

" Tanpa lo tanya harusnya lo tau jawabannya Ndu, " Feby sedari tadi tak menjawab karena nampaknya ia sedang sibuk memakai lipstik pada bibirnya. Saat sedang melakukan ritual sakral seperti itu, ia memang pantang untuk diganggu, tapi Feby sendiri yang tadi memulai pembicaraan. Dasar Feby aneh.

" Jadi, lo mau ikut? " tak perlu bertanya, sebenarnya Windu sudah tahu jawaban Feby, sudah jelas anak itu tak mau jadi obat nyamuk. Tapi Windu sengaja menggoda Feby, membuat ia kesal adalah hal yang menyenangkan.

" Ndu, jangan bikin gue marah deh. "

Windu terkekeh melihat Feby yang nampaknya mulai terpancing. Ia masih berusaha untuk menahan tawanya.

" Abisnya lo gak jelas jawabnya. Gue tanya sekali lagi ya, lo mau... "

" Nggak Ndu, gue gak mau ikut. Udah jelas kan, puas? " kali ini Windu tak bisa menahan untuk tertawa,yang justru membuat Feby semakin sebal. Hari sudah semakin siang, namun Windu justru dengan sengaja mengganggunya. Windu enak bakal dijemput Adit, sedangkan Feby, ia harus berhimpit-himpitan di halte untuk menunggu bus, belum lagi saat di dalam bus. Sebenarnya, Feby bisa saja ikut Windu nebeng Adit, tapi itu berarti ia harus bersiap menjadi obat nyamuk sekaligus kambing conge. Dan itu tak akan pernah terjadi. Sempat terpikir di kepala Feby untuk meminta dijemput Ojan, gebetannya, tapi ia terlalu gengsi untuk menawarkan diri.

" Nggak puas. Soalnya lo nggak mau ikut. Kalau lo ikut bareng gue, gue baru puas. "

Feby menatap Windu penuh selidik, pasti ada udang dibalik batu kenapa Windu terus memaksanya untuk ikut.

" Ahh... Gue tau. Lo pasti mau minta bantuan gue kan kalau nanti diintrogasi sama Adit. Big no, gue tau akal licik lo Ndu... Haha, " suara tawa Feby yang begitu renyah benar-benar membuat Windu geram. Kenapa anak itu bisa tau,batin Windu. Windu menatap langit-langit kamarnya, bola matanya terus berputar kesana kemari, ia sedang memutar otak agar bisa membujuk Feby kali ini. Anak itu terlalu pintar untuk dikadalin. Windu meraih tangan Feby yang sedang sibuk membenahi alat make upnya.

" Gak usah sok dramatis gitu deh Ndu, pake masang ekspresi sedih kek gitu. Gak mempan Windu Raeswara yang cantik jelita tiada tara, " Feby mengibaskan tangan Windu, membuat si empunya manyun.

The Curse of First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang