***
Kamu tahu, aku sekarang terbelenggu
Terkungkung pada sebuah fatamorgana
Sebuah jalan hidup...
Yang seharusnya aku melangkah maju
Tapi,aku enggan melakukannya
Aku tak diam,
Hanya saja jalan di tempat
Hingga pada akhirnya aku sadar
Ini... Adalah tindakan terbodohku :(
***" Kiri bang... " teriak Feby yang membuyarkan lamunan Windu. Windu mengerjapkan matanya beberapa kali, kemana pria yang ia yakini itu adalah Wahid. Kenapa tiba-tiba ia menghilang?
" Ndu... " Feby sudah berdiri,bersiap turun dari bus,tapi Windu masih belum bergerak.
" Eh... Iya Feb," sahut Windu dengan tangannya yang berusaha menyeka air mata di pipinya. Beruntung, Feby tak melihatnya. Windu berdiri dari kursinya, namun matanya tak bisa lepas memandangi kursi dimana matanya menangkap sosok pria yang mirip dengan Wahid.
Bahkan sampai bus berjalan meninggalkan mereka di depan sebuah gang, mata Windu tak melepas pandangannya. Untuk kedua kalinya pria itu menghilang dari hadapannya. Atau Windu memang benar-benar sedang berhalusinasi. Apa yang ia dengar dan ia lihat sebenarnya tak nyata. Tapi Windu yakin ia sedang tidak berhalusinasi. Semua hal aneh yang ia dapati hari ini benar-benar menunjuk ke arah Wahid. Atau mungkin,Windu hanya sedang merindukan sosok Wahid? Ahh... Tapi tak mungkin. Sudah bertahun tahun lamanya Windu memendam semua rasa rindunya untuk pria itu. Tak mungkin jika ia tiba-tiba rindu dan menciptakan sebuah imajinasi tentang Wahid.
" Ndu? " Feby terus memperhatikan wajah Windu. Mereka kini sedang berjalan di sebuah gang tempat tinggal mereka. Suasananya sangat sepi, tapi lingkungan tempat tinggal mereka tergolong aman jadi mereka tak terlalu khawatir jika pulang larut malam.
" Hmm... " balas Windu yang nampaknya sedang malas diajak bicara.
" Lo semalem abis nangis? " Windu mengangguk.
" Kenapa? Bahkan kata Kia lo sampe ngamuk-ngamuk gitu," Windu mengumpat pada adiknya dalam hati. Bagi Windu, Kia adalah sosok adik yang durhaka pada kakaknya. Kia terlihat jauh lebih menyayangi Feby dibanding Windu yang sudah jelas-jelas kakak kandungnya. Tapi,Windu tak pernah merasa iri,Windu malah senang. Mengingat Feby adalah anak tunggal, pasti ia kesepian. Namun, sikap Kia kadang kelewatan, menceritakan sesuatu dengan melebih-lebihkan dan itu yang membuat Windu jengkel. Windu tak merasa tadi malam ia mengamuk, ia hanya melempari adiknya buku. Apa itu bisa dibilang mengamuk? Windu rasa tidak, ia hanya meluapkan kemarahannya.
" Pengin gue jitak tuh Kia. "
" Gue gak ngamuk, gue cuma lempar dia pake buku, itupun gak kena dan gue juga gak ada niatan nyakitin dia, " lanjut Windu.
" Iya,tapi kenapa? Tumben lo nggak cerita sama gue." Mereka masih berjalan dengat ritme yang bisa dibilang pelan.
" Soal promosi Feb."
Feby mengernyitkan dahi," promosi?" Windu mengangguk.
"Kenapa sama promosi? Kan lo yang mau dipromosiin. "
"Iya, tapi kan awalnya Tari yang mau dipromosiin. Gue gak terima aja kalau Tari yang dipromosiin. Bukan berarti gue pengin dipromosiin, tapi masih ada yang lebih layak dibanding Tari. "
Feby sebenarnya sudah mengira kalau Tari yang akan dipromosikan oleh Adit, mengingat hubungan mereka yang sangat dekat, oleh karena itu saat Windu bilang dirinya yang akan dipromosikan, Feby sangat shock tapi juga lega. Feby menghentikan langkahnya diikuti Windu. Mereka sudah sampai di halaman rumah Feby.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Curse of First Love
Romance" Ahhh yaaa... Hampir saja aku lupa, meski kamu adalah cinta pertamaku, tapi itu bukan berarti kamu adalah cinta terakhirku. " Dan ini kisahku, Windu Raeswara.