Jisoo menatap mesin penghancur kertas yang sudah berada di dalam kamarnya. Dia menghela nafasnya pelan sebelum mengangkat sekotak barang-barang yang berkaitan dengan Jinyoung dan meletakkannya di atas meja. Jisoo mulai menyalakan mesin itu hingga mesin itu bersuara dan mulai mengeluarkan satu per satu surat ataupun foto yang ada di dalam kotak.
Sebelum memasukkan surat yang ditulis Jinyoung untuknya beberapa tahun yang lalu, Jisoo membacanya sekali lagi. Jisoo tersenyum bodoh saat menyadari apa yang sudah dia lakukan dan memasukkan selembar kertas yang berisi tulisan tangan Jinyoung ke dalam mesin penghancur dengan mata yang sudah berair. Membiarkan mesin itu menggiling kertas itu, menghancurkannya. Setelah semua surat sudah dia hancurkan, Jisoo beralih memasukkan foto-foto mereka ke dalam mesin penghancur itu.
"Kenapa tiba-tiba aku jadi merindukannya sekarang.....?"lirihnya pelan, tanpa menyadari setetes air mata sudah berhasil keluar dari matanya.
********************
Senyuman Jiyoon tampak begitu mematikan bagi Jinyoung yang duduk di depannya. Jiyoon masih mencoba untuk ramah dengan Jinyoung meski dia tau, apa yang terjadi pada keduanya, Jisoo dan Jinyoung.
"Bukankah kau bilang, kau tidak akan menyakitinya kemarin?"tanya Jiyoon membuat Jinyoung terdiam "Apa kau lupa dengan janji mu sendiri Jinyoung-ah?"
"Nuna.... dengarkan aku dulu... Aku benar-benar tidak bermaksud untuk menyakiti Jisoo....hanya saja...aku terpaksa.."
Jiyoon tampak menahan tawanya dan menggeleng pelan "Terpaksa menyakitinya? Yang benar saja Jinyoung? Kau tidak pantas menyakiti adik ku! Sadarlah....Jisoo ku terlalu baik untuk kau sakiti!"
"nuna..."
"Temui Jisoo dan selesaikan semuanya dengan baik-baik...!!"potong Jiyoon tanpa memberi Jinyoung kesempatan untuk menyelesaikan kalimatnya.
Jinyoung tersenyum simpul "Aku ragu dia ingin melihat wajah ku sekarang.... Semuanya sudah berakhir nuna...aku dan Jisoo, kami sudah putus! Tidak ada yang bisa kami selesaikan sekarang... Jisoo sudah menyelesaikan semuanya secara sepihak..!"
"Mau mati?"tanya Jiyoon membuat dahi Jinyoung mengerut "apa kau tidak berniat untuk menyelesaikan semua kesalah pahaman kalian?"
Jinyoung masih terdiam, menatap cangkir kopi yang berada di atas meja.
"Selesaikan semuanya dengan tuntas! Aku tidak ingin mendengar alasan apa pun dari mu. Kau yang memulainya duluan.....jadi, kau juga yang harus menyelesaikannya sendiri. Persetan dengan si Joohyun itu.. Sekarang, aku tanya! Apa kau rela Jisoo pergi dari hidup mu?"
Jiyoon kembali tersenyum "Jisoo bukan tipe gadis yang mudah untuk dilupakan, aku tau itu... Kau tidak akan bisa melupakan adik ku Jinyoung."
Jiyoon ada benarnya.... Jisoo memang bukan orang yang mudah dilupakan. Dan.....Jinyoung tidak begitu percaya kalau dia sendiri bisa melupakan Jisoo. Dalam seminggu ini saja, dia tidak bisa berhenti memikirkannya.
"Apa kau akan menyerah sampai di sini saja? Kau tidak akan mengejarnya lagi?"
"Nuna....sebenarnya aku masih sangat ingin mempertahankan hubungan kami.. Tapi....sepertinya Jisoo tidak akan pernah memberi ku kesempatan kedua untuk memperbaiki semuanya.."
Jiyoon tersenyum dan menggeleng pelan "sebelum kau meminta kesempatan kedua itu, apa kau sudah menyelesaikan sumber masalahnya?"
Jinyoung tidak bodoh. Dia tau siapa maksud Jiyoon. Siapa lagi kalau bukan Joohyun?
************************
Jinyoung yang sudah berada di depan pintu apartemen Jisoo hanya berdiri mematung. Tanpa berniat untuk memencet bel, atau pun membuka pintu apartemen dengan pin. Dia hanya berdiri diam, melamun hingga tidak sadar kalau ada yang sedang memperhatikannya dari tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Regret
FanfictionKaca yang sudah retak tidak akan bisa utuh kembali, begitu juga dengan kepercayaan. Karena penyesalan, akan selalu datang di akhir. (Start: 10 may 2020 - End: 28 may 2020)