Hari-hari Echa ia lewati bersama dua orang yang Echa yakini sebagai sahabatnya. Ayla dan Shena, dua gadis itu selalu setia menemaninya.
"Gak ke kantin Ay?" Tanya Echa sambil memberesi bukunya. Ayla menggeleng. "Gue bawa bekal Cha, yuk makan bareng gue" Echa menggeleng pelan.
"Maaf ya Ay, gak bisa, ntar Tama ngamuk kalo gue telat" gadis itu menatap Ayla merasa bersalah. Ayla sudah kerap mengajak ia makan bersama, namun Echa masih belum bisa makan bersama gadis itu.
"Iya deh, gak papa, lain kali aja. Yaudah, pergi aja Cha, ntar lo di marahin sama Tama" Echa mengangguk dan segera kekuar kelas.
"Eh Cha, kemana? Ayla mana?" Tanya Shena yang ingin ke kelas Echa. "Ayla di di kelas, samperin aja Shen, gue pengen ke kantin, atau lo mau ikut sama gue?" Shena menggeleng. "Gue ke Ayla dulu deh, gak papa kan sendiri?" Echa mengangguk sambil tersenyum. "Iya gak papa, santai aja, gue duluan ya" Shena mengangguk dan berjalan ke kelas Echa.
"Lama banget sih lo!" Teriak Tama. Echa menatap Tama kesal. Bisakah laki-laki itu berhenti berteriak?.
"Gak usah teriak juga kali! Gue gak budeg!" Balas Echa sambil berteriak.
"Bacot lo berdua!" Kali ini Rama bersuara. Echa dan Tama langsung terdiam. "Yaudah, sini catatannya" Arel langsung memberikan list pesanan lima sekawan tersebut.
Dengan cepat, Echa segera memesan makanan geng TeleKacang yang menyusahkan Echa.
"Nih, makan!" Kata Echa sambil menyodorkan nampan berisi makanan mereka. Tama mengambil batagornya sambil menatap Echa. Echa yang merasa dipandang oleh Tama, langsung pura-pura tak tahu.
"Gak usah ngeliatin gue gitu!" Ketus Echa. Tama langsung mengalihkan pandangannya dari Echa. "Pede banget lo, mending gue liat badak dari pada liat muka lo"ujar Tama tak kalah sengit.
"Lo pikir gue lebih jelek dari badak!?" Kata Echa tak suka. "Lo kali yang ngerasa, gue gak pernah ya bilang gitu" ujar Tama. Echa menggeram, ingin rasanya gadis itu mencekik leher Tama.
"Kenapa? Gak suka?" Tama menatap Echa dengan sinis. "Iya! Gue gak suka sama lo, lo itu jelek, pemaksa, keras kepala, bego, jelek, pemaksa, jelek, keras kepala!!" Kata Echa lantang dan mengulang kata Jelek, pemaksa dan keras kepala. Tama yang mendengar kata jelek tersebut langsung membulatkan matanya.
"Lo kali yang jelek, lo gak tau, banyak cewek yang ngejar-ngejar gue, karena ketampanan gue" kata Tama bangga.
"Eh gue gak nanya" ketus Echa. Tama mendengus, berbalas argumen dengan gadis itu membuat ia naik darah.
"Lo berdua kebanyakan bacot ya!" Ketus Azka yang sudah tidak tahan mendengar ocehan dua orang itu. Tama dan echa pun terdiam dan mendengus kesal.
***
Bel pulang pun berbunyi. Echa menghela nafas lega mendengar suara bel penyelamat itu. Mendengar guru sejarah menjelaskan, sama seperti dinyanyikan lagu nina bobo, karena membuat ia mengantuk."Mau pulang bareng gak Cha?" Tawar Ayla. Ayla menggeleng. "Engh gue naik angkot aja Ay, makasih ya" Ayla mengangguk dan berjalan keluar kelas mendahului Echa.
Echa masih berdiam di kelas sambil menunggu sekolah sepi. Ia pun memutuskan untuk berjalan ke depan gerbang karena takut sendirian di kelas.
"Ikut gue!!" Seorang gadis tiba-tiba menariknya secara paksa. Echa meringis saat tangannya di cengkram kuat.
Echa pun ditarik ke toilet. Echa menatap gadis di depannya dengan intens. Mona. Gadis yang sempat mencari masalah dengannya.
"Mau lo apa sih!?" Bentak Mona. Echa mendengus. "Yang harusnya nanya itu gue! Mau lo apa sampe narik-narik gue kesini!" Teriak Echa tak kalah kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
MATCHA : Luka Dari Masa Lalu.
Teen FictionFitnah itu, pembunuhan dan trauma yang mendalam. Bagaimana rasanya menjadi tersangka pembunuh padahal kau tidak melakukan apa-apa, trauma yang membekas dari masa lalu kelam yang kian menyiksa. Gadis itu, tersiksa mental sebelum waktunya. Batin dis...