2✓

94 7 0
                                    

Adam adalah lelaki tampan, pintar, Sholeh, mapan dan masih banyak lagi. Saat usia Adam 15 tahun sudah mampu membuat Ura menyukainya. Namun, Ura tak mampu untuk mengatakannya. Ura dan Adam sangat berteman baik sedari kecil.

Adam selalu mengajak Ura bermain kala Ura merasa sedih. Sampai waktunya mereka berdua beranjak dewasa, keduanya mulai menjaga jarak. Ditambah saat Adam berusia 18 tahun, ia harus pergi menuntut ilmu.

Sudah 5 tahun Ura tak bertemu dengan Adam. Tetapi Ura tak melupakan Adam walau sudah berpisah jauh.

Ura sedang berada di kamar dan terduduk di kursi meja belajarnya. Ia menatap lekat foto dirinya dan Adam saat 10 tahun yang lalu.

"Kak" ujar Atan dari luar kamar Ura seraya mengetuk pintu kamar Ura.

"Masuk tan" balas Ura.

Atan duduk pada tepi ranjang Ura "Kakak lagi apa?"

Ura tersenyum "kak Adam?" Tanya Atan.

Ura mengembalikan bingkai foto pada tempatnya. Ia beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri sang adik.

"Iya" ucap Ura seraya duduk tepat di samping adiknya.

"Type kakak ternyata gak pernah berubah, dari dulu kak Adam terus" ujar Atan seraya menggoda.

Ura terkekeh mendengar ucapan Atan "siapa yang gak suka sama kak Adam. Ganteng, Sholeh, mapan, pinter uuuuuhhh maa syaa Allah banget!!" Ujar Ura.

"Jangan dipikirin terus kak. Nanti dosa loh!" Balas Atan.

"Gak mikirin ah" ujar Ura mengelak.

"Masa"

"Iya, udah Sanah jangan ganggu. Kakak mau tidur!!" Ujar Ura seraya mendorong tubuh Atan supaya cepat keluar dari kamarnya.

***

Pagi yang cerah seperti hari-hari biasanya. Ura selalu bangun awal dari pada yang lain. Terkadang ia membantu ibu Surti untuk mengurus rumah.

Hari ini ia akan berkunjung ke rumah Ibu Sezza bersama Atan, tentunya tanpa Ayah. Atan yang selalu ditugaskan oleh sang Ayah untuk menjaga kakaknya ketika sedang berada di luar rumah.

"Hari ini mba Ura mau ke rumah Ibu?" Tanya Bu Surti.

"Iya nih Bu, udah lama juga gak ketemu Ibu" balas Ura seraya menatap sarapan di meja makan.

"Ibu titip salam buat nyonya ya mba" ujar Bu Surti.

"Siap deh" balas Ura seraya mengacungkan jempolnya.

Cup

Ciuman mendarat di kening Ura "selamat pagi sayang" ujar sang pelaku.

"Pagi Ayah sayang" balas Ura seraya mempersilahkan duduk sang Ayah.

"Pagi kak" ujar Atan seraya mengelus puncak kepala Ura.

"Songong"

"Wleee" balas Atan sambil menjulurkan lidahnya.

"Sudah Atan sarapan!!" perintah Ayah.

Ura pun menyiapkan makanan untuk sang Ayah. Mengambilkan sepiring nasi goreng dan menyiapkan segelas air putih. Sudah tugas Ura untuk memperhatikan sang Ayah seperti ini, kebiasaan ketika Ura menginjak usia 13 tahun. Ketika Sezza sudah resmi bercerai dengan Aga.

"Atan jangan lupa untuk jemput kak Ura lagi Loh!!" Peringatan Aga.

"Siap kapten!" Balas Atan.

"Kalau sampai lupa, uang jajannya potong aja yah" ujar Ura seraya terkekeh karena melihat ekspresi dari Atan.

"Yeee dasar kakak gak sayang adek gini nih" balas Atan membuat mereka bertiga tertawa.

Seketika Ura teringat sang Bunda "Bunda, Ura rindu bunda" gumam Ura dalam hati.

Sudah selesai sarapan kemudian semuanya bersiap untuk berangkat. Ura yang diantarkan oleh sang Ayah, dan Atan berangkat mengendarai motor kesayangan nya itu. Ura yang sejak awal minta di belikan sepeda motor tak dituruti oleh sang Ayah, giliran adiknya langsung dituruti.

Dalam perjalanan Ura dan Aga selalu berbincang mengenai hal kecil. Terkadang mereka berdua bercerita sampai saat nya sudah tiba pada tempat tujuan akhirnya perbincangan mereka terhenti.

"Ayah. Dulu bunda itu seperti apa sih?" Tanya Ura.

Aga masih fokus untuk mengemudikan mobilnya dan tersenyum "Bunda itu..... Baik, setia, ramah, ceria, bawel, bar-bar, Sholehah, istri yang baik, pengertian, rajin, pinter, nurut, cemburuan, dan banyak lagi" ujar Aga.

"Ayah lagi ngomongin Bunda apa aku sih? Itu mah aku banget tau!!"

"Itu Bunda kamu banget, dan semua itu nurun ke kamu anaknya"

Ura tertawa "masa sih yah?" Tanya Ura.

"Ayah serius. Kalau kamu gak percaya kamu tanya sama om Damar" balas Aga.

"Aku tau kenapa aku mirip banget banget banget sama Bunda. Soalnya supaya Ayah bisa selalu ngerasa Bunda itu ada terus di samping Ayah walaupun kenyataannya Bunda udah gak sama kita-kita" jelas Ura.

Aga teringat seketika tentang wajah sang istri yang amat dia sayangi. Sahabat nya yang dulu ia tak ingin kan sama sekali untuk dijadikan istri. Sosok wanita yang sangat dirindukan oleh Aga saat ini.

"Ayah jangan sedih ya. Ura janji akan terus berada di samping Ayah" ujar Ura seraya mendekatkan tubuhnya kepada tubuh sang Ayah.

Cup

Kecupan mendarat di kening Ura "terimakasih sayang" ujar Aga.

Ura mengembalikkan pada posisi semula "Kamu tau gak?" Tanya Aga.

Ura menggeleng "tau apa?" Balas Ura.

"Dulu Ayah sama Bunda itu sahabatan dari kecil. Sampai saat kita beranjak dewasa, Ayah menyimpan rasa sama Bunda tapi gak berani bilang. Kalau Bunda jalan sama pacarnya Ayah cuma bisa uring-uringan" jelas Aga, membuat Ura antusias untuk mendengarkan kisah cinta Ayah dan Bundanya. Ura belum pernah tau tentang kisah cinta kedua orang tuanya.

"Terus?" Tanya Ura.

"Terus kita udah sampai kampus kamu dan kamu harus turun" ujar sang Ayah.

"Yaaaah Ayah kan masih kepo" ucap Ura seraya mencabik kan bibirnya.

"Nanti kita lanjut ya di rumah Ayah janji" ujar Aga seraya menyodorkan jari kelingking tangan kanannya.

Ura membalas juga untuk menyodorkan kelingking nya "oke. Yasudah bye Ayah" ucap Ura seraya mencium punggung tangan Aga.

"Baik-baik. Nanti hati-hati kalau mau ke rumah Ibu"

"Siap kapten" balas Ura.

Kemudian Ura keluar dari mobil sang Ayah. Ura melangkahkan kakinya untuk menuju ruang kelas yang ia tempati.

Di kelas Ura memiliki teman yang dekat dengannya. Abel dan Rosa keduanya termasuk teman yang mudah akrab dan satu frekuensi dengan Ura. Walaupun pertemanan mereka baru mulai saat awal kuliah.

Ura senang bisa berteman dengan keduanya yang sangat baik dan terbuka terhadap Ura. Hal itu membuat Ura merasa nyaman berada didekat Abel dan Rosa.

.
.
.
.
.
Bersambung...







Mohon maaf lahir & batin😍

AuroraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang