Epilog

633 33 12
                                    

Malam sudah semakin gelap, lampu kendaraan maupun bangunan di sekitarnya turut menjadi penerang kegelapan malam. Lalu lintas kota masih ramai namun untungnya tidak semacet saat pagi hari maupun sore hari. Pukul sepuluh malam, Zakky dan Devi baru keluar dari restoran, keduanya sudah bisa bercanda dan tentunya bertengkar seperti biasanya.

"Anak kecil ini sudah mengantuk rupanya," ucap Zakky saat melihat Devi menguap.

"Saya bukan anak kecil ya." Devi menutup mulutnya, jam tidur Devi memang sudah lewat sejak dua jam lalu.

Keduanya kini telah masuk ke dalam mobil, bersiap untuk tujuan selanjutnya yaitu pulang ke rumah.

"Baiklah, kita pulang sekarang."

"Saya belum mengantuk Pak. Sebaiknya kita mampir ke restoran cepat saji dulu ya, saya masih lapar. Saya itu heran kenapa restoran mewah itu menghidangkan makanan dengan porsi sedikit tapi harganya selangit."

"Bahan baku yang digunakan memiliki kualitas terbaik dan mahal, sehingga harga makananan di restoran mewah tadi menjadi mahal juga. Lagipula porsi makan kamu kan setara dengan porsi tiga orang. Jadi makanan pembuka, makanan utama, dan hidangan penutup masih belum membuatmu kenyang." Zakky membelokkan mobilnya ke arah barat menuju restoran cepat saji.

Zakky memesan beberapa potong ayam goreng dan kentang goreng serta air mineral, semuanya take away. Mereka tidak ingin berlama-lama di luar rumah saat malam hari.

"Saya senang ketika kamu cemburu pada Angela."

"Cemburu? Saya tidak pernah cemburu. Bapak ini terlalu percaya diri sekali," ucap Devi sambil melahap ayam gorengnya.

"Ketika kamu merasa marah, kesal, benci, dan mengalami perasaan tidak enak lainnya pada saat pasangan kamu berdekatan dengan orang lain itu tandanya kamu cemburu. Dan cemburu tandanya cinta." Zakky tersenyum.

Entahlah, percikkan perasaan itu beberapa kali memang muncul dalam hatinya. Namun, entah mengapa Devi masih tidak mau mengakuinya.

"Saya tidak cemburu ya."

"Oh ya? Ya sudahlah lebih baik saya mencari wanita lain saja."

"APA?" Devi langsung memukul lengan Zakky dengan keras.

"Aww.. saya hanya bercanda tahu. Lagipula kenapa saya harus mencari wanita lain jika ada kamu di sisi saya. Itu lebih dari cukup."

Sekarang Devi bisa menyetujui bahwa suaminya memang romantis, bukan hanya lewat ucapan melainkan juga perbuatan. Dan bisa dibilang, Devi tidak ingin kehilangan pria ini.

Awalnya Devi merasakan kebencian yang amat mendalam pada pria menyebalkan satu ini. Lama-kelamaan, ternyata mereka saling membutuhkan satu sama lain. Hingga kebersamaan mereka semakin intens, mungkin kalimat 'cinta muncul karena terbiasa' memang benar adanya. Meskipun kalimat itu terkesan klasik, namun menarik untuk diulik. Dalam kenyataannya peristiwa cinta muncul karena terbiasa ini memang acap kali terjadi. Segala perhatian dari Zakky membuat hati Devi yang keras perlahan menjadi lunak, namun lagi-lagi wanita ini masih belum mau mengakuinya.

Di balik setiap tingkah polos dan keras kepalanya, diam-diam Devi selalu mempersiapkan dirinya untuk menjadi seorang istri yang baik ketika waktunya tiba nanti. Jujur saja, dia pun ingin membalas perbuatan baik yang dilakukan Zakky dan tentu saja mencoba untuk mencintai pria yang sekarang menjadi suaminya itu. Dia akan siap seutuhnya menjadi seorang istri ketika sudah tepat berusia 24 tahun, itu waktu yang tepat baginya, dan saat itu tak lama lagi akan datang.

"Tidak terasa usia pernikahan kita telah hampir satu tahu. Tinggal satu bulan lagi, usia kamu menjadi 24 tahun. Akhirnya penantian saya akan segera berakhir." Zakky mengepalkan tangannya seperti pahlawan yang terbebas dari jeratan penjajah.

"Dan sudah sejak dua bulan lalu, Bapak telah menginjak usia 32 tahun. Selamat Bapak semakin tua maka keriput pun akan semakin banyak."

"Kamu jangan menakut-nakuti saya seperti itu. Tapi memang benar, tak terasa waktu sudah jauh meninggalkan kita."

"Saya memang tidak bisa mengungkapkan perasaan saya melalui kata-kata. Tapi saya merasa nyaman dan bahagia ketika bersama dengan Bapak. Jadi tetaplah di sisi saya sampai kapanpun."

Untuk pertama kalinya Devi menggenggam erat tangan suaminya. Dia telah tulus menerima Zakky beserta dengan seluruh kelebihan dan kekurangannya. Ini merupakan awal bagi mereka untuk membangun hubungan rumah tangga ke arah yang lebih baik.

"Semoga Tuhan mengizinkan kita untuk selalu bersama. Saya tidak akan bisa berpisah dengan kamu. Karena kamu adalah satu-satunya wanita yang mampu membuat saya tenang, damai, dan mampu menghilangkan trauma yang selama ini menghantui saya. Berkat kamu saya bisa mengalahkan insomnia saya."

Zakky menarik Devi kedalam pelukannya, mendekapnya dengan erat.

"Because you are my sleeping pills."

***

13 Juni 2020

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

END

.

.

.

.

.

Terima kasih telah membaca cerita ini sampai selesai. Saya pun amat bahagia ketika membaca satu persatu komen serta menerima dengan bangga vote dari kalian ❤.

Semoga Allah memberikan kesempatan bagi kita untuk berjumpa di cerita berikutnya.

Salam hangat.

Almee Syarif
👽🙋😺

💙

💙

💙

Jika kalian tidur, jangan lupa untuk bangun.

Dream Zone: Sleeping Pills (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang