Farish sejak tadi mondar-mandir di ruangannya, tiga puluh menit lagi jam makan siang akan tiba, namun dia belum mendapat kabar dari Devi. Sudah sejak pagi tadi Farish mengirimkan pesan pada pacarnya kalau dia ingin menyampaikan sesuatu yang penting, namun pesannya sama sekali belum dibaca apalagi dibalas.
Sejak menjadi asisten pribadi Zakky, Devi memang menjadi tambah sibuk dan membuat sepasang kekasih itu cukup jarang bertemu kecuali di hari Minggu.
"Rish nanti siang lo mau makan dimana?" tanya Zakky sambil masuk ruangan sahabatnya itu.
"Sorry nih bro, gue nggak bisa makan bareng kali ini. Soalnya gue mau ajak Devi makan siang."
"Lo gimana sih Rish, bukannya kita sudah janji dari seminggu lalu untuk makan siang bareng sambil mendiskusikan projek baru?"
Sudah sering kali kedua sahabat ini bertengkar bagaikan sahabat pada umumnya, namun baru kali ini Zakky merasa sangat kesal pada Farish, dengan mudahnya Farish membatalkan acaranya dengan sahabat sekaligus bosnya ini.
Zakky kembali ke ruangannya tanpa berbicara sepatah katapun. Farish hanya menggeleng karena sudah terbiasa dengan kelakuan sahabatnya itu, sebenarnya dia juga tidak ingin melakukan hal ini tapi sayangnya hari ini benar-benar ada sesuatu yang harus dibicarakan dengan Devi.
Farish akhirnya mencoba untuk menelepon Devi. Tiga menit berlalu dia masih setia menunggu, lima menit berlalu telepon masih belum diangkat juga. Farish baru sadar kalau Devi adalah orang yang pekerja keras dan fokus. Devi tidak akan menyentuh handphonenya sampai pekerjaannya selesai atau waktu istirahat dan pulang tiba.
.
.
.
Di sisi lain, Zakky masuk ke ruangan Devi sambil membawa banyak berkas yang tingginya setara dengan ibu jari dan kelingking bila direntangkan. Devi masih belum menyadari kehadiran bosnya itu, dia masih fokus mengetik sesuatu di komputernya.
"Ekhem," deham Zakky.
Devi menoleh ke sumber suara, kemudian kembali fokus ke komputernya lagi. Bisakah satu hari saja dia tidak bertemu dengan pria menyebalkan ini, namun sayangnya tidak. Kini Devi tidak bisa terlepas dari pria bernama Zakky ini karena tuntutan pekerjaan.
Zakky langsung duduk di kursi depan meja Devi.
"Ekhem," deham Zakky sekali lagi karena Devi tidak mengacuhkannya.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?" Akhirnya Devi membuka suara sambil menunjukkan senyuman palsu.
"Saya tidak suka dengan pilihan pakaian kamu. Maka dari itu kamu harus revisi semuanya. Saya tidak ingin memakai kemeja yang warnanya sama dalam satu minggu. Dan saya tidak suka merek sepatu yang kamu tulis di sana, harganya terlalu murah bagi saya. Lalu tolong urus segala keperluan seluruh pegawai di rumah saya, apalagi sekarang awal bulan mereka harus menerima gaji. Dan hal lainnya, bisa kamu periksa di berkas ini." Zakky menunjuk berkas yang tadi dia bawa.
Apakah Zakky tidak salah bicara, berkas sebanyak itu biasa Devi selesaikan minimal dalam satu hari. Itupun kalau di terima bosnya yang perfeksionis ini, kalau tidak dia harus merevisinya kembali.
"Sebentar lagi waktu makan siang Pak. Berkas-berkas yang Bapak bawa terhitung sangat banyak, dan saya mungkin tidak mampu menyelesaikannya dalam kurun waktu dua jam saja."
"Maka dari itu saya akan membantu kamu. Sebagai bos dan bawahan, kita harus bisa bekerja sama bukan? Jadi jam makan siang ini kamu ikut saya. Sekalian kita kerjakan setelah makan siang."
Raut wajah Devi berubah, dia punya janji dengan Farish, katanya ada sesuatu hal penting yang harus di bicarakan di jam makan siang ini.
Zakky sangat paham dengan ekspresi yang ditimbulkan Devi. Namun harus bagaimana lagi, pekerjaan mendadak ini harus segera selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Zone: Sleeping Pills (1)
Romance[COMPLETED] [Romance Comedy] Peristiwa pahit yang menimpa seorang pria pada dua puluh empat tahun silam membuatnya selalu terbangun dari tidur karena satu mimpi buruk yang selalu hadir. Trauma yang yang menimpanya berimbas pada pola tidur sehingga m...