Bab 17 (Fashion Stylist)

231 29 8
                                    

Ruangan Zakky di kantor berukuran paling luas diantara ruangan staff lain, disamping kanan terdapat rak besar untuk menyimpan berbagai jenis buku. Dia memang sangat suka membaca buku, dalam sebulan dia bisa menyelesaikan minimal satu buku untuk dibaca, sesibuk apapun dirinya pasti menyempatkan waktu untuk membaca buku.

Koleksi bukunya sudah banyak memenuhi rak di rumahnya dan rak buku di ruangan kantornya pun kini juga sudah penuh. Bahkan ada beberapa buku yang tergeletak di meja karena tidak muat di rak saking penuhnya.

Zakky adalah orang yang perfeksionis, contohnya saja dalam meletakkan buku koleksinya harus menggunakan kategori, mulai dari kategori nama penulis, tahun terbit, dan lain sebagainya. Jika ada satu buku saja yang tidak terletak sesuai kategori yang dibuatnya itu maka Devi ataupun office boy kantor inilah yang menjadi sasaran kemarahannya. Hal itu bukan tanpa alasan karena jika buku tidak diletakkan sesuai kategori maka Zakky menjadi kesulitan menemukan buku yang dicari karena saking banyaknya buku disana.

Kemudian di sebelah kiri ruangan terdapat sofa dan rak kecil yang didalamnya terdapat beberapa action figure dan game portable. Zakky hanya memainkan action figure dan game portablenya sesekali saja ketika dia bosan.

Di arah belakang terdapat tembok kaca yang sangat besar, sengaja tidak dihalangi oleh gorden agar cahaya matahari dengan bebas masuk sehingga dia dapat melihat pemandangan kota melalui tembok kaca itu. Memang hampir setiap gedung memiliki tembok kaca di sekeliling bangunannya, selain untuk menghemat listrik karena sinar matahari bebas masuk, juga demi kepentingan estetika.

Handphone Zakky tak berhenti berdering sejak satu menit yang lalu. Dia sedang fokus terhadap pekerjaannya. Namun saat terlihat nama 'Papa' di layar handphonenya dia langsung mengangkatnya.

"Halo. Assalamu'alaikum." Suara Papanya begitu khas terdengar di telinga Zakky, dia begitu merindukan sosok kedua orang tuanya sejak beberapa bulan ini tinggal terpisah dengan mereka.

"Wa'alaikummussalam," jawab Zakky.

"Bagaimana pekerjaan kamu? Papa harap berjalan baik."

"Terkadang memang ada masalah di kantor namun bisa kami atasi. Semua ini berkat dukungan serta doa Papa dan Mama juga disana."

"Ky bagaimana keadaan kamu sehat kan? Biasanya Mama yang memasak makanan untuk kamu sekarang siapa yang menyiapkan makanan?" tanya Mamanya yang lansung merebut handphone yang dipegang suaminya.

"Kan ada asisten rumah tangga Ma."

"Makanya kamu cepat menikah Ky. Supaya ada yang menemani, kamu jadinya tidak sendirian terus seperti sekarang. Kapan kamu dan calon istrimu menikah? Lebih cepat lebih baik Ky daripada berlama-lama dalam ikatan yang belum sah." Kali ini Papanya yang bersuara.

"Papa dan Mama doakan saja Zakky agar cepat menikah."

"Oh iya, kamu belum memperkenalkan kami dengan calonmu itu. Mama dan Papa ingin bertemu sama calonmu."

"Papa kan sudah bertemu dengan dia."

"Hah kapan?"

"Eh tidak kok Pa, Zakky salah bicara tadi. Nanti jika waktunya sudah tepat, Zakky akan memperkenalkan kalian."

"Doa kami selalu menyertai kamu Nak. Lancar ya kerjanya, kapan-kapan pulang kesini. Sudah dulu ya. Wassalamu'alaikum."

"Wa'alaikummussalam."

Telepon sudah dimatikan, Zakky kembali fokus terhadap pekerjaannya. Sudah berulang kali orang terdekatnya menyarankan agar Zakky cepat menikah. Sebenarnya dia pun merasa sudah siap membina rumah tangga namun calon istrinyalah yang sepertinya belum siap.

Dream Zone: Sleeping Pills (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang