Hari ini Devi memutuskan untuk cuti, dia ingin menghabiskan waktu dengan Ayahnya di rumah sakit. Karena dia tidak tahu sampai kapan dirinya dan Ayah bisa bersama seperti ini, jadi apa salahnya untuk mengutamakan sang Ayah daripada pekerjaan.
"Kamu tidak bekerja Dev?" tanya Pak Effendy ketika Devi masih di rumah sakit padahal sudah tepat waktunya untuk pulang dan mempersiapkan diri untuk bekerja.
"Pekerjaan itu tidak penting. Ayah yang lebih penting," jawab Devi sambil menyunggingkan senyuman pada Ayahnya.
"Kamu ini kebiasaan, gombal." Ayah dan Devi serentak tertawa.
Layar handphone masih menunjukkan pukul enam pagi. Devi menselonjorkan kakinya ke lantai, benar saja bahwa tidur di kursi semalaman membuatnya merasa tidak nyaman dan tidak nyenyak tidur.
"Dev."
"Ya? Ayah perlu sesuatu?" Devi langsung menoleh pada Ayahnya.
"Tidak kok, Ayah tidak butuh sesuatu. Hanya saja sepertinya Ayah sudah memutuskan perihal pembicaraan kita semalam."
Devi memilih diam dan menunggu ucapan Ayah berikutnya.
"Kamu tahu kan kalau Ayah ini juga keras kepala, sulit diubah keputusannya seperti kamu?"
Devi masih diam. Suasana hening, belum ada aktivitas di rumah sakit, kebanyakan pasien masih terlelap tidur. Hanya ada beberapa dokter dan perawat yang bertugas ketika keadaan darurat.
"Semalam Ayah telah melaksanakan shalat istikharah dan Ayah merasa kini sudah mendapatkan petunjuk. Ayah akan melakukan operasi ini untuk kalian."
Kedua mata Devi berbinar, tak percaya dengan apa yang dikatakan Ayahnya. Hal ini merupakan keinginan Devi dan Ibu yang terwujud. Akhirnya mereka mempunyai harapan bahwa Ayah bisa sehat kembali.
"Tapi hal itu ada syaratnya."
"Syarat?"
"Ya, syarat. Karena Ayah tidak tahu sampai kapan bisa melindungi kamu, kita tidak tahu apakah operasi itu berhasil atau sebaliknya. Maka dari itu Ayah ingin kamu berjanji untuk menikah tepat setelah Ayah melakukan operasi."
Urusan ini menjadi lebih mudah apabila Farish berada di Indonesia, mereka bisa segera menikah untuk mewujudkan keinginan Ayahnya. Pernikahan mereka cukup tercatat di KUA, biarkan resepsinya diadakan di lain waktu. Yang utama adalah Ayahnya bisa menjalankan operasi dengan tenang.
Namun lain halnya dengan situasi yang dia alami sekarang. Farish sedang menimba ilmu di tempat nun jauh disana yang terhalang samudera dan benua, untuk pulang ke Indonesia membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Apalagi sekarang Farish disibukkan dengan kegiatan kampusnya yang padat.
"Ayah kan tahu kalau Mas Farish sedang tidak ada di Indonesia, Devi tidak bisa segera menikah. Nanti jika Mas Farish sudah lulus, kami akan mendiskusikan hal ini."
"Bukan itu maksud Ayah. Sebab pastinya terlalu lama jika menunggu Farish lulus kuliah. Maksimal satu bulan setelah Ayah operasi, semua persiapan pernikahan sudah tersedia."
"Lalu Devi harus bagaimana?" Devi bingung, mana mungkin dalam jarak satu bulan dirinya bisa mengurus pernikahan bersama Farish. Sebab keduanya sama-sama sibuk dengan kehidupan pekerjaan maupun pendidikan.
"Ayah memimpikan memiliki seorang menantu yang bertanggung jawab, dekat dengan keluarga, pekerja keras, perhatian pada kamu yang seringkali cuek pada dirinya sendiri, serta bisa melindungi kamu Dev."
"Mas Farish punya semua sifat itu Yah."
"Tapi Ayah merasakan sifat itu sempurna mencerminkan kepribadian Zakky."
"Pak Zakky? Tidak mungkin Yah, dia sudah memiliki calon istri. Lagipula sikap baik Pak Zakky hanyalah sebuah sandiwara agar dapat merebut perhatian Ayah dan Ibu."
"Ayah lebih dekat dengan Zakky daripada kamu Dev. Perlakuannya tulus pada keluarga kita, tidak mengharapkan apapun. Ayah sangat senang jika kamu menikah dengannya."
"Tapi itu tidak mungkin."
Menikah dengan atasannya yang menyebalkan? Yang benar saja. Jadi karyawannya saja Devi sudah kenyang merasakan kesal. Sikapnya arogan, narsis, pemarah, menyebalkan, semua itu berlainan dengan apa yang di ucapkan Ayahnya. Devi bingung harus bagaimana, dia tidak mungkin membiarkan Ayahnya hidup dengan jantung yang sakit. Namun Devi pun tidak mungkin menikah dengan Zakky, sudah jelas bahwa keduanya sudah memiliki pasangan masing-masing.
***
Zakky keluar dari kamarnya pukul setengah sembilan, dia sudah mandi dan sudah berpakaian rapi siap untuk ke kantor. Kali ini dia sarapan di temani oleh kedua orang tuanya yang sebenarnya sudah sarapan lebih dulu. Penyakit insomnia yang dia idap membuatnya selalu bangun siang seperti ini. Biasanya Zakky baru bisa tidur minimal setelah waktu subuh.
Zakky mulai menyerah dengan penyakitnya ketika masa dia bersekolah. Zakky tidur pukul lima pagi kemudian harus bangun pukul enam untuk bersiap-siap sekolah. Hal itu mempengaruhi kesehatan dan konsentrasinya. Dirinya seringkali mengantuk dan tidak berkonsentrasi dalam menerima pembelajaran. Oleh karena itu, selama dua belas tahun Zakky harus menjalankan kehidupan sekolah yang berat, sebab dia tidak bisa mengkonsumsi obat tidur agar bisa terlelap di malam hari sebab hal itu tidak mempan baginya.
Karena itu juga, Zakky tidak mempunyai banyak teman, banyak teman sekelasnya memandang bahwa Zakky adalah anak yang aneh, tak jarang ada yang memanggilnya dengan sebutan zombie. Maka Zakky hanya memiliki sahabat yang bisa dihitung jari, mereka sudah seperti saudara sendiri yaitu Farish dan beberapa teman lainnya.
Untuk kuliah Zakky memilih waktu yang juga fleksibel, dia memilih kelas karyawan, bersekolah ketika malam hari. Di siang hari dia mengurus usaha kecil-kecilan di bidang funiture.
"Kapan kamu menikah Ky. Mama dan Papa tidak sabar untuk menimang cucu. Hanya kamu harapan kami," ucap Mamanya dengan wajah memelas.
Zakky terdiam, moodnya sedang tidak enak sejak sore kemarin saat Devi marah padanya. Bahkan sarapan yang dia konsumsi saat ini terasa hambar di lidahnya.
"Iya Ky, usiamu sudah matang, karir kamu cemerlang, kekayaan kamu pun lebih dari cukup untuk menghidupi keluargamu nanti, dan yang paling penting kamu sudah mempunyai calon istri. Lalu tunggu apa lagi?" Papanya menambahkan.
"Mama dan Papa doakan Zakky semoga berhasil membujuk calon istri Zakky untuk segera menikah, karena tampaknya dia belum siap," balas Zakky.
"Nah karena itu, kamu perkenalkan dia dulu pada kami. Siapa tahu setelah Mama menceritakan kehidupan indah dalam pernikahan seperti yang Mama dan Papa rasakan bisa memicu calonmu untuk siap menikah dengan kamu. Mama sungguh penasaran, siapa sih calonmu itu?"
Zakky lagi-lagi hanya bisa bungkam sambil menganggukkan kepalanya. Dia harus cepat menghabiskan sarapan ini agar bisa segera ke kantor dan bisa menghindari desakkan dari kedua orang tuanya tentang pernikahan.
"Bagaimana Ky? Kamu setuju bukan?"
"Iya, nanti Zakky usahakan."
Kisah cinta antara sepasang anak manusia memang terasa indah. Namun, jika orang tua sudah mendesak untuk segera menikah padahal kita belum siap sama sekali, urusan ini jauh lebih rumit daripada menghitung bulir beras dalam satu liter.
Zakky sampai bingung harus memberikan alasan apa agar kedua orang tuanya tidak terus mendesaknya untuk menikah.
Tapi pertanyaan kedua orang tua Zakky ada benarnya. Siapakah calon istri Zakky yang sesungguhnya?
***
Published on: 20 Mei 2020
.
.
.
Jangan lupa meninggalkan jejak berupa vote dan komen 💙
Pernahkah kalian punya teman toxic? Seakan-akan baik tapi ya gitu deh. Author pernah punya temen kayak gitu dan lebih baik menjauh daripada ketularan toxic. Dan untungnya itu terjadi di masa lalu sih, sekarang lebih selektif lagi nyari temen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Zone: Sleeping Pills (1)
Romansa[COMPLETED] [Romance Comedy] Peristiwa pahit yang menimpa seorang pria pada dua puluh empat tahun silam membuatnya selalu terbangun dari tidur karena satu mimpi buruk yang selalu hadir. Trauma yang yang menimpanya berimbas pada pola tidur sehingga m...