Bab 31 (Lamaran)

240 24 17
                                    

Kini sudah satu minggu pasca operasi, Pak Effendy sudah pulang ke rumah. Pemulihan yang dilakukan ternyata lebih cepat dari perkiraan awal, rasa bahagia membuat Pak Effendy lebih mudah untuk sembuh. Wajahnya sudah lebih segar dan tubuhnya kembali bugar, bahkan kini sudah bisa bercanda lagi bersama keluarganya.

Ada suara ketukkan pintu dari depan rumah. Devi menghampiri ke sumber suara kemudian membuka pintu. Terlihat Zakky bersama dua orang yang tidak asing lagi di mata wanita ini.

"Assalamu'alaikum," ucap Zakky dan kedua tamu yang tak lain adalah kedua orang tuanya.

"Wa'alaikumussalam. Silakan masuk," jawab Devi sambil tersenyum kearah kedua orang tua Zakky.

Devi mengajak mereka ke arah ruang tamu, lalu memanggil orang tuanya bahwa ada tamu yang datang. Kemudian Devi pergi ke dapur untuk menyiapkan minuman dan kue-kue kering.

Para orang tua begitu asyik mengobrol seperti sudah lama mengenal satu sama lain. Semuanya terlihat bahagia dan saling tertawa. Hingga Devi membawa baki berisi teh dan makanan ringan, kemudian meletakan cangkir berisi teh didepan semua orang kecuali Zakky.

"Teh untuk saya mana?" tanya Zakky yang sedari tadi merasa kehausan.

"Gulanya habis," ucap Devi datar sambil menaruh piring berisi kue kering.

Zakky mencebikkan bibirnya sambil menyerobot cangkir teh yang seharusnya untuk Devi.

"Itu punya saya." Devi sewot.

"Tadi kamu bilang gulanya habis kan? Sekarang kamu buat yang baru, tidak usah pakai gula kan kamu sudah manis," goda Zakky sambil mengedipkan sebelah matanya.

Devi hanya memandang Zakky dengan tatapan jijik. Bisa-bisanya bertingkah genit di hadapannya dan kedua orang tua mereka, seperti tidak mempunyai rasa malu saja.

"Sebetulnya kedatangan kami kesini untuk membicarakan perihal pernikahan antara Zakky dan Devi. Kami bermaksud untuk melamar anak bapak secara resmi untuk di nikahi anak saya," ungkap Pak Wijaya mewakili putranya.

Awalnya Devi mengira bahwa kedatangan Zakky dan keluarganya hanya untuk menjenguk Ayahnya. Sebagai calon besan memang wajar saja untuk menjenguk, namun dia tidak menyangka kalau rencana pernikahan itu berjalan cepat sekali, baru seminggu dia mengucapkan kata setuju kini kedua orang tua Zakky sudah datang melamar.

Satu hal yang menjanggal bagi Devi atas pernikahan ini adalah dia sama sekali belum membicarakan hal ini pada Farish. Dia terlalu takut untuk mengungkapkannya, Farish pasti akan sangat kecewa padanya. Bagaimana reaksinya ketika mengetahui berita ini. Membayangkannya saja Devi sudah tidak mampu. Sudah tiga hari ini Devi dan Farish tidak saling berkomunikasi akibat kesibukkan masing-masing.

"Anak saya sudah setuju mengenai hal itu, mungkin kita tinggal memikirkan kapan tanggal baik untuk melangsungkan pernikahannya," jawab Pak Effendy sambil memandang Devi.

Wajah Pak Effendy memancarkan rona kebahagiaan karena tak lama lagi putri semata wayangnya akan menikah dengan menantu idamannya. Devi tak sanggup protes terhadap lamaran ini, dia tidak mau mengubah rona bahagia sang Ayah menjadi wajah yang memancarkan kesedihan.

"Baiklah kita langsung tanya saja pada kedua calon, Zakky dan Devi kira-kira menurut kalian kapan tanggal yang baik untuk pernikahan kalian? Kami sebagai orang tua cukup mengikuti rencana kalian saja," ucap Pak Wijaya.

"Hari apapun sebetulnya merupakan hari yang baik. Saya memutuskan pernikahan kami dilaksanakan pada akhir pekan bulan depan. Waktu satu bulan sangat cukup untuk mempersiapkan pernikahan kami," imbuh Zakky dengan tenang.

Jantung Devi berdegup kencang, hanya tinggal satu bulan lagi statusnya sudah berubah menjadi seorang istri. Sedari tadi wanita ini belum mengatakan sepatah kata pun mengenai pernikahan mereka. Dia hanya bisa mengiyakan apa yang direncanakan mereka meskipun hatinya masih gamang dengan semua ini.

Dream Zone: Sleeping Pills (1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang