Chapter 23

147K 9.8K 274
                                    

"Wulan enggak ikut?"

"Wulan dijemput pacarnya," jawab Inka memasang sabuk pengaman.

"Ohh.."

Mas Endi menjalankan mobilnya sementara Inka masih sibuk memperhatikan keadaan sekitar. Tidak ada yang lihat, kan?

"Judul kamu gimana?" tanya Mas Endi namun tetap fokus menatap ke depan.

Inka mengangguk samar. "Diterima Mas, minggu depan pengumuman dospemnya."

"Mas Endi ambil bagian juga?" tanya Inka.

Mas Endi melirik sekilas. "Enggak kayaknya. Mas kan masih baru."

Jadi, Mas Endi tidak mungkin jadi dosen pembimbing Nayla. Inka mengangguk lagi.

"Kenapa? Kamu mau Mas jadi dosen pembimbing kamu?" goda Mas Endi membuat Inka mencibir.

"Ditawarin pun, aku enggak mau."

"Serius enggak mau?"

"Apaan sih, Pak.."

Meski fokus menyetir, Mas Endi ternyata sukses menyentil dahi Inka.

"Auuww!" Inka menutup dahinya menggunakan tangannya.

"Ini di luar kampus Inka, jangan panggil Pak."

"Iya, iya.." kata Inka pasrah.

Saat Inka menurunkan tangannya, tangan Mas Endi langsung terulur mengusap dahinya. Bahkan matanya ikut tertutup karena tangan Mas Endi yang cukup besar. "Sakit?"

"Udah kebal!" sahut Inka ketus.

Mas Endi terkekeh pelan namun masih mengusap-usap kening Inka.

"Udah, Mas." Inka menarik tangan Mas Endi turun dari keningnya. "Mas, nanti mampir di minimarket bentar."

"Mau beli apa?"

"Camilan, ntar malam mau nge-drakor. Aku mau puas-puasin nonton sebelum berurusan sama skripsi," jawab Inka mengeluarkan dompet dari dalam tasnya.

"Kamu kenapa suka banget nonton drama Korea?"

Inka memutar bola matanya ke atas lalu menoleh ke samping, menatap Mas Endi yang telah selesai memarkirkan mobilnya. "Sama kayak Mas yang suka sama aku tanpa alasan."

Inka menahan ujung bibir yang memaksa naik menyaksikan reaksi Mas Endi. Laki-laki ini diam dengan pupil mata yang membesar. Ternyata Mas Endi gampang percaya juga, padahal Inka menyukai drama Korea karena banyak alasan.

"Mas Endi tunggu di sini," kata Inka dan dengan cepat keluar dari mobil.

Dari arah belakang, Inka bisa mendengar Mas Endi yang memanggil-manggil namanya. Tak lama setelah itu, bunyi pintu yang tertutup membuat kaki Inka melangkah lebih cepat memasuki minimarket.

***

Chitato ukuran besar dan bear brand cukup untuk Inka. Selanjutnya beberapa mie instan untuk stoknya bersama Wulan dan Hera. Terkadang mereka dilanda kemalasan luar biasa hingga malas memasak, nah mie instan inilah penyelamatnya.

Satu Atap, Satu KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang