Chapter 26

148K 9.7K 252
                                    

Guys, siapa tau ada yang mau gabung di grup teleku.

Cari aja Nanda Chingu💋

Rencananya aku mau ngobrol2 sama kalian di sana. Biar akrab gitu😂
Terus, kalau banyak yg minat. Kita bisa juga sharing2 soal kepenulisan.

Kalau ada masukan, kita bagusnya ngapain biar grupnya berfaedah. Boleh, silakan komen❤️

Happy reading💞




🍒🍒




Inka melambaikan tangan mengiringi kepergian Tirta. Padahal mereka belum lama ngobrol, tapi akhirnya Tirta pamit karena takut Mas Endi salah paham. Inka baru menoleh ke samping saat mendengar dehaman keras dari Mas Endi.

"Mas enggak pasang alat penyadap di badan aku, kan?" tanya Inka melipat tangannya di depan dada.

"Imajinasi kamu terlalu liar Inka."

"Abisnya, setiap Tirta datang ke kosan. Mas Endi pasti datang juga."

"Kamu lupa? Tadi pagi kan Mas udah bilang, begitu urusan di kampus selesai Mas bakal ke sini."

Ah, Inka baru ingat.

"Dia ada urusan apa ke sini?"

Inka tersenyum samar, tahu jika laki-laki di hadapannya ini cemburu. Ia lalu berjinjit dan mengusap pelan kepala Mas Endi. "Jangan cemburu."

"Kalau iya, kamu mau apa?"

Alis Inka terangkat tinggi. "Mas beneran cemburu?"

Mas Endi menghela napas. "Inka, kalian itu pernah saling sayang. Wajar kan kalau Mas cemburu."

Laki-laki ini sangat jujur. Inka bahkan tidak bisa berkata-kata mendengar pengakuan Mas Endi.

"Dia cuma mau minta maaf, Mas. Tirta juga udah tau kita pacaran. Sumpah!" kata Inka mengacungkan dua jarinya ke udara.

Mas Endi mengangguk pelan lalu merangkul bahu Inka.

Inka mendongak, menatap Mas Endi serius. "Mas percaya, kan?"

"Iya."

***

Puas menikmati masa istirahat setelah revisi tiga hari yang lalu di rumah Bu Nia. Pagi ini Inka kembali pada rutinitasnya. Ia siap proposalnya dicoret sana sini. Yang Inka tidak suka dari metode bimbingan Bu Nia adalah Bu Nia yang tidak memeriksa proposalnya secara keseluruhan. Padahal Bu Nia sendiri yang meminta Inka untuk mengerjakan hingga BAB III.

Berbeda dengan Mas Endi yang mengharuskan Nayla mengerjakan BAB per BAB. Tapi, mau bagaimana lagi. Daripada ia tidak fokus setiap bimbingan, lebih baik Inka menghadapi Bu Nia.

"Beb!"

"Astaga!" Inka mengelus dadanya sambil mengembuskan napas panjang. "Lo bisa enggak sih enggak usah teriak."

Inka menutup pintu ruangan Bu Nia dan menarik Wulan menjauh.

"Gue mau ngajakin lo makan, beb."

Satu Atap, Satu KampusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang