Dua tahun yang lalu, Inka memilih mengakhiri hubungannya dengan Tirtayasa. Sosok yang telah ia kenal empat tahun lamanya. Dalam kurun waktu itu pula, Inka lebih banyak berbagi cerita pada Tirta dibandingkan temannya. Hanya Tirta satu-satunya orang yang membuat Inka nyaman bercerita tentang apa pun itu. Dari hal yang penting hingga hal biasa. Tidak ada yang Tirta tidak ketahui tentang Inka dan begitu pun sebaliknya.Sampai akhirnya, ada satu hal yang tidak bisa Inka bagikan pada siapa pun. Pada Tirta sekalipun. Inka pikir Tirta akan mengerti, nyatanya tidak. Tirta malah menganggap kehadiran dalam hidup Inka tidak berarti. Karena Inka tak ingin membagi masalahnya. Sementara Inka, punya pemikiran yang berbeda.
“Beb!”
“Beb, woi!”
Inka tersentak ketika Wulan menjentikkan jari di depan wajahnya.
“Hah?”“Dari tadi gue nyerocos, lo enggak dengar?”
“Dengar apa?” Inka meletakkan sendoknya dan memusatkan perhatian pada Wulan yang duduk di sisi kirinya.
“Kak Inka ada masalah? Dari tadi ngelamun terus.” Kali ini Hera yang duduk di depan Inka ikut buka suara.
“Beb, nasi gue hampir habis, lo sebiji aja enggak dimakan.”
“Enggak lapar.” Jujur, Inka benar-benar tidak nafsu makan. Entah kenapa.
“Kak Inka sakit?” tanya Hera terdengar khawatir.
Inka tersenyum tipis lalu menggeleng. “Enggak..”
Tidak ingin dicercah pertanyaan lagi, Inka langsung beranjak dan mendorong kursi. “Gue keluar dulu.”
“Ke mana?” tanya Wulan cepat.
“Beli kuota.” Inka jujur, tadi siang kuotanya memang habis.
Inka pun berjalan meninggalkan meja makan, ia butuh sedikit angin malam dan waktu sendiri.
"Anak perawan, jangan lama-lama!" teriak Wulan.
"Iya!" balas Inka ikut berteriak.
***
Wifi terpasang di kos, apa itu artinya biaya per bulan juga akan naik? Inka rasa jawabannya iya, tidak mungkin Ibu kos memberinya secara cuma-cuma. Yang ada malah rugi.
“Ini dari Ibu kos?” Wulan bertanya begitu matanya menangkap benda persegi yang terpasang di dekat TV.
Hera yang duduk santai di sofa menggerakkan jari telunjuknya di udara. “Teng! Salah.”
“Kamu yang pasang?” tanya Inka serius.
“Salah juga! Itu dari Mas Endi hehehe.”
“Wahh!” seru Wulan lalu buru-buru merogoh tasnya. “Password-nya dong.” Wulan melompat dan duduk di sebelah Hera.
“1122334455.”
“Kakak kamu baik banget,” gumam Inka sungguh-sungguh.
Dibandingkan kakak laki-lakinya, Pak Endi jauh di atasnya. Inka dan sang kakak lebih sering saling diam daripada akur layaknya kakak adik kebanyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap, Satu Kampus
Romance"Saya manggilnya Pak atau sayang?" Endi menghela napas pelan lalu menjawab, "Emang kamu berani manggil saya sayang di kampus?" Inka mengendikkan bahu tak acuh. "Kenapa nggak?" Endi mendengus, "Di rumah aja kamu nggak pernah manggil sayang." "Jadi, s...