Biar kalian enggak capek bolak-balik ngecek, mulai besok aku jadwalin ya up SASK.
Jam 8 malam.
Kalau belum up jam segitu. Kalian boleh spam😂
🍒🍒🍒
Setiap berada di dapur atau sekadar melewatinya, wajah Pak Endi yang berjarak beberapa senti saja langsung terbayang di kepala Inka. Untuk itu, demi menjaga otaknya agar tidak membayangkan kelanjutan kejadian kemarin. Inka memutuskan menginap di rumah Tante Maya.
“Inka, ayo makan.”
“Iya, Tante.” Inka yang baru saja tiba dan bersantai di sofa segera menuju dapur.
Kak Ade, yang tadi menjemputnya juga masuk dan mengekor di belakang Inka.
“Akhir-akhir ini kamu jarang ke rumah Tante. Lagi banyak tugas?” tanya Tante Maya sambil menyendokkan nasi ke atas piring Inka dan Kak Ade.
Inka tersenyum tipis. “Enggak, Tante. Sekarang kan kalau Wulan keluar, masih ada yang nemenin.”
Kening Tante Maya mengernyit. “Siapa namanya?”
“Hera.”
“Yah! Itu, Hera,” seru Tante Maya, “Kalau kamu takut sendirian, kenapa waktu itu enggak sekalian cari kosan yang punya banyak kamar?”
“Kalau banyak, aku kurang suka Tante. Lagian dulu, mana aku tau Wulan suka keluar.”
“Makanya, sekali-kali keluar. Jangan dikosan mulu,” sela Kak Ade sambil mengunyah makanan.
Inka memutar bola matanya malas. “Orang itu beda-beda, Kak. Ada yang sumpek kalau kelamaan tinggal di rumah, ada juga suka tinggal di rumah. Lagian kalau aku ke kampus, termasuk keluar kok.”
Kak Ade mendecakkan lidah. “Ada aja jawabannya.”
“Hushh! Udah, udah. Nanti aja berantemnya, kita makan dulu.”
Kalau bukan karena Tante Maya yang menengahi, Inka masih punya stok balasan untuk sepupunya ini. Inka akhirnya diam, menikmati makan malam hari ini. Setelah cukup lama terdiam, Inka mengangkat pandangan ketika melihat Tante Maya meletakkan sendoknya. Padahal nasi dipiringnya masih lumayan banyak.
“Inka..” panggil Tante Maya hati-hati.
Alis Inka terangkat tinggi. “Kenapa, Tante?”
Tante Maya menunduk, mengangkat kepalanya namun menunduk lagi. Sepertinya Inka tahu apa yang ingin Tante Maya sampaikan. Ini tentang sesuatu yang tidak ia sukai.
“Kemarin Mama kamu nelepon Tante.”
Inka memaksakan bibirnya tersenyum namun yang terjadi ujung bibirnya justru berkedut saking sulitnya. Mendadak Inka kehilangan nafsu makan, ia pun meneguk habis air di dalam gelas untuk membantu makanannya tertelan.
“Ohh.. Iya, Tante.” Hanya kata itu yang bisa Inka ucapkan.
“Mama kamu nanya, kenapa kamu enggak pernah ngangkat teleponnya?”
Niat Inka melupakan Pak Endi ternyata berhasil. Kata-kata Tante Maya sukses mengalihkan pikirannya. Inka tersenyum getir mendapati dirinya memikirkan orang itu. “Dia tau alasannya, kenapa nanya lagi sama Tante?”
Sebelah tangan Tante Maya terulur, menggenggam tangan Inka. “Seenggak kamu angkat sekali aja, kasihan Mama kamu.”
“Mah, biarin Inka makan dulu,” sahut Kak Ade tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap, Satu Kampus
Romance"Saya manggilnya Pak atau sayang?" Endi menghela napas pelan lalu menjawab, "Emang kamu berani manggil saya sayang di kampus?" Inka mengendikkan bahu tak acuh. "Kenapa nggak?" Endi mendengus, "Di rumah aja kamu nggak pernah manggil sayang." "Jadi, s...