Tadi aku kena pemadaman bergilir jadi gak bisa upload hehe. Happy reading❤️❤️
🍒🍒
“Beb!” Wulan menubruk tubuh Inka dan memeluknya erat.
Inka tahu Wulan ingin melepas rindu—meski sebenarnya mereka belum lama bertemu—tapi apa harus sekencang ini peluknya? Inka sampai harus menepuk lengan Wulan yang melilit lehernya. “Lan, gue nggak bisa napas!”
”Eh?” Wulan buru-buru melepas Inka dan mengambil langkah mundur. “Sorry, dedek bayi,” kata Wulan lembut sembari mengelus perut Inka yang bahkan belum menonjol.
“Kak, kita bawain mi ayam.” Hera yang sejak tadi berada di samping Wulan mengangkat kantong plastik di tangannya.
Inka tersenyum cerah, membuka pintu lebar-lebar. “Mi ayam tempat langganan Mas Endi bukan?” lalu melangkah masuk diikuti Wulan dan Hera di belakangnya.
“Iya, kata Mas Endi Kak Inka cuma makan sedikit tadi pagi. Makanya dia nyuruh kita mampir dulu beli makan siang,” jawab Hera.
Beberapa hari ini, Inka memang malas makan. Ada saja bau-bauan dari makanan yang tidak ia suka, bahkan tak jarang sampai mual. Mas Endi sampai pusing menyodorkan berbagai macam makanan yang bisa Inka konsumsi.
“Lo ngapain aja di rumah?” tanya Wulan menjatuhkan tubuhnya di sofa.
“Tuh.” Inka mengendik layar TV menggunakan dagunya.
“Nonton drama lagi?” Wulan geleng-geleng sambil mendecakkan lidah. "Kirain setelah nikah atau hamil, lo berubah. Ternyata sama aja.”
Inka mengambil posisi di samping Wulan sementara Hera menuju ke dapur. “Biar anak gue mirip Oppa Korea.”
“Yakali. Bapaknya kan Pak Endi, masa mirip Liminho.”
“Biarin. Mas Endi aja nggak protes tuh.”
“Dia ngedumel itu dalam hati,” kata Wulan.
“Mas Endi nggak gitu, lah,” ucap Inka membela suaminya. Tapi memang fakta begitu, laki-laki itu tidak pernah protes. Malahan terkadang menemani Inka menonton.
“Iya deh, iya. Istri yang lebih tau.”
“Makan dulu kak.” Hera muncul dan meletakkan nampan di atas meja.
Tampilannya yang menggiurkan membuat Inka langsung menyambar mangkuk mi ayam dan menyantapnya. Ah, rasanya tidak berubah. Masih sama seperti saat Inka dan Mas Endi resmi berpacaran di warungnya.
Dan untungnya Inka bisa menerima makanan ini. Mungkin untuk selanjutnya, Inka akan sering titip mi ayam sama Mas Endi.
“Mas Endi beneran larang Kak Inka kerja dulu?” tanya Hera tiba-tiba saat mi di mangkuk Inka sisa separuhnya.
Di tengah kesibukannya mengunyah, Inka mengangguk. “Iya. Malahan nih, Mas Endi nyuruh aku nggak usah kerja lagi.”
“Bagus dong, Beb! Lo nggak usah capek pontang-panting tiap hari di kantor, bangun pagi, pake heels, ketemu bos rese’, apa-apa harus keliatan rapi, lembur dan lain-lain,” sahut Wulan menggebu-gebu menyampaikan pendapatnya.
“Gue kan juga pengen cari duit sendiri, Lan.” Inka menyuarakan pendapatnya.
Wulan mendekat ke telinga Inka lalu berbisik, “Uang bulanan dari suami lo nggak cukup?”
Inka melirik Hera yang fokus menatap layar TV kemudian menyikut pelan lengan Wulan. “Cukup, tapi pengen aja bantu Mas Endi. Biaya untuk kebutuhan anak mahal, Lan.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Atap, Satu Kampus
Romansa"Saya manggilnya Pak atau sayang?" Endi menghela napas pelan lalu menjawab, "Emang kamu berani manggil saya sayang di kampus?" Inka mengendikkan bahu tak acuh. "Kenapa nggak?" Endi mendengus, "Di rumah aja kamu nggak pernah manggil sayang." "Jadi, s...