/1/

27.7K 1.6K 74
                                    

"OIIII! CEPAT BERHENTI KAU!!"

Win menulikan telinganya. Bahkan untuk sekedar menengok ke belakang pun tidak. Yang terpenting sekarang adalah ia harus bersembunyi dari kejaran mereka; si 'Geng Ular'. Geng yang cukup ditakuti sebagian besar murid, termasuk dirinya yang belum lama ini pindah.

Siapapun yang mencari masalah dengan geng tersebut, artinya nyawanya sudah digenggam sebesar 70%, sisanya sebaiknya banyak-banyak berdoa.

Hanya karena mencoba membela orang lain, nyawanya yang jadi taruhan. Wajar saja karena ia juga tidak tahu menahu soal geng itu. Akan tetapi keadaannya sekarang berbeda, ia sudah tahu, sangat tahu, jadi sebaiknya ia benar-benar bersembunyi sekarang.

"Ah!"

Ia tak perlu berpikir lama, ada satu gedung tak jauh berada didepannya, yang mana juga tak boleh diganggu gugat oleh siapapun, bahkan Geng Ular tersebut juga tak boleh sembarang memasukinya.

Bukan area terlarang, tapi mereka punya 'dunia' masing-masing dengan privasi tersendiri, jadi bukan seenaknya masuk kesana. Bahkan untuk Win atau murid siapapun juga tidak bisa masuk ke sana selain anak 'Club Sepak Bola'.

Perlu diketahui, ketua club ini bukan orang yang bisa diajak kompromi. Sekali kau masuk kesana bukan nyawamu yang jadi taruhan, melainkan isi dompetmu. Ya Win juga bukan orang susah, jadi ia tidak perlu mengkhawatirkan hal tersebut.

Win segera masuk ke dalam, mengunci pintu secara perlahan agar tak didengar geng tersebut.

"Ah sial! Larinya cepat sekali!"

"Tapi aku yakin dia masih disekitar sini!"

"Apa jangan-jangan ia didalam sini?"

Win terkesiap. Bulu kuduknya merinding ketika mulai membayangkan jika geng itu berani masuk ke dalam hanya untuk mencarinya.

"Apa kita coba cari didalam saja?"

"Heh, memangnya kau punya banyak uang? Kita saja sudah krisis sejak tiga hari ini karena belum mendapatkan korban. Kalau mau rugi sendiri, silahkan saja. Aku mau cari ditempat lain. Tidak mungkin juga anak itu masuk ke dalam situ kecuali dia kaya."

"Yasudah ayo berpencar!"

Suara langkah orang-orang geng berlari kian menjauh. Win bernapas sangat lega. Ia harus bersyukur berkat tempat ini, nyawanya bisa tersimpan untuk kedepannya.

"Tapi, tunggu.. kalau hari ini mereka tidak menemukanku, bagaimana dengan besok? Ah sial, aku tidak memperhitungkan itu!" Win menggaruk-garuk kepalanya frustasi.

"Begitu juga denganku, tidak ada bayaran tidak akan bebas.."

"SIAAAAL!!!"

Win terlonjak. Ketika ia menoleh ke belakang, ada seorang pria yang berdiri menatapnya datar sambil menonggak pinggang.

"Sejak kapan kau disitu?!!"

"Sejak kau bilang 'Tapi, tunggu..'"

Win mengingat kembali kata-katanya, kemudian ia tersadar..

"Sial." Umpatnya dengan suara pelan, "Kumohon jangan beritahu mereka. Aku akan membayar berapapun, asal mereka tidak menemukanku. Setidaknya untuk saat ini saja!"" Ia berlutut memperagakan adegan seperti difilm-film; berlutut sambil memegang tangan pemeran utama.

Namun pria itu menepis sambil tersenyum remeh.

"Memang sudah seharusnya begitu."

"Ha?" Win terheran.

Inilah yang sangat disayangkan, ia tidak tahu apa-apa soal peraturan anak Club Sepak Bola.

"Oh jadi kau tak tahu?"

Nineteen • [Bright×Win]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang