Capella
"Ca, dicariin anak sebelah tu."
Hah? Siapa, deh. Tumben ada yang nyari pagi-pagi, padahal baru juga berangkat. Melangkah ke arah pintu, gue melihat sosok dua laki-laki. Oh, temennya si Altair. Yang buka baju itu sama yang paling pendek, siapa, ya namanya? Bentar ...
"Gue temennya Altair, ini Rendi gue Marko."
Oh, Marko sama Rendi.
"Ah, iya. Ada apa tumben ke kelas gue?"
"Ini, gue mau nanya, si Altair emang belum berangkat apa gimana? Soalnya kan lo dah sampe sekolah, tapi anaknya belum masuk kelas. Lo tahu dia ke mana nggak? Ada presentasi jam ketiga, nih. Takutnya ...."
"... Tapi gue nggak berangkat sama dia. Eh, bentar gue telepon."
Gue langsung menyalakan gawai, tapi chat semalam masih centang satu. Temben off lama. Untung gue punya pulsa. Menekan tombol telepon dan nunggu lumayan lama, sampai suara operator yang memberitahu kalau nomor tidak bisa dihubungi.
Seketika ada rasa sesal ketika inget kalau tadi pagi tu gue ada jadwal piket dan kebetulan si Altair juga nggak manggil gue buat berangkat bareng, sampe nunggu Ibu nyiapin bekal sama bapak berangkat ke tempat kerja aja si Altair juga belum ke rumah. Padahal biasanya jam 6.15 aja udah manggil dan obrak-abrik sarapan gue.
Alhasil, dengan perasaan rada jengkel sebab nunggu sepuluh menitan gue teriak-teriak memanggilnya dari depan rumah dan nggak ada yang nyaut, jendela kamarnya juga ketutup, besar kemungkinan dia pasti dah keluar.
Kemudian gue berangkat naik ojek. Sekarang malah gue baru tahu kalau dia belum berangkat. Kudunya gue nggak dengan mudahnya membuat kesimpulan kalau si Altair udah berangkat sekolah cuma dari jendela kamar yang ketutup atau sahutan gue yang nggak terjawab.
Kalau dulu, waktu SMP gitu gue sering naik tangga buat masuk kamar si Altair kalau pintu depan masih ke kunci. Untung aja setiap jendelanya Alta ada balkon kecilnya, jadi gue bisa mijakin kaki di sana dan bobol kamar orang itu dengan izi!
Tapi sekarang beda, terus juga gue tadi cepet-cepet takut telat, jadi berangkat sendiri.
"Gimana, Ca? Bisa nyambung?"
Sampe lupa ada mereka.
"Eh, tapi nggak aktif gue telepon, WA-nya juga off." Perasaan cemas dan kesal bisa gue rasakan dari tatapan dua orang di depan.
"Emang tugas presentasinya mapel apa?"
"Seni budaya, Ca. Itu project kelompok yang durasi ngerjainnya dua minggu itu loh. Nah, editan PPT-nya di Altair."
Itu bukannya tugas buat perbaikan nilai? Gue berpikir sebentar, kemudian bertanya, "Ada mentahannya nggak? Bahan yang buat PPT maksudnya."
Marko tampak berpikir, kemudian menaikkan alis dinaikkan ke arah Rendi dengan maksud bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resonance
Fiksi RemajaAltair x Capella Harinya terserah semesta, santuy seminggu dua kali Young Adult 15+ ______________ Di sini kalian akan bertemu dengan remaja gila yang terluka karena mempertahankan mimpinya, menomor duakan diri mereka sendiri. Mereka adalah wujud d...