7. Fake

1.4K 264 1
                                    

"Hai ... Quin-na?" Quinna sama terkejutnya dengan Alex yang tiba-tiba saja muncul di depan kamar kosnya.
"Siapa Quin?" tanya Tara dari balik badan Quinna, Alex pun ikut melongok dan sempat bertukar pandangan dengan Tara sesaat.

"Lex? Kok lo bisa di sini? Ngapain deh?!" Mengabaikan pertanyaan Tara, Quinna pun langsung menyerang Alex.
"Hei! Begitu cara lo nyambut sohib lo yang udah jauh-jauh datang dari negeri sebr─"
"Lebai! Serius, kok lo bisa ada di sini?"
"Udah libur duluan di sana, ke sini karena lo selalu reject telpon guelah."
"Nggak selalu ya!" potong Quinna tak terima.
"Okey, gue ralat, lo selalu reject VC gue dan sekarang gue tahu alasannya. Ini apa, Quin?" protes Alex sembari memutar jari telunjuknya di depan muka Quinna.

"Lex, gue─"
"Quin, kalian butuh waktu ngobrol berdua? Umh ... aku bisa keluar dulu ...."
"No no no, nggak usah ... oh iya, kenalin, ini sahabatku, Alex. Alex ini Tara, teman kuliah gue."
Alex dan Tara pun saling berjabat tangan dan menyapa singkat.

"Eh, Tara, bantuin masukin perlengkapan yang udah aku siapin di meja rias juga. Aku mau turun dulu, ada urusan bentar sama Alex, ya?"
"No worries, consider it done."
"Okey, makasih-makasih, bentar ya ...."

Quinnapun membawa Alex ke ruang tamu, yang terhubung langsung dengan taman yang berada di tengah rumah kos itu.
Dari ruang tamu, mereka berdua masih bisa melihat ke arah kamar Quinna yang baru saja ditinggalkan.

"Nih!" Quinna menyodorkan minuman teh dingin dalam kemasan botol pada sahabatnya itu.
"Dia tahu?"
"Siapa? Apa?"
"Temen baru lo tadi, siapa namanya, Ta ...."
"Tara?"
"Uhum ... " meneguk teh botohnya, Alex pun melanjutkan, "Dia tau soal lo?"
"Maksud lo, penampilan asli gue?" Alex mengangguk menjawab Quinna.
"Enggak! Gue sama dia juga baru dekat sebulan terakhir, dia ngintili gue mulu," lanjut Quinna seraya mengedikkan bahunya.
"Tapi lo tetap hati-hati, bisa jadi dia seperti Maria atau siapa itu sahabat lo tercinta satu lagi?"
"Sialan lo! Cika maksudnya? Ya, justru itu gue juga nggak mau terlalu membuka diri, males dibohongi lagi sama kedok kata teman. Tara juga sama kaya lo, hari ini pertama kali dia main ke kos ini. Selama ini, gue slalu nolak kalau dia mau ikut ke sini."
"Sekarang udah berubah pikiran? Tapi by the way, Quin, lo ngapain sih?"
"Apaan?"
"Itu, muka lo apain? Trus itu behel ... asli? Kacamata? Seriously ... what act do you playing right now, Quin?"
"Enggak ada, ini semua ... fake ... " berhenti sejenak Quinna ikut meminum teh botol miliknya sendiri, "awalnya cuma iseng, trus keterusan, dan rasanya malah lebih nyaman pas diberlakukan biasa aja, nggak berlebihan, nggak dilihatin orang setiap kita berlalu di hadapan mereka. I feel normal."
"Emangnya selama ini lo nggak normal? Ya nggak perlu kaya gitu juga kali, Quin. Kayanya ini salah gue yang sempat kasih ide ke lo buat rubah penampilan lo."
"Enggak kok! Bukan karena lo, tapi cuma mau tau aja gimana rasanya jadi biasa aja tanpa dihubung-hubungkan dengan keluarga gue atau dilihat karena penampilan luar gue, dan ternyata nyaman, trus akhirnya terbiasa."

Alex sampai menggelengkan kepala mendengar penjelasan Quinna.
"Enggak harus sampai jadi orang lainlah, Quin!"
"Siapa yang berubah jadi orang lain sih? Nggak ada yang berubah kok, gue tetap kaya biasanya, casing doang yang ganti dikit," sangkal Quinna sambil nyengir dan menunjukkan deretan gigi yang kini dipagari behel itu.

"Dan lo udah sepenuhnya percaya sama si Tara ini? Bahwa dia nggak akan manfaatin lo atau─"
"Gue harus percaya, Lex. Gue nggak boleh terus menerus insecure."
"Kalau lo udah nggak ngerasa insecure, kenapa masih pake penampilan yang fake gini, aneh tau nggak sih?!"
"Udah gue bilang, keterusan trus nyaman aja, sama─"
"Eh, kalau orang di sekitar lo googling lo, gimana? Termasuk dia?"
"Aman ... itu udah gue pikirin dong, ya ... walaupun nggak mudah dan butuh waktu, tapi semua jejak tentang Quinna Adeline Pradipta nggak akan lo temuin di google. Lo nggak pernah googling gue? Cobain deh!"
"Kurang kerjaan amat! Emang ya, apa aja bisa asal ada duit!"
"Ya ... sekali-sekali memanfaatkan apa yang udah dimiliki dari lahir, nggak ada salahnyalah ya ...."
"Sombong!"

"Quin ... eh sorry ganggu, aku udah selesai packing-in perlengkapan kamu." Tara tiba-tiba muncul di tengah mereka.
Dia nggak dengar apa-apa kan? batin Quinna berkata sembari matanya saling mengirim kode dengan Alex.
"Eh ... aduh Tara, thank you banget lho, sini-sini ngobrol bareng ... sorry banget malah ngrepotin kamu. Ini nih, gara-gara lo datang nggak kabar-kabar dulu, Lex!"
"Kalau kemarin VC nggak lo reject, pasti gue udah bilang," balas Alex tak mau kalah.
"Emang nggak bisa chat apa?"
"Gue lebih milih lewat VC, kenapa? Suka-suka gue dong!"

"Uhm ... sorry nyela, kalian ini teman apa? SMA?" tanya Tara pada Quinna dan Alex dengan wajah yang antusias.
"SMP," jawab keduanya bersamaan.
"By the way, Quin, tadi Tara bilang dia kelar beresin baju lo. Lo pesantren lagi?"
"Iyalah, kaya biasanya." Atau ikut pelatihan bahasa isyarat, kalau nggak, lanjut Quinna hanya dalam hati saja.

"Trus lo suru Tara yang beresin keperluan lo? Wah parah sih lo, Quin!"
"Eh, enggak, emang aku yang mau kok," sela Tara berniat membela Quinna.
"Tuh, denger sendiri kan?!" Kali ini Quinna yang lagi-lagi menyeringai membuat Alex bergidik sendiri setiap kali melihat behel palsu di giginya.
"Tara, jangan mau kalau lo dibego-begoin sama dia!"
"Dih, nggak usah ikut campur deh lo!"
Sementara Tara hanya tertawa kecil melihat interaksi dan perdebatan mereka berdua yang seperti tidak ada habisnya.

"Jadi gue ditinggalin nih, udah jauh-jauh ke sini lo nya malah mondok?"
"Siapa suruh nggak bilang dulu, lagian kan udah tau perjanjian gue sama papa-mama, liburan gue musti pesantren kilat biar cepet insaf dan jauh dari godaan syaiton cem lo!"
"Hilih ...."
"Trus kamu gimana, Lex? Kalau mau aku bisa temani kamu keliling Surabaya," tawar Tara pada Alex.
Alex tersenyum, "Nggak usah, di sini ada Oma gue kok, tadi kita bercanda aja, but thanks anyway."

"Eh, Lex, kok lo bisa tau alamat kos-an gue, sih?"
"Dikasih tau Elang."
"Nyogok apaan lo?" Dan Alex pun langsung terbahak mendengar pertanyaan Quinna yang tepat sasaran.
"Ada deh! Tapi Quin, lo musti kasih tau sama mbak penjaga kos deh, jangan gampang percaya sama orang. Masa gue bilang kalau gue kakak lo, langsung aja tuh dikasih tau letak kamar lo."
"Wah parah sih lo, nipu Mbak Darmi."
"Dih, gue kan cuma mau ngetes, dan terbukti 'kan, kurang aman," elak Alex.
"Lagian mana bisa lo kakak gue, jelas-jelas gue lebih tua dari lo ya!"
"Sebulan Quin, lo cuma lebih tua sebulan dari gue, nggak sampe malah!"

Tara sampai dibuat geleng-geleng takjub, melihat keakraban mereka, terbukti Quinna tidak setertutup itu, batin Tara.

***Tika R Dewi***

"Kamu sama Alex akrab banget ya?"
"Ya gitu deh."
Quinna dan Tara sedang menunggu kedatangan Alex di depan gerbang kampus sesuai apa yang mereka janjikan sebelumnya untuk bertemu di sana.
Niatnya mereka akan pergi nonton bareng dan lanjut main biliar.
"Tapi beneran ya, kamu sama dia cuma teman?"
"Iya, kenapa emangnya?"
"Enggak sih, kalian dekat banget, aku pikir kalian pacaran."
"Hahaha, enggaklah. Dari dulu ya gitu. Berantem mulu malah."
"Ah itu sih bukan berantem namanya. Justru yang aku lihat chemistry di antara kalian kuat banget," terang Tara memaparkan hasil analisanya.
"Masa sih? Biasa aja ah," balas Quinna tetap santai, ini bukan pertama kalinya seseorang menilai ada hubungan lebih antara dirinya dan Alex.
"Serius! Eh ... atau jangan-jangan Alex suka sama kamu?" Quinna melotot demi mendengar pertanyaan terakhir Tara.

"Hmm ... gimana ya? Selama aku temenan sama dia emang dia nggak pernah dekat sama cewek manapun sih ... " berhenti sejenak pikiran Quinna menerawang sesaat ke hari dimana Quinna pertama kali mengenal Alex.
Hari itu tiba-tiba ada pemeriksaan kedisiplinan, Quinna yang panik karena kuku jari tangannya yang belum dirapikan terbantu dengan kemunculan Alex yang meminjamkan gunting kuku secara diam-diam. Padahal mereka tidak saling mengenal satu sama lain, bahkan dari kelas yang berbeda, "aku malah khawatir kalau dia nggak suka cewek," lanjut Quinna lirih.
"Hah? Maksud kamu gay?"
"Sssttt ... jangan keras-keras!" Quinna dan Tara langsung melihat ke sekeliling mereka, beruntung tidak ada yang mendengar keterkejutan Tara barusan.
"Tapi masa sih?"
"Itu tebakanku aja, habis apa dong?"
"Ah, enggaklah, menurutku itu karena dia nunggu seseorang. Eh tapi bener ya kalian nggak ada hubungan apapun?"
"Iya! Emang kenapa?"
"Akan kubuktikan kalau dia bukan gay dan membuatnya jatuh cinta sama aku."
"Wait wait wait, kamu suka sama Alex?"
"Quin, cewek normal mana yang nggak bakal suka sama Alex. Dia itu ganteng lho!"
"Iye, dari monas!"
"Duh, aku serius Quinna. Nggak pa pa kan kalau aku ngejar dia?"
"Ya terserah kamu, asal kuat aja ngadepin dia yang agak gesrek sama kuat jarak jauh secara dia stay di Singapore, ya kan?"

"Hayoo ... ngomongin gue ya?"

***Tika R Dewi***

Quinna (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang