17. Friendzone

1.3K 275 11
                                    

Sebelum baca, udah follow Emak belum? kalau udah jangan jadi silent reader, komen juga dong, vote juga jangan lupa.

"Lex, kok bisa di sini?" Quinna dan Arkana berjalan ke arah Alex dalam diam. Sebenarnya pikiran keduanya sama, terheran dengan kemunculan Alex yang tak mereka sangka.
"Iya, nungguin lo!"

Quinna pun semakin tak paham dengan jawaban yang Alex berikan, lha ngapain dia sampai bela-belain nyusulin ke Malang, naik motor pula? Kalau ada yang penting biasa juga telepon atau video call.
"Hei, Lex," sapa Arkana yang hanya dibalas kedikan dagu. Quinna mengernyitkan kening melihat prilaku Alex yang lain dari biasanya.

"Quin, aku langsung balik ya ...."
"Nggak Magriban dulu sekalian?" 
Seperti yang sudah-sudah jika mereka berdua mulai bicara, entah kenapa Alex merasa menjadi orang ketiga. Yang dicuekin, yang diabaikan.

"Di jalan aja ntar gampang, biar nggak kemaleman juga sampai Surabaya lagi. Bro ... gue balik duluan ya ...." Untungnya kali ini Alex berdiri dari motornya dan berjalan mendekat, kalau nggak Quinna udah bersiap menjambak rambutnya saja tadi.
"Hmm ... thanks ya udah nganterin Quinna." Mereka berjabat tangan basa-basi.
Setelah mengucap salam Arkana pun berlalu dari sana meninggalkan Quinna yang masih memperhatikan mobil yang semakin menjauh dan tak lama hilang dari pandangan.

Alex merekam semua yang dilihatnya, Quinna yang berbeda. Biasanya Quinna akan selalu senang dengan kemunculannya, kapanpun itu dan dimanapun.
Tidak begitu yang dia rasakan sore ini.

Quinna menghela napas dalam-dalam. Setelah beberapa saat barulah netranya kembali pada Alex. Tetap saja ada yang berbeda di sana.

"Udah mau magrib, lo ngapain tiba-tiba muncul di sini, nggak pakai nelepon dulu lagi, kalau gue nggak nongol juga gimana?"
"Maksudnya?"
"Apa yang maksudnya? Ada apa sih, ada yang penting banget sampe dibelain naik motor ke sini?" Sebenarnya Quinna sedikit lelah, tapi tak mungkin juga langsung menghalau Alex, "Tara? Tara nggak pa pa kan, kalian berantem?"

"Tara nggak pa pa, dan enggak, kami nggak berantem. Maksudnya kalau lo nggak nongol di sini tadi apa?" Alex berusaha menahan emosi, banyak yang Quinna sembunyikan darinya.
"Ya kan siapa tau gue nginep—"
"Maksudnya lo mau nginep berduaan sama cowok tadi? Quin, lo—"

"Lex! Hei! Lo kenapa sih? Ini gue Quinna lho, temen lo sendiri. Ya apa mungkin gue nginep berduaan sama Arkana?—lo tau namanya by the way—" Quinna mulai mengerti kenapa Alex kesal. Dia penasaran dengan hubungannya dengan Arkana.
Ya padahal kan dia tinggal nanya.

"Sudah dekat azan, kita masuk dulu salat, gak enak banyak santri mondar-mandir. Nanti malah timbul fitnah. Setelah itu lo boleh nanya apapun yang lo mau tahu. 
"Dan satu lagi, Lex! Jangan sekali-kali menuduh gue kaya tadi, apapun alasannya!"

Selesai salat, Quinna malah bingung bagaimana cara ngobrol dengan Alex. Karena kalau sudah masuk lingkungan pesantren pastinya nggak mungkin mereka berdua-duaan walau hanya sekedar bicara.

"Umi, boleh nggak sih kalau Quinna terima tamu di sini?" tanya Quinna pada Umi Rodiyah, pemilik rumah di lingkungan pesantren yang Quinna tumpangi. Awal masuk pesantren Quinna tidak langsung tinggal bersamanya, melainkan di asrama putri. Tapi setelah beberapa kali tatap muka, Umi Rodiyah menawarkan tempat yang tentunya lebih nyaman.

Umi Rodiyah sendiri seorang janda namun demikian beliau turut aktif dalam mengurusi pesantren.
Beliau bahkan berhasil menyekolahkan putrinya sampai ke Kairo, Mesir.
Kedatangan Quinna saat liburan semester dianggap sebagai pengganti putrinya yang tak mungkin dapat dengan mudahnya pulang ke kampung halaman walau sedang liburan.

"Teman yang tadi datang bersama kamu?" Quinna mengangguk, sebenaranya tadi dia ragu untuk bertanya, tapi tak ada salahnya mencoba.
"Ini sudah malam, Quinna. Mungkin kalau siang, masih nggak pa pa. Bukannya kamu juga mau ikut tadarusan?" Ternyata benar perkiraan awalnya, pasti tidak bakal diizinkan.

Quinna tahu Alex masih di masjid, dia pun mengirim pesan kalau baru bisa bicara esok di siang hari.
Dengan sia-sia Alex pun terpaksa menurut. Mau bagaimana lagi, jika sudah masuk lingkungan ini, Quinna memang akan semakin sulit ditemui.

Jangankan bertemu, telepon dan video call juga harus mencari waktu yang tepat karena banyaknya kajian yang Quinna ikuti. "Gue pesantren, Lex, udah gitu kilat pula. Jadi semua waktu yang ada benar-benar gue fokusin untuk menyerap apapun yang gue bisa pelajari selama di sini." Begitu kata Quinna sekali waktu Alex bertanya kenapa dia sulit sekali dihubungi.

***Tika R Dewi***

"Jadi sebenarnya lo sama Arkana punya hubungan apa?"

Akhirnya Alex datang lagi dan saat ini mereka berdua duduk di teras rumah Umi Rodiyah. Rupanya dia memutuskan mencari penginapan yang tak jauh dari pesantren. Quinna pun bersyukur karena itu.
Sebab, semalam dia sempat khawatir kalau Alex bolak-balik ke Surabaya dan pagi ini ke Malang lagi.

Hanya saja Quinna tak menyangka pertanyaan Alex akan langsung ke pokok pembicaraan. Mereka biasanya tak seserius ini.

"Hubungan apa? Gue sama Arkana nggak punya hubungan apapun selain teman. Kalau pertanyaan yang lo maksud apa gue sama dia pacaran atau semacamnya, then the answer is no!"
"Tapi kalian dekat dan sejak kapan kalian ketemuan lagi?"

"Umh ... ini yang memang belum sempat gue ceritain ke lo ...."
Sedikit sulit untuk memulai ceritanya, karena itu akan diawali dengan kebohongannya, saat Alex bahkan menemaninya berangkat dengan dijemput travel ke pelatihan dan bukannya ke pesantren seperti yang Alex kira, tahun lalu.

"Jadi yang pagi-pagi buta berangkat naik travel itu buat ketemu dia?"
"Ck, dengar dulu dan jangan nyela sampai gue selesai! Waktu itu gue nggak tahu Arkana akan ada di komunitas itu, jadi itu kebetul—"
"Huh, kebetulan lagi? Terlalu banyak kebetulan, Quin. Apa lo sedikitpun nggak curiga?" Baru saja Quinna mau meneruskan cerita Alex sudah nyerocos.

"Bayangin aja, lo ketemu di pesawat, terus segitu luasnya dan segitu banyaknya orang di Singapore lo ketemu lagi di Sentosa. Habis itu bisa ketemu di sini. Quin ... are you sure? Jangan-jangan dia stalker lo lagi?!" Tidak salah sih jika Alex sampai khawatir seperti itu. Memang kebetulannya terlalu banyak. Tapi Quinna hanya tertawa kecil seraya menggeleng pelan.

"Lo akan lebih terkejut kalau dengar kebetulan yang lain."
"Oh ya? Try me!"

"Sebenarnya waktu di Merlion park gue pun sempat lihat dia—"
"See!"
"Tapi dia nggak lihat gue ... dan dengar dulu bukan kebetulan ini yang gue maksud." Quinna mengangkat tangannya kala Alex berusaha menyela lagi.

"Nyokap dia kenalan lama Mama. Arkana sendiri baru tahu beberapa waktu lalu, sebelumnya kami sama-sama nggak tahu. Dan gue juga pernah ketemu sama nyokapnya tanpa tahu itu nyokap dia atau bahwa beliau ternyata teman Mama. Nah pusing sendiri kan lo dengarnya? Jadi gimana? Masih bilang kebetulan yang terlalu banyak?"

Alex pun mengernyit, bingung harus merespon apa.

"Kenapa lo harus bohong waktu mau ikut pelatihan dan bukannya pesantren?" Akhirnya dia mencoba mengalihkan pembicaraan yang nyatanya belum terlalu berhasil. 
"Gue memang berniat pengin belajar bahasa isyarat—"
"Karena dia?"
Mengabaikan selaan Alex, Quinna pun melanjutkan, "Dan gue tetap pesantren setelah pelatihan, jadi gue nggak bohong. Udah ah!"

Quinna lantas berdiri, apa yang harus diceritakan ke Alex sudah dia ceritakan. Sementara masalah dia menyimpan rasa yang berbeda pada Arkana, masih tersimpan rapat di hatinya.
Karena, Quinna sendiri masih belum paham apa itu yang sebelumnya tak pernah dia rasakan.

"Quin!"
"Hmm? Apa lagi? Gue mau ke masjid nih!"

Alex seperti sedang menimbang-nimbang hendak mengatakan sesuatu. Quinna menelengkan kepalanya memperhatikan gelagat Alex yang aneh mulai kembali. Akhirnya dia pun duduk kembali.

"Shoot!" Quinna yang mengerti Alex ingin mengatakan sesuatu pun memutuskan menunggu, "Buruan, gue nggak—"
"Gue suka lo!" 

Hening ... Quinna masih berusaha mencerna apa yang tiba-tiba dilontarkan Alex dengan sangat cepat barusan. Alex pun masih menunggu reaksi darinya.

"Gue juga ... suka sama ... lo," lirih Quinna menjawab dan berhati-hati tanpa menatap Alex.
Sedangkan Alex justru menatapnya lekat-lekat, menahan napas dan tak percaya dengan yang didengarnya.

Ada rasa bahagia dan tak percaya, tapi juga bingung, jadi selama ini ....

***Tika R Dewi***

Mau ship Quinna ama siapa kalian?

Quinna (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang