14. Rendezvous

1.2K 309 32
                                    

Jakarta, setahun kemudian ....

"Papa kamu itu emang lebay, padahal Mama nggak usah dianterin juga gak pa pa lho."
"Nggak apalah, Ma. Mumpung aku juga pas bisa. Tapi, ini kita mau ke teman Mama yang mana sih? aku kenal?" Saat ini Arkana sedang di balik kemudi membelah jalanan ibukota bersama Mamanya.

"Hmm ... kayanya kamu belum kenal deh. Jadi, Tante Keira tuh sebenarnya kenalan lama Mama, terus lost contact dan baru ketemu beberapa waktu lalu pas dia bawa ponakannya ke RS." Arkana mengangguk mendengar penjelasan Cheril tapi perhatiannya tetap pada jalan raya.
"Nah, minggu lalu Tante Keira udah main ke rumah kita, makanya sekarang gantian Mama yang sambang ke dia gitu lho," lanjut Cheril.

"Kok aku nggak tahu pas Tante Keira ke rumah?" tanya balik Arkana di saat mobilnya mulai memasuki kawasan perumahan elite di bilangan Jakarta Selatan.
"Kamu mana pernah di rumah sih? Kampus mulu! Nginap mulu di rumah Bowo, kenapa nggak ngekos sendiri aja, Ar? Nggak enak kan merepotkan keluarganya Bowo terus?!" Arkana tersenyum mendengar kekhawatiran Mamanya yang sebenarnya sudah berkali-kali disampaikan.
"Lagian sih rumah kita jauh dari kampus, Ma. Nanggung mau ngekost semester depan pasti banyakan stay di RS 'kan? Kalau Bowo, santailah keluarganya baik─"
"Ya justru itu, kita nggak boleh seenaknya memanfaatkan kebaikan orang, Ar!"

"Kita udah sampai, ini bukan rumahnya?" Bukannya menjawab omelan Mamanya, Arkana malah dengan santai memberitahu mereka telah sampai di alamat yang mereka tuju. Mengecek sekali lagi perangkat GPS di mobilnya dia pun melanjutkan, "Bener kok ini, Ma."
"Kamu itu ada orang tua ngomong apa, malah jawab apa ...." Cheril mengomel sendiri sembari melangkah keluar dari mobil.
"Ya kan, emang bener udah sampai ...." gumam Arkana mengikuti Cheril keluar dari mobilnya.

Cheril mengitari mobil dan membuka pintu belakang untuk mengambil beberapa buah tangan yang memang sengaja Cheril siapkan untuk Keira dan keluarganya.
"Biar aku aja yang bawa, Ma." Arkana menghalau Cheril untuk membawa barang-barang itu, membuat Cheril refleks tersenyum, melihat anaknya yang sudah dewasa.

Cheril pun merasa bersyukur Arkana sudah mau bicara lagi, kalau tidak salah sepulang Arkana dari pelatihan sukarelawan di komunitas tuna rungu tahun lalu.
Tiba-tiba Arkana datang dan memeluknya erat, memohon maaf pada Cheril atas semua duka dan luka yang dia perbuat dalam diamnya.

Cheril yang terkejut dengan kedatangan putranya, yang pada saat itu dia sendiri baru saja menyelesaikan praktik sorenya di rumah sakit tempatnya bekerja, pun hanya bisa menitikkan air matanya. Akhirnya Allah menjawab doa-doanya.
"Maafin aku, Ma, udah buat Mama sedih selama ini ...." ucap Arkana berulang kali waktu itu, Cheril hanya bisa menggeleng seraya menyentuh lembut pipi putranya. Ada rasa tak percaya kalau Arkana sudah mau bicara lagi.

"Apa yang merubah pikiranmu? Kamu baik-baik saja kan di komunitas?" tanyanya khawatir kalau ada kejadian buruk lainnya.
Bibir Arkana pun melengkung, membentuk sebuah senyuman, "Aku baik, Ma. Kenapa? Mama nggak senang aku begini?" tanyanya yang menghasilkan pukulan canda dari Cheril di lengannya. Arkana pun pura-pura meringis kesakitan yang diabaikan begitu saja oleh Cheril yang malah sibuk mengelap pipi dari sisa air matanya tadi.

"Ma, jangan main asal pukul, aku bukan samsak," gurau Arkana. Astaga betapa dia sendiri juga merindukan canda remeh seperti ini.
"Cepetan nggak kamu cerita, gimana atau ... siapa yang akhirnya membuat kamu tiba-tiba muncul di ruangan Mama sambil melow─"
"Aku nggak melow ya, Ma ...." potong Arkana sebelum Mamanya menuntaskan omongannya.
"Ya pokoknya cepetan cerita, atau kamu mau jadi samsak beneran?"
"Ngancem nih? Ayo! Kita udah lama nggak spar─"
"Arkanaaa ...." Lelaki itu pun tertawa kecil, betapa dia rindu menggoda mamanya seperti ini.

"Ceritanya sambil jalan pulang aja boleh nggak, Ma? Aku laper banget, sumpah ...." Kali ini dia menunjukkan mata yang pura-pura memelas pada Cheril.
Cheril yang gemas akhirnya hanya bisa menyetujui permintaan putranya, tapi tetap mengancam, "Awas aja kalau nggak cerita!"

Quinna (Completed)✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang